9. Senja di Pelupuk Matamu

200 16 2
                                    

Kulihat senja di pelupuk matamu.

Indah, namun membuatku curiga.
Kenapa kau bersedih di hari bahagiamu?

Apakah karena aku bukan takdir yang diutus untukmu?
Atau karena aku yang menyakiti hatimu?

Kulihat senja di pelupuk matamu.
Lama kelamaan menjadi malam kelabu.

Aku tak sudi senyuman indahmu berubah jadi tangisan yang mengharu biru.
Karena itu, aku bersumpah akan selalu bersamamu. Walaupun takdir tak mau berpihak pada cinta kita.

- Lee Namkyung -

.
.
.
.
.


Suasana di rumah sakit Hamdang begitu tenang, kontras dengan hiruk pikuk metropolitan di jam sibuk seperti ini. Suasana itu pun membuat Seokjin yang menemani Jimin di ruang rawatnya bosan setengah mati. Saat ini ia tak memiliki tugas lain selain menjaga si sakit Jimin yang sudah lama terbaring.

Seokjin tengah sibuk berselancar di dunia maya ketika suara erangan Jimin terdengar. Lelaki itu akhirnya bangun dari tidur panjangnya.

Seokjin segera mengalihkan atensinya pada si sakit. "Jimin-ah, kau tak apa?"

"Ehm... Ssaem.... rasanya... badanku remuk semua," lapor lelaki itu dengan suara lemah.

"Jangan khawatir, kalau banyak beristirahat sakitnya akan reda. Kau lapar?"

Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan dari si sakit. Seokjin pun tersenyum kemudian membawakan makanan untuk Jimin.

Setelah makanan tersedia di hadapannya, Jimin tidak langsung menyentuh makanan itu.

"Oh, iya. Ssaem, kenapa kalian bisa menemukanku saat di hutan?" tanya Jimin dengan pertanyaannya yang sebetulnya sudah ia pikirkan saat diselamatkan malam itu. Nampaknya ia masih belum mengetahui identitas sesungguhnya dari kedua guru privatnya.

"Oh..." Seokjin beranjak dari kursinya lalu mengambil sebuah benda di atas meja di dekat jendela. Ia kemudian menyodorkan benda itu di hadapan Jimin.

"Kami bisa menemukanmu karena benda ini." Seokjin membuka tangannya, sebuah pin kupu-kupu yang terikat pada sebuah benang menjuntai dari tangannya.

"Pin eomma?"

"Bukan." Seokjin membuka pin itu dari penjepit kertas yang menyatukan pin dengan benang. "Penjepit kertas ini sebetulnya sebuah alat pelacak."

"Hah? Mana mungkin... Lagi pula kenapa sih bentuknya seperti itu? Kalau tak sengaja terbuang bagaimana???" protes Jimin. Suara Jimin makin membesar, menandakan ia sudah cukup pulih dari sakitnya karena rasa penasaran yang luar biasa.

"Sebetulnya itu hanya bentuk modifikasi buatan Namjoon Ssaem. Dia ingin mengujimu apakah bisa menjaga benda seperti ini atau tidak. Aku terkesan, kau kreatif sekali bisa kepikiran untuk membuatnya menjadi sebuah kalung."

"Itu bukan ideku. Jungkook yang membuatnya," timpal Jimin.

Setelah lama diacuhkan, akhirnya makanan di hadapan Jimin mulai dijamah. Sesuap dua suap, makanan itu masuk ke kerongkongannya. Aktivitas itu diisi dengan backsound dari suara renyah Seokjin.

"Hahahaha.... Bukankah kau memang sudah menghilangkannya beberapa kali? Mulai dari penghapus, peraut pensil, dan berbagai benda yang kami berikan."

"Jinjja?! Semuanya juga alat pelacak?" tanya Jimin keheranan. Ia pun berhenti mengunyah makanannya hanya untuk mendeteksi apakah ada kebohongan di raut wajah guru privatnya. Tapi sayangnya ia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan analisis semacam itu.

The Waves of Freedom 2: Young's Freedom [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang