1. Request

2.9K 135 0
                                    

Seorang gadis cantik berkerudung biru baru saja pulang dari sekolah bersama sang Ibu. Dia baru saja mengambil ijasah di sekolah setelah pengumuman kelulusan disampaikan tiga bulan yang lalu. Namanya Luna Rahmawati. Usianya belum lama ini menginjak 18 tahun. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Surya Rahadi, usianya 25 tahun dan adiknya bernama Bintang Rahardian, usianya 13 tahun.

Surya sekarang sedang merantau di Jakarta. Bekerja menjadi mekanik tetap di sebuah bengkel mobil. Penghasilannya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk biaya hidup di Jakarta dan mengirim sedikit untuk keluarga. Sedangkan Bintang baru saja menjadi siswa SMP. Orang tua Surya, Luna dan Bintang hanya tinggal sang ibu saja. Namanya Bu Yanti. Sang ayah telah meninggal dunia saat Bintang baru berusia delapan tahun karena sakit.

Luna melangkah menuju kamarnya yang kecil di dekat dapur, tapi sosok seorang laki-laki menghentikan langkahnya. Kedua matanya membulat karena terkejut.

"Mas Surya?" Luna memekik melihat sosok kakaknya yang seharusnya berada di Jakarta kini sedang berdiri memandang foto keluarga yang ada di atas bufet di dekat kamarnya.

Bu Yanti yang mendengar jeritan anak gadisnya bergegas mendekat. Beliau pun tak kalah terkejut begitu netranya menatap sosok putra pertamanya ada di rumah.

"Kamu kapan datang, Le? Kok nggak kasih kabar kalau kamu mau pulang? Kalau kamu mengabari, ibu bisa memasak sedikit untukmu." tanya Bu Yanti saat Surya mencium punggung tangan kanannya.

"Belum lama, bu. Mungkin sekitar sepuluh menit. Ibu bagaimana kabarnya? Sehat?" tanya pemuda itu sambil menatap wajah sang ibu dengan lembut. Bu Yanti tersenyum.

"Alhamdulillah... Ibu sehat. Kamu sendiri bagaimana? Sehat to?" jawab bu Yanti. Surya mengangguk sambil tersenyum.

Pandangan Surya beralih pada sosok adik perempuannya yang kini tengah cemberut sambil menatapnya. Terlihat sekali bahwa adiknya itu kesal karena tadi telah diabaikan.

"Kenapa cemberut begitu? Mas salah apa? Masa Mas baru pulang tapi kamu sudah marah begini?" tanya Surya menggoda sang adik. Sementara Luna hanya memalingkan mukanya. Surya tersenyum lalu mendekati Luna dan menepuk kepalanya yang dibalut kerudung berwarna putih.

"Bagaimana kabarmu, hm? Maaf tadi Mas Surya nggak langsung mendekatimu. Jangan ngambek, dong! Mas Surya kan nggak sengaja."

"Kenapa Mas Surya selama beberapa hari ini sulit sekali dihubungi? Aku sangat cemas ...," tanya Luna sambil memukul dada sang kakak. Tapi Surya menyela ucapannya sebelum selesai.

"Maaf, ponsel Mas Surya rusak Jadi harus diperbaiki di kounter." jawab Surya dengan dahi berkerut.

"Kamu kok begitu sih, Lun? Masmu kan masih capek, masa kamu malah marah-marah?" tegur bu Yanti pada Luna yang masih cemberut.

"Bukan begitu, Bu. Beberapa hari Mas Surya nggak ada kabar, aku cemas sekali memikirkannya. Bintang juga nggak kalah cemas. Hampir tiap malam Bintang menanyakan kabar Mas Surya. Wajar, kan kalau aku marah?" jawab Luna bersungut-sungut.

"Iya, ibu tahu. Tapi jangan begitu, Luna. Biarkan Masmu beristirahat dulu barang sebentar." tegur Bu Yanti lembut.

"Enggak apa-apa, Bu. Surya memang salah karena tidak memberi kabar." ucap Surya sambil menyentuh bahu sang ibu.

"Sudah-sudah! Lebih baik kamu istirahat dulu, Le. Nanti atau besok kita bisa ngobrol sepuasnya setelah capekmu hilang." lerai bu Yanti.

"Besok siang sepertinya Surya harus sudah berangkat lagi ke Jakarta, bu." kata Surya tiba-tiba yang membuat Luna dan bu Yanti terkejut.

"Besok siang? Tapi kamu baru saja datang, Le. Kamu pasti sangat capek. Jarak dari Wonogiri ke Jakarta itu jauh. Tinggallah untuk beberapa hari sebelum kamu kembali." pinta Bu Yanti. Surya tersenyum sendu.

IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang