Part 3 [H-3 Kepulangan]

72 21 8
                                    

"Kesempurnaan, sejatinya hanya milik sang pencipta. Tugas, manusia hanyalah saling melengkapi, sehingga terlihat sempurna."

                                 ***
Shofia, menatap rumah minimalis yang didominasi oleh warna hijau, di teras rumah juga terdapat beberapa jenis tanaman bunga dalam pot bunga, menawarkan kesan nyaman dan damai saat memandangnya.

Meskipun baru beberapa kali bertemu dengan sang pemilik rumah, tapi Shofia, sudah merasa nyaman, tak seperti saat ia bertemu dengan orang baru lainnya.

"Loh, ada Ning Shofia, iki. Kapan nyampenya Ning ?" Belum sempat Shofia, mengetuk pintu, sang pemilik rumah lebih dulu ke luar.

"Assalamualaikum, baru aja sampe Bude. Shofia, baru mau ngetuk pintu tapi, Bude udah keluar duluan." Shofia, menyalami tangan Hanum–orang yang dipanggilnya Bude.

"Waalaikumsalam, wes ayo masuk ! kalo kelamaan di luar nanti takut ada yang nyulik kamu, bisa di omelin Faisal, Bude kalo bidadarinya hilang." Shofia, terkekeh mendengar ucapan Hanum, yang merangkul pundaknya ke dalam rumah.

                                ***

Hanum Wahyuningsih adalah sahabat seperjuangan Umi Husna, dari zaman mereka pertama kali mondok waktu Madrasah Tsawiyah. Karena sudah sangat akrab mereka menjadi seperti saudara sendiri.

Hanum, menikah dengan seorang laki-laki yang saat itu menjadi abdi ndalem di keluarga Umi Husna,—pondok pesantren yang sekarang dipimpin oleh Kiyai Rasyid—Syamsul Abidin, adalah nama suaminya. Mereka menikah dua tahun lebih dulu dibandingkan dengan Umi Husna, tapi sampai sekarang mereka belum juga dikaruniai keturunan, karena menurut vonis dokter Bud'e Hanum, mengalami kemandulan.

Disebabkan tidak punya keturunan Bud'e Hanum, menjadi sangat dekat dengan kedua anak Umi Husna, Maisaroh–kakak Faisal, yang sekarang diboyong oleh suaminya—dan Faisal, itulah kenapa meski tidak terikat hubungan darah tapi, Faisal dan Maisaroh, memanggil Hanum, dengan sebutan Bud'e. Sekarang panggilan Bud'e juga digunakan Shofia, untuk Hanum.

"Monggo di minum Ning !" Hanum, memberikan segelas teh manis hangat di depan Shofia.

"Terimakasih Bud'e. Panggil Shofia, aja Bud'e, jangan panggil Ning, Shofia-kan bukan Ning," ucap Shofia.

Hanum, tertawa kecil. " Nggeh, Bud'e kalau liat kamu kaya gini jadi inget Faisal, dia juga engga pernah mau dipanggil Gus," Shofia, tersenyum mendengar ucapan Bud'e Hanum.

"Ngomong-ngomong, Faisal kapan pulangnya ke Indonesia, Shofia ? Bud'e denger katanya bulan ini Faisal mau pulang," tanya Bud'e, Hanum. Meskipun merasa tidak enak karena memanggil Shofia, tanpa embel-embel Ning, tapi tetap Bud'e Hanum, lakukan atas permintaan si yang punya nama.

"Enggeh, Bud'e. InsyaAllah tiga hari lagi mas Faisal, pulang," jawab, Shofia.

"Assalamualaikum, loh, ada Ning Shofia, iki. Kapan sampai Ning ?" Tanya Abidin, saat masuk ke rumah sehabis dari kandang ternaknya.

"Waalaikumsalam, Pad'e. Shofia, baru aja nyampe Pakd'e. Panggil, Shofia aja Pakd'e jangan pake Ning." Sama seperti Hanum, Abidin juga terbiasa memanggil Shofia, Ning meskipun sudah dilarang berkali-kali.

"Yowes, Pakd'e tinggal ke belakang dulu, mau cuci tangan," ucap Abidin.

"Bapak, mau ibu bikinin kopi dulu atau langsung di siapin makan ?" tanya Hanum.

"Wis, biar Bapak, aja Buk. Ibu, istirahat aja, tadi-kan udah nyuci sama masak, pasti Ibu, capek." Hanum, tersenyum mendengar ucapan suaminya, sebelum kemudian mengiyakan permintaan suaminya.

"Mas Gus'e Ukhibuka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang