Part 5 [Rencana Baru]

58 11 1
                                    

Setelah sholat isya dan makan malam, kedua keluarga itu berbincang hangat di ruang tamu, menyalurkan segala rindu terpendam, bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka.

Terkadang, kita sebagai manusia justru sering kali melupakan kegiatan yang satu itu; bersyukur. Padahal nikmat Allah selalu mengelilingi kita. Terlalu banyak melihat kehidupan orang lain, menjadi salah satu faktor dari ketidak bersyukuran itu, padahal banyak orang di luar sana yang justru menginginkan apa yang kita miliki. Keluarga dan waktu adalah contoh sederhananya.

Shofia, duduk lesehan di atas karpet beludru ditemani oleh Ning Maisaroh,—kakaknya Faisal—yang sedang mengandung anak keduanya, yang berusia tujuh bulan. Dan tentu saja, di sampingnya juga ada Humairah, si gadis lima tahun yang super ceria seperti Umahnya, Ning Maisaroh.

Si gadis kecil beberapa kali melirik Faisal, yang tengah mengobrol dengan Abah dan mertuanya, mungkin gadis itu penasaran tapi, juga takut untuk mendekati.

"Hai! kamu namanya Aira, kan?" Faisal, ikut duduk di atas karpet, mendekati Ning Aira. Seingatnya dulu Aira, masih menjadi bayi berwarna merah, sekarang ia sudah bisa berlari dengan kedua kakinya sendiri.

Shofia, yang sedang memangku Aira, refleks mundur sedikit, ia masih canggung bila berhadapan dengan Faisal, apalagi ditambah dengan inside 'demam' tadi siang.

Melihat tidak ada respon apapun dari Aira, Faisal berinisiatif merayunya dengan hadiah. "Mas Faisal, bawa coklat banyak, Aira mau engga?"

"Ko, nyebutnya Mas, harusnya 'kan Pak'le." Sebelum ada respon dari Aira, Maisaroh menghentikan obrolan mereka.

"Kan, ade masih muda Mbak. Masa dipanggil Pak'le," rajuk Faisal, pada kakaknya. Otomatis orang-orang di sana ikut tertawa mendengar ucapan, Faisal.

"Lah, terus kamu maunya dipanggil apa dong? Abang?" tanya Maisaroh, lagi.

Faisal, sempat berpikir sejenak, kemudian melihat ke arah Shofia, Aira memanggil Shofia, dengan sebutan Tante, berarti berati sebutan yang pas untuk Faisal, adalah ....

"Om. Ade mau dipanggil Om, aja." Final, Faisal.

"Jadi, Aira mau coklat dari Om, engga?" tanya Faisal, kembali melihat si gembil.

Aira, sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dan berpindah ke pangkuan, Faisal. "Yang banyak, ya Om coklatnya," ujar, Aira.

"Oalah, pantes ngedeketin. Ternyata ada maunya," ucap Kiyai Rasyid, melihat tingkah cucu pertamanya. Semua orang di sana kembali tertawa karena ucapan, Kiyai Rasyid.

"Udah cocok 'loh dek, kamu jadi Ayah. Jangan ditunda-tunda nggeh, biar anak-anak mbak punya temen main nantinya."

Shofia, dan Faisal sama-sama terdiam mendengar ucapan sang kakak, berbeda dengan orang-orang di sekeliling mereka yang justru mendoakan adanya kehadiran nyawa baru di rahim, Shofia. Masalahnya, baik Shofia, maupun Faisal, masih sama-sama bingung dengan perasaannya masing-masing, boro-boro terpikir soal hadirnya si buah hati, interaksi keduanya bahkan masih cukup minim.

"Insyaallah, Mbak. Doain aja ..." ucap, Faisal akhirnya.

"Azkiya request dong, nanti anaknya Mbak Aira cowok ya, biar Azkiya punya temen main PS," ucap si bungsu kesayangan Shofia, adiknya itu memang sedikit tomboy, berbeda dengan sang Kakak, yang super kalem dan lembut.

"Emangnya anak Mas, donat. Bisa request mau topingnya apa," bukan Shofia, yang menjawab pertanyaan sang adik melainkan suaminya, Faisal.

"Tapi, Azkiya 'kan mintanya sama Mbak Shofi, bukan sama Mas Faisal," ujar Azkiya, membela diri.

"Kan, anaknya Mbak Shofi, otomatis anaknya Mas Faisal, juga dong," giliran Faisal, yang melakukan pembelaan.

Shofia, secara spontan langsung melihat ke arah Faisal, meskipun terkesan bercanda tapi, Shofia bisa melihat ketulusan dan keseriusan dari mata, Faisal.

"Mas Gus'e Ukhibuka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang