Part 4 [Babak baru]

59 16 2
                                    

"Sebenarnya dulu Ibu mertua mu, Umi Husna, pernah cerita kalau dia ingin menjodohkan Faisal, dan Karina. Maksudnya mbak Nana, karena dia kenal mbak Nana, dari kecil, ia menganggap Nana, seperti anak kandungnya juga, Husna merasa jika Nana, adalah calon istri yang pas untuk Faisal," ucap Hanum.

Shofia sempat terdiam beberapa saat, pantas saja ia merasa jika Umi mertuanya dan mbak Nana, punya kasih sayang khusus, ternyata tanpa dia tau justru Umi pernah mengharapkan posisi Shofia, sekarang diisi oleh Nana. Menjadi menantunya.

"Terus, kenapa justru Abah Yai, melamar Shofi, untuk mas Faisal?" Shofia, memberanikan bertanya. Ia sudah terlanjur penasaran tentang asal-usul kedekatan Mbak Nana dan keluarga mertuanya.

"Kiyai Rasyid, tak pernah tau kalau Husna, punya keinginan seperti itu. Husna, cuman cerita ini ke Bud'e. Waktu itu, Husna bilang kalau usia Faisal, masih sangat muda untuk menikah, ia juga takut kalau Nana, menolak. Dua Minggu tepat setelah Husna, cerita tentang keinginannya pada Bud'e, Kiyai Rasyid mengutarakan keinginannya untuk menjodohkan kamu dengan Faisal, pada Husna, waktu itu Husna, tak menjawab apapun, ia memasrahkan semuanya pada Faisal, dan ternyata Faisal, menerima keinginan Abahnya. Selanjutnya, kamu tau sendiri-kan ceritanya?" Shofia, mengangguk.

Dia sangat amat ingat momen-momen penting dalam hidupnya. Menikah dengan Faisal.

"Shofi, meskipun awalnya Husna, punya keinginan untuk menjodohkan Faisal, dengan orang lain, tapi percayalah bahwa Husna, sangat menyayangi kamu, sebagai menantunya. Dia menganggap kamu seperti anak kandungnya sendiri, Nana hanyalah sebuah cerita dari keinginan masa lalu Husna, karena kamu sudah tau cerita ini, jangan pernah menjadikan kedekatan Husna, dan Nana, sebagai beban ya, takdir setiap manusia itu sudah ada yang ngatur, bahkan sebelum kita lahir. Termasuk jodoh."

"Shofi? Shofia? Shofia?" Shofia, terperanjat mendengar suara Faisal, yang sedikit keras, sepertinya suaminya itu telah memanggil namanya berulang kali.

"Kamu gak apa-apa?" tanya, Faisal.

Menggeleng, kemudian tersenyum kaku. "Mboten, Mas."

"Beneran gak apa-apa'kan? dari bandara sampai nyampe ke pondok kamu diem terus loh, pas Mas, panggil-panggil juga kamu diem terus." Sekali lagi, Faisal bertanya memastikan keadaan Shofia, yang menurutnya tidak wajar.

Shofia, celingukan ke luar, ternyata mereka sudah sampai ke pesantren, sepertinya Shofia, melamun cukup lama sampai dia tidak sadar jika sudah berada di depan rumah mertuanya, ia bahkan melewati barisan marawis yang berjejer di pintu masuk untuk menyambut, Faisal.
"Shofi, cuman bosen aja Mas," ucap, Shofia.

"Maaf, ya. Karena penerbangan Mas, ditunda jadi kamu harus nunggu lama di bandara tadi," Faisal, merasa tak enak pada istrinya itu, menunggu selama dua jam bukanlah hal mudah. Gara-gara insiden dadakan, dimana salah satu dari empat teman Faisal, yang akan pulang ke tanah air ada yang mengalami sakit perut, mengakibatkan mereka jadi telat karena menunggui si oknum itu. Alhasil mereka jadi naik penerbangan ke dua.

"Ga apa-apa, Mas. Semuanya 'kan sudah takdir gusti Allah," ucap, Shofia.

Faisal, mengajak Shofia, untuk turun dari mobil, nampak di teras rumahnya telah ada malaikat tanpa sayap kesayangannya yang sudah mulai keriput, jelas sekali bahwa wanita itu menyimpan banyak celengan kerinduan yang sudah penuh terhadap anak bungsunya. Sementara, di sebelahnya ada kesatria tanpa kuda yang selalu menjadi idola Faisal, tersenyum dengan hangat. Ada juga orang tua ke dua Faisal, orang yang berjasa melahirkan dan mendidik Shofia, sampai menjadi pribadi yang berakhlak baik, tentu saja mertuanya, dan si polos Azkiya, yang selalu semangat bercerita tentang Shofia, Kepa Faisal.

"Assalamualaikum," ucap Faisal, dan Shofia.

Saat Faisal, hendak mencium punggung tangan Uminya, Umi Husna langsung menghambur memeluk putranya, memecahkan semua celengan rindu yang kian hari semakin terisi penuh, kini lunas sudah semua kerinduan yang selalu terpendam. Umi Husna, terisak perlahan, semakin mengeratkan pelukannya, berkali-kali ia juga menciumi kening putranya.

"Mas Gus'e Ukhibuka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang