Delapan

51 58 77
                                    

Haii..
Apa kabar?

Happy Reading

Tandai jika ada, typo!

•••

MAURA POV

Aku terbangun dari tidur pukul 15.23, dengan segera membersihkan diri dan menunaikan ibadah sholat Ashar. Setelah semua selesai, kuputuskan untuk keluar rumah. Membantu Ibu berjualan yang sebentar lagi juga sebenarnya akan tutup.

"Bu, udah pada abis belum?" Tanyaku menghampiri Ibu. Ibu menengok kearahku seraya menjawab "Sedikit lagi." Aku mengangguk-angguk.

"Maura, Papanya Ken meninggal," aku tersentak kaget mendengar ujaran Ibu.

"Innalillahi. ka-kapan, bu?"

"Tadi jam dua, Maura." Jawab Ibu..

Aku menatap tak percaya Ibu. Yang kuketahui dari Ibu. Ken adalah seorang broken home, Mama dan Papanya Ken bercerai beberapa bulan lalu karena Mamanya Ken ketahuan berselingkuh.

Papa Ken yang bernama Aldo menderita penyakit jantung, ia langsung dilarikan kerumah sakit saat tau sang istri berselingkuh. Papa Ken dibawa kemari ke kampung halaman Kakek Mugi,  dirawat dirumah sakit terbaik dikota kami.

Itulah sebabnya, Ken berada disini. Tak terbayang sehancur apa perasaan Ken saat ini.

"Bu, apa Papanya Ken sudah dimakamin?" tanyaku setelah beberapa saat termenung.

Ibu menggelengkan kepala lantas menjawab "Belum, tadi lagi pada nungguin saudaranya yang jauh. Maura mau kesana? " aku mengangguk.

"Ya sudah, sana.  Ibu nanti nyusul." Lanjut ibu. Aku segera bersiap-siap. Setelah selesai, aku menaiki sepeda sayurku yang beberapa waktu lalu kutinggalkan dirumah keramat, sebut saja seperti itu. Dan sekarang sepedaku kembali diantar oleh tetangga yang kenal akan sepedaku.

•••

"K-ken," tenggorokanku tercekat melihat pemandangan yang begitu menyedihkan. Ken tampak tak berdaya sembari memeluk jenazah Papanya.

"Pah bangun ..." lirih Ken. Air mataku jatuh begitu saja, aku membekap mulutku. Kudekati Ken yang berada disamping Kakek Mugi. Kakek Mugi yang sudah tua terlihat sangat lemas, banyak orang menyatakan ia sudah beberapa kali pingsan.

Aku menepuk pundak Ken membuatnya menatapku. Matanya memerah bengkak, hidungnya sudah seperti jambu air yang sudah terlihat matang.

Tanpa aba-aba, Ken menghamburkan tubuhnya memelukku. Menenggelamkan kepalanya diceruk leherku. Aku tersentak kaget, lantas berusaha tenang meskipun jantungku tidak aman. Kuusap-usap punggungnya,  kupeluk dan kuelus rambut hitam legamnya.

"Papah, Ra. Papah ninggalin g-gue" lirihan Ken seperti seorang anak kecil yang sedang mengadu kepada induknya. Air mataku semakin merembes membasahi pipi.

"Ikhlasin, Ken. Allah lebih sayang om Aldo, jadi ia dijemput duluan biar gak ngerasain rasa sakitnya lagi." Ujarku pelan mengusap-usap rambutnya.

Leherku terasa geli diterpa hembusan nafas Ken. Aku terus mengusap kepalanya memberikan kekuatan dan serta ketabahan dihatinya. Namun, kurasakan tangan Ken yang semula memelukku erat kini kian mengendur. Tak kudengar isakan tangis kecilnya lagi.

Kugerakan kepalanya sehingga aku bisa menatapnya. Ken pingsan dalam pelukanku, aku panik dan juga khawatir setengah mati. Aku celingak celinguk, orang sudah ramai datang menjenguk mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan.

MAURA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang