Pertanggal 17 Agustus 1518, tepat sebulan setelah wabah menari ini pertama kali menyerang Troffea. Hingga saat ini sudah di konfirmasi terdapat 363 kasus wabah menari dengan jumlah korban meninggal sebanyak 30 jiwa. Mereka semua meninggal dikarenakan dehidrasi, gagal jantung, dan kelelahan karena harus menari tanpa jeda waktu, yang berarti mereka terus menari tanpa henti.Otot manusia yang robek terutama pada bagian kaki menjadi salah satu penyebab utama kematian dari wabah menari ini. Selain itu beberapa orang yang sudah tiada, semasa hidupnya memiliki riwayat penyakit jantung. Dikarenakan menari tanpa henti ini membuat tubuh mereka kelelahan dan pembuluh darah kejantung menjadi tersumbat sehingga tubuh manusia kekurangan oksigen yang diakibatkan menari tanpa henti, yang dimana hal ini dapat membuat seseorang mengalami serangan jantung dan tergeletak tak berdaya lalu meninggal dunia
Lalu? Bagaimana dengan Troffea? Sudah sebulan semenjak ia menari di tengah perempatan jalan. Troffea sudah meninggal setelah ia menari tanpa henti selama 9 hari berturut turut tanpa istirahat dan menjadi korban ke 7 yang meninggal akibat wabah menari ini. Apa yang dilakukan Walikota tempo hari dengan menyewa para musisi dan penari untuk mengiringi para warga yang terdampak wabah adalah petaka bagi semua orang. Bukannya dapat memperbaiki suasana, namun usulan yang diberikan oleh Walikota menjadi bumerang bagi rakyatnya, sehingga banyak dari mereka semua terkontaminasi oleh wabah menari ini.
Kegagalan yang di lakukan oleh Walikota membuat wakil walikota mengambil tindakan dengan memberhentikan segala aktivitas yang dilakukan oleh musisi dan para penari di seluruh kota. Namun tak berbeda jauh dengan Walikota, wakil Walikota tak acuh akan kondisi rakyatnya. Sehingga beliau membiarkan para warga menari tanpa henti hingga pingsan dan mati. Sehingga keputusan yang dibuat oleh Wakil Walikota ini membuat belasan hingga puluhan orang mati bergelatakan di sepanjang jalan Strasbourg di setiap harinya.
Petinggi kota yang sudah lelah akan menangani permasalahan ini menemukan jalan buntu. Hingga mereka mengambil keputusan terakhir yang tak diduga oleh semua orang. Keputusan yang tak manusiawi, menganggap orang yang terkena wabah itu adalah Iblis, sehingga layak di perlakukan sebagai binatang. Namun hanya ini yang bisa terpikirkan oleh para petinggi kota Strasbourg. Mereka memerintahkan para tentara untuk mengikat semua orang yang terinfeksi virus menari ini. Kemudian mereka yang telah di ikat, dibawa dan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah. Sebuah ruangan yang amatlah gelap dan sunyi, suara dari luar pun tak dapat masuk ke celah jeruji besi itu.
Penjara dengan ukuran 3 x 4 meter persegi, tidak adanya ventilasi di setiap ruangannya terkecuali hanya terdapat besi di dekat pintu masuknya. Ruangan yang gelap tanpa adanya pencahayaan sedikitpun ini membuat penjara ini bagaikan ruangan gelap yang amatlah sempit. Penjara yang telah diisi oleh puluhan warga yang terinfeksi wabah menari ini masih tak cukup untuk menampung seluruh orang yang terinfeksi virus menari. Namun, dalam kegelapan dan ruangan yang sempit ini, mereka masih saja menari dan berteriak menyebut nama Forn yang agung.
Beberapa dari mereka ada yang menolak di masukkan kepenjara bawah tanah dikarenakan tariannya yang amatlah brutal sehingga membuat para tentara kesulitan membawa korban tersebut ke penjara bawah tanah. Tidak ada pilihan lain, warga yang bersikeras menolak dimasukkan kepenjara di ikat dengan erat di sebuah pohon, dan beberapa dari mereka melarikan diri keluar kota Strasbourg dalam keadaan menari.
***
Ronald yang berencana untuk mengunjungi kota ini untuk pergi mengembara tidak bisa meninggalkan Strasbourg begitu saja. Karna takutnya orang-orang yang ada didalam kota ini sudah terinfeksi virus menari. Hal ini membuat Ronald mau tak mau harus mengalami karantina didalam kota sampai ditemukannya obat dan awal dari terjadinya wabah ini. Ronald kini mengurung diri di kamarnya sambil memikirkan cara untuk pergi dari kota terkutuk ini. Keputusasaan yang dialami Ronald membuat nya menjadi tidak bersemangat. Didalam keputusasaan nya, ia teringat bahwa ia sudah menjadi pengembara yang sudah mengembara lebih dari 300 kota. Mengalami permasalahan yang selalu ia alami di setiap kota yang dikunjunginya dan menjadi pahlawan karena telah menyelamatkan beberapa kota dari kerterpurukan yang terjadi dalam segala hal. Dari melawan beberapa hewan buas, menyelamatkan krisis ekonomi suatu kota, membangun sebuah fasilitas umum, dan juga mencegah kekeringan yang sering timbul di kota-kota terpencil.
Tapi ini berbeda dari sebelumnya. Ini bukanlah tentang krisis ekonomi, serangan hewan buas, kekeringan atau bencana alam. Melainkan ini adalah sebuah wabah. Bukan wabah penyakit yang bisa saja diatasi dengan diberikan pengobatan, tapi ini wabah aneh yang membuat hampir seluruh populasi kota ini menari tak karuan hingga meninggal. Ketakutan Ronald bahwa ia mungkin saja terinfeksi wabah ini dan ikut menari hingga mati membuatnya stress dalam kesendiriannya dimasa karantina. Dalam ketakutannya akan hal itu, sesuatu terbesit di pikiran Ronald. Ia teringat bahwa setiap orang yang terinfeksi wabah ini selalu menyebut nama Forn dan mereka selalu mengagungkan nama itu serta memuja-mujanya.
Ketakutan dan kegelisahan yang dialami Ronald tadi hilang bagaikan debu yang telah ditiup angin. Disaat yang bersamaan, masa karantinanya telah berakhir dan Ronald pun di perbolehkan keluar Kota oleh para biarawati disana. Namun langkah yang diambil Ronald ialah sebuah keputusan yang sangat bijak sebagai seorang pengembara yang telah mengembara lebih dari 300 kota dan menyelamatkan beberapa kota serta menjadi pahlawan di sebagian kota yang dikunjunginya. Ronald beranjak dari tempat tidurnya setelah mendapat pesan pembebasan karantinanya. Mengenakan jubah kebanggaannya dan keluar dari tempat karantina menuju balai kota untuk memecahkan permasalahan yang terjadi saat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/312584286-288-k370853.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dancing Plague
Fiction HistoriqueDiambil dari kisah nyata. Strasbourg, kota kecil padat penduduk yang damai harus mengalami serangan wabah misterius yang membuat warga yang terjangkit terus menari sembari mereka menyebut nama seseorang tanpa henti hingga kehilangan nyawa. Roland...