•lima belas

913 96 15
                                    

Azzam melangkah keluar rumah ketika mendengar suara deru motor berhenti di depan rumahnya, perasaan lega langsung hinggap di hatinya ketika melihat Azmi pulang bersama Jefran. Ia sedikit khawatir, pasalnya ini sudah memasuki waktu maghrib dan gerimis masih setia turun.

"Assalamu'alaikum.." Azmi masih setia berdiri di depan rumah, mengkibaskan bajunya yang sedikit basah meskipun sudah menggunakan jas hujan.

"Wa'alaikumsalam.."

"Maaf telat, Yah. Tadi mau trobos tapi masih hujan." Azmi menyalami tangan Azzam yang baru saja membukakan pintu, begitu juga dengan Jefran.

"Ini juga masih gerimis, Jefran sini masuk dulu."

"Aku langsung aja, Om."

"Lagi maghrib gak boleh di jalan, sini masuk dulu. Pulangnya nanti sekalian tunggu gak gerimis."

Jefran yang hendak bersiap pergi pun mengurungkan niatnya, benar apa kata Azzam. Lagipula diluar memang masih gerimis. Akhirnya ia memutuskan untuk mampir sebentar sembari menunggu hujan reda.

"Mi, ini Jefran di pinjemin kaos buat ganti atau jaket gitu. Kasian basah bajunya, dingin loh."

"Gak usah, Om. Gak apa-apa kok." tolaknya halus.

"Makasih ya, Om. Jadi ngerepotin." Jefran tersenyum canggung ketika Azzam datang dari arah dapur sembari membawa segelas teh hangat.

“Nggak kok, justru Om yang makasih sama kamu udah nganterin Azmi. Padahal rumah kamu beda arah.”

"Jef, nih lo ganti baju aja dulu. Di kamar mandi bawah aja, atau kalau mau ke kamar gue juga nggak apa-apa. Gue mandi dulu bentar, ya.”

Jefran menerima kaos pemberian Azmi dan beranjak ke kamar mandi untuk mengganti baju seragamnya yang basah dengan kaos Azmi.

“Jef, pulangnya nanti aja ya sekalian makan malam di sini.”

“Eh makasih, Om. Tapi abis ini aku mau pulang aja. Takut ditungguin sama Mama.”

“Habis ngapain kok jam segini baru pulang?” tanya Azzam.

“Nggak ngapa-ngapain sih, Om. Cuma tadi hujan jadi kita ngumpul dulu di studio sambil nunggu hujannya reda.”

Mendengar kata studio membuat Azzam ingat akan sesuatu yang memang ingin ia tanyakan kepada Jefran.

“Jef?”

“Ya, Om?”

“Kalian gak marah soal keputusan Azmi buat keluar dari band? Kata Azmi kemarin kamu kecewa banget sama Azmi. Maafin Om, ya. Ini semua permintaan Om. Om yang larang Azmi buat lanjut sama band kalian.”

Jefran menatap Azzam, ia dapat melihat raut menyesal di wajah Azzam.

“Maaf Om, kemarin aku emang sempet marah sama Azmi soal keputusan sepihak dia, aku nggak dengerin penjelasan dia dulu. Aku bukan marah karena udah anggep Azmi gak tanggung jawab soal band, Om. Aku marah karena Azmi selalu nanggung beban dia sendirian, Om. Kita cuma mau Azmi berbagi apapun itu sama kita.”

“Tapi Om, tadi kita udah diskusi berempat, dan kita bertiga pengin Azmi gak keluar dari band. Gak apa-apa kita hiatus lagi walaupun gak tau sampai kapan waktunya, Om. Kita lebih baik hiatus daripada harus kehilangan salah satu anggota kita.”

“Maaf kalau aku lancang, Om. Tapi, boleh nggak kalau Azmi tetep sama kita. Band ini 'kan juga salah satu penyemangat Azmi, Om. Kita janji gak bakal maksa Azmi buat manggung ataupun latihan kalau emang Azmi gak bisa, Om.”

Azzam memandang raut wajah Jefran yang penuh dengan ketulusan. Azzam akui persahabatan yang mereka jalin bukan hanya sekedar persahabatan biasa, tetapi tali persaudaraan sepertinya sudah terikat kencang diantara mereka berempat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Orion's || 00Line NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang