(Habibie PoV)
Gue nggak ngerti apa yang sebenernya terjadi disini, tiba-tiba semuanya malah makin kacau, padahal gue pikir kemarin itu semua masalah bakalan beres.
Gue udah ketemu sama Latief, bicara baik-baik dan mengerti kondisi masing-masing. Gue udah ketemu Pak Indra dan temen-temen lain. Mereka semua mau nerima gue lagi. Gue bahkan bisa ikut seleksi dan lolos dengan catatan harus kerja ekstra keras untuk nyiapin fisik buat Gubernur Cup. Lama nggak main bola bikin kondisi badan gue nggak maksimal.
Tapi, lagi, lebih dari sekedar Gubernur Cup, yang bikin gue cemas malah orang yang selama ini dorong gue buat balik main lagi. Eka.
Gue nggak ngerti apa yang sebenernya terjadi. Semuanya berasa cepet banget. Yang gue inget gue kemaren lagi ngobrol sama Latief dan nyadar kalau Eka nggak balik-balik ke lapangan. Seleksi berlangsung tanpa Eka, sampai Mala—temen gue, nyusul ke lapangan dengan muka panik. Bilang kalau Eka di rumah sakit.
Gue seketika panik, mikir kalau Eka kenapa-napa, tapi karena apa?
Begitu gue susul ke rumah sakit, yang terkapar di UGD malah Anggi.
Anggi? Kenapa Anggi?
Gue nggak sempet nanya karena kondisi terlalu kacau. Orang tua Anggi yang notabene pejabat daerah marah-marah. Eka dimaki-maki dan nyaris kena bogem mentah kalo perawat-perawat dan dokter disana nggak melerai keributan. Sayangnya itu nggak membuat niat orang tua Anggi mengambil jalur hukum surut.
Mereka bilang Eka. Eka pelakunya yang biki Anggi terkapar di rumah sakit. Memukuli gadis itu sampai tak sadarkan diri karena kesal.
Yang bener aja! Mana mungkin, kan?!
Orang kaya Eka?!
"Ka... bilang kalau bukan lo pelakunya," tanya gue. Jam besuk di penjara, dan gue memutuskan buat datang selepas pertemuan klub mengenai masalah ini selesai siang tadi.
Eka cuma duduk dan diam. Dari tulang rahangnya yang kelihatan mengeras, gue tahu betul kalau dia udah mulai bosan sama pertanyaan ini.
Rasanya sedikit nggak percaya sama yang gue lihat sekarang.
Eka. Dalam baju tahanan. Duduk dijaga sipir, dengan waktu obrolan kami yang dihitung ketat.
Mengerikan.
Padahal baru saja kemarin dia nyemangatin gue buat balik ke klub. Maksa gue buat menyelesaikan masalah gue sama Latief dan anak-anak. Tapi tiba-tiba ada insiden ngawur ini.
Eka melabrak Anggi dkk ketika seleksi tim inti Gubernur Cup tempo hari. Yang terburuk adalah: Anggi terluka fisik. Babak belur.
Gue nggak menyangka Eka bakal sampai melakukan hal kaya gitu. Bukan. Bukan nggak nyangka. Gue bahkan masih belum bisa percaya.
Orang seperti Eka? Oh ayolah, orang yang nggak tegaan kaya dia?
Ngeliat kepala gue bocor aja dia panik, apalagi mukulin orang.
Cewek pula!
"Ck, mau bilang apa lagi? Dia pantes nerima itu! Yang dilakuin dia ke elo itu jauh lebih parah daripada bogem mentah!"
Dada gue nyesek seketika.
"Ka, gue nggak minta lo buat ngelakuin ini!"
"Memang."
"Terus kenapa?!"
"Alah, udahlah, Bi! Toh masalahnya udah beres sekarang."
Beres gimana?!
Elo masuk penjara lo bilang beres?!
Rasanya gue pengen teriakin itu semua ke muka Eka sekarang. Tapi nyatanya gue cuma bisa sesenggukan di depannya yang bahkan nggak mau ngeliat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANBOY!
Ficção AdolescenteBuat Eka, Habi adalah partner terbaik di lapangan rumput hijau. Permainan tidak pernah seru tanpa striker bernomor punggung 10 itu. Tapi tiba-tiba Habi mogok main bola dan memilih jadi... Fanboy?! Habi kenapa, sih?! FT Island? Hongki? Jonghun? Siapa...