----------
Bisikan iblis merangsek masuk ke
relung hatiku. Ia berkata,
"Apakah kau mau menjadi temanku?"Tentu saja aku menolaknya.
Buat apa menjadi pemeran antagonis dalam kisah hidup manusia yang
pada akhirnya dibakar di neraka.Ia hanya terkekeh menertawakanku.
Ia kembali berkata,
"Kau tidak akan lolos. Aku hanya membisikkan kejahatan dalam hatimu. Tapi kau sendiri yang akan melakukan kejahatan itu dan menanggung dosanya."Ia segera menghilang bagai
debu terbawa angin.
Kukira ia telah lenyap, aku menang.Namun...
Tanpa sadar, aku menjadi temannya.
Kebencian menyeretku menuju kegelapan.
Hatiku dipenuhi luka, begitu sakit.
Hidupku penuh lara. Aku menyerah.
Hidup segan, tapi mati tak mau.Andaikan saat itu kau tidak menarikku ke permukaan, menyinari hatiku
dengan kebaikanmu.Mungkin aku sudah menjadi
sahabat sejati sang Iblis.----------
"Sebenarnya... dulu aku sangat membencimu, Jimin-ah."
Jimin otomatis menoleh, matanya terbelalak. Berbagai pertanyaan langsung menghinggapi pikirannya.
"Kau serius, Hyung? Memangnya aku dulu sering berbuat jahat padamu? Katakan, apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak mengingatnya. Kukira kita sudah menjadi sahabat sejak dulu. Jeongmal mianhae, Hyung!" Jimin refleks memborbardir Hoseok dengan ucapannya. Lupa kalau ia sedang kesal dan mogok bicara beberapa saat yang lalu. Jimin terlampau penasaran dengan hal tersebut. Itu masalah yang sangat penting.
"Ah, tidak... bukan begitu. Kau tidak penah berbuat buruk, kok. Dan kau tidak ingat hal itu bukan karena terlupakan, tapi karena memang aku tak pernah mengungkapkannya."
"Waeyo, Hyung?" Jimin mendesak agar Hoseok segera bercerita, memberitahukannya potongan-potongan puzzle masa lalu yang telah hilang.
Hoseok menarik nafas berat. Terlambat untuk menarik ucapannya kembali, Jimin sudah terlanjur penasaran. Tapi ini memang pilihannya setelah setengah jam memikirkan strategi untuk membujuk lelaki itu, saat ia termenung di depan kamar Jimin tadi. Sepertinya ini memang saat yang tepat untuk menceritakan rahasia yang ia simpan.
"Baiklah, sepertinya harus kuceritakan dari awal."
Jimin segera beralih pada mode mendengarkan. Seluruh tubuhnya sempurna menghadap ke arah Hoseok. Kini Hoseok yang balik memandang ke arah cahaya temaram perkotaan.
"Kau tahu, aku datang dari Gwangju. Sekitar 200 mil di selatan kota Seoul. Aku lahir di keluarga yang sederhana, abeoji supir pengantar sayur dan eomma hanya penjaga toko di rumah kami. Kurasa aku pernah menceritakan yang satu ini, apakah kau masih ingat?" Hoseok menoleh pada Jimin.
"Hem...." Jimin berpikir sejenak. "Tentang toko keluarga Hyung yang dijarah, bukan?"
"Iya, betul. Eomma terus kepikiran dengan kejadian itu sampai jatuh sakit dan meninggal 2 minggu kemudian karena penyakit jantungnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/147030142-288-k590873.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Waves of Freedom 2: Young's Freedom [BTS Fanfiction]
Fanfiction[On Going] Kini Jimin telah meraih kebebasannya dari penjara yang ia sebut 'rumah'. Namun kenyataannya kehidupan di luar sana tidak seindah yang ia kira. Begitu banyak rintangan yang menghadang juga kebenaran yang belum terungkap. Apakah memang ini...