16. Dark Justice

94 10 6
                                    

"Ini RM. Amankan bagian belakang gedung A, tempat tuan muda berada dan segera laporkan jika ada orang yang mencurigakan."

Namjoon menginstruksikan pengamanan pada ketiga anggotanya yang lain melalui alat komunikasi berbentuk earphone wireless yang tersemat di telinga mereka. Walaupun terlihat pasaran, alat komunikasi ini memiliki jaringan tersendiri dengan sistem pengamanan
yang super ketat untuk menghindari penyadapan. Instruksi itu segera Namjoon berikan ketika melihat ada yang tidak beres dengan pertemuan Taehyung dan Jimin di bagian belakang stadion Honsisul.

[Baik!] balas dua orang anggotanya yang langsung bergegas melaksanakan instruksi tersebut.

[RJ di sini. Apa yang terjadi pada tuan muda?] suara khawatir Seokjin terdengar dari alat komunikasi.

"Kemarilah dan lihat sendiri," jawab Namjoon singkat.

[Yak! Tck! Kau ini kebiasaan. Baiklah aku ke sana.]
Sebetulnya Seokjin sudah mau memprotes sikap Namjoon itu. Namun ia teringat, rekan kerjanya memang tidak suka menjelaskan situasi melalui alat komunikasi.

.
.
.

"Noona dapat surat itu dari siapa?" Taehyung bertanya dengan serius pada Chanmi. Terdengar sedikit emosi dalam nada bicaranya.

Wanita yang diinterogasi itu terlihat kebingungan. Tangannya semakin kuat menggenggam lengan Hoseok, tidak menyangka akan respon Taehyung yang begitu agresif.

"A-aku tidak mengenal mereka. Ada tiga orang gadis yang menghampiriku untuk menitipkan surat itu. Yang kutahu mereka dari sekolah yang sama dengan kalian."

"Tidak mungkin mereka yang memberikan surat seperti itu!"

"Aku bahkan tidak tahu apa isinya!" Chanmi balas meninggikan suaranya karena tidak terima dipojokkan seakan dia yang bersalah.

"Sudah... sudah... jangan bertengkar." Hoseok segera menengahi mereka berdua. "Tenanglah, Taehyung-ah. Aku ada di sana saat Chanmi menerima surat itu. Memang benar gadis-gadis dari sekolah kalian yang memberikannya."

"Kau yakin, Hyung?"

"Tentu saja. Untuk apa aku berbohong?"

Ucapan itu akhirnya membuat Taehyung terdiam, merasa bersalah telah berprasangka buruk pada wanita itu. Ia segera menoleh pada Jimin yang masih tak percaya dengan apa yang baru dilihatnya.

"Jiminnie, gwaench'ana?"
Taehyung menepuk pundak lelaki itu dan hanya dibalas anggukan lemah darinya.

Jimin mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, perasaan aneh itu kembali lagi. Kepalanya masih tertunduk, gemuruh kembali berkemul di dadanya. Itu adalah perasaan takut akan ada hal buruk yang terjadi pada teman-temannya.

"Apa ada masalah?" tanya Namjoon yang baru ikut bergabung bersama mereka begitu mendengar ada keributan di sana. Tak lama kemudian Seokjin juga datang menyusulnya.

Jimin tiba-tiba menarik jaket yang dikenakan Namjoon, membuat pria itu mendekat ke arahnya. Ia segera mengunci atensi Namjoon dengan tatapan mata yang bergetar. "Ssaem apa yang harus kulakukan?! ... Teman-temanku... Mereka dalam bahaya!!"

"Maksudmu?"

Jimin bingung bagaimana menjelaskannya. Surat yang baru saja diterimanya memang berisi kalimat-kalimat dengan makna tersirat. Walaupun tidak ada tanda siapa pengirimnya, Jimin yakin lolos dari penculikannya bukanlah akhir dari permainan yang dimaksud orang itu. Satu-satunya musuh yang dikenalnya.

"Tadi Jimin mendapat surat ancaman," Taehyung membantu menjelaskan. Ia pun memperlihatkan layar ponsel yang digenggamnya. "Ini isi pesannya, tadi aku sempat melihat juga."

The Waves of Freedom 2: Young's Freedom [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang