4. Arka Mahendra

1K 97 0
                                    

Sekitar pukul delapan malam, sebuah mobil Avanza berwarna putih terlihat berhenti di jalan depan rumah Bu Yanti. Seorang laki-laki berusia sekitar 27 atau 28 tahun turun dari mobil itu. Tak lama setelah mobil Avanza berwarna putih itu pergi, laki-laki itu segera menuju ke kediaman bu Yanti. Surya yang sejak tadi sudah menunggu di teras segera mendekati laki-laki berpakaian rapi itu, menyalaminya dan mengajaknya untuk segera masuk.

Bu Yanti, Luna dan Bintang segera menyambut kedatangan laki-laki berpakaian rapi yang berjalan di belakang Surya. Ketiganya bahkan terkejut, laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi itu ternyata berparas sangat rupawan.

"Bu, ini Pak Arka Mahendra sudah datang." Kata Surya memperkenalkan tamunya.

Arka Mahendra tersenyum. Melihat dua orang perempuan di hadapannya berkerudung, Arka Mahendra tidak menyalami mereka. Ia hanya mengatupkan kedua tangannya di depan dada dengan kepala sedikit menunduk. Baru pada Bintang ia mengulurkan tangan dan bersalaman. Senyum laki-laki itu begitu hangat dan tatapan matanya begitu teduh. Terutama saat iris hitamnya menatap Bintang. Raut wajahnya menjadi begitu lembut, seolah-olah ia begitu menyayangi pemuda itu. Bu Yanti yang awalnya masih begitu emosi, perlahan-lahan hatinya menjadi lebih tenang. Laki-laki itu sepertinya baik. Rupanya Surya mengatakan yang sebenarnya.

Luna yang awalnya begitu terpana melihat sosok Arka, perlahan-lahan mulai bisa menguasai dirinya. Dia segera berdiri dan menuju dapur. Saat ia melangkah melewati Bintang, tatapan matanya secara tidak sengaja bertemu dengan tatapan laki-laki itu. Tentu saja hal itu membuat gadis berusia delapan belas tahun itu sangat terkejut. Luna langsung menunduk dan mempercepat langkahnya menuju dapur.

"Pertama-tama aku ingin meminta maaf atas kelancanganku yang mencoba untuk membuat perjanjian dengan Mas Surya tanpa ijin dari Ibu sebagai orang tua terlebih dulu. Mungkin Ibu menganggapku sebagai laki-laki pengecut karena telah memanfaatkan situasi yang menimpa Mas Surya. Aku bahkan tega mengancam akan mengirim Mas Surya ke penjara jika Mas Surya tidak menyetujui syarat yang kuminta." kata Arka Mahendra memulai pembicaraan. Surya terlihat begitu grogi karena pandangan Bintang yang terasa begitu menusuk. Adik bungsunya itu kini sudah menyadari alasan sang kakak yang tiba-tiba ingin menikah.

"Tentu saja Ibu sangat marah. Kalian dengan seenaknya menyeret Luna ke dalam masalah kalian. Bukan itu saja, kalian bahkan memutuskan tentang pernikahan seolah-olah itu bukanlah sesuatu yang serius. Kalian membuat perjanjian seolah itu hanyalah sebuah permainan. Coba sekarang kamu pikir, orang tua mana yang tidak akan marah jika tiba-tiba anak gadisnya dijadikan jaminan sebuah perjanjian seperti yang kalian lakukan? Ini sama saja kamu meminta Surya untuk menjual Luna padamu." ucap Bu Yanti sambil menahan amarah.

"Tidak, Bu. Demi Allah, aku tidak pernah bermaksud seperti itu. Aku serius ingin menjadikan putri ibu sebagai istriku. Aku harus melakukannya, Bu. Demi putriku." Arka mencoba menjelaskan.

"Kewajibanmu terhadap putrimu, Luna tidak memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Jangan menyeret Luna ke dalam masalah keluargamu. Kami tidak pernah mengenalmu sebelum ini, jadi tolong jangan ganggu kami! Jangan hancurkan masa depan Luna demi keluargamu! Luna memiliki kehidupannya sendiri, sama sepertimu yang juga memiliki kehidupanmu sendiri." kata Bu Yanti saat Luna kembali dari dapur dengan membawa empat cangkir teh hangat di atas nampan.

Surya segera berdiri dan mengambil alih nampan itu dari tangan adik perempuannya lalu meletakkannya di atas meja, Luna segera meletakkan cangkir berisi teh hangat itu di atas meja di depan semuanya kecuali dirinya. Setelah itu ia duduk di sebelah kanan Bintang yang seketika itu juga langsung memeluknya dari samping.

Luna yang kaget hanya tersenyum. Dia mengusap pipi sang adik dengan tangan kirinya tanpa melepaskan pelukan Bintang darinya. Ia biarkan sang adik bergelayut manja padanya karena Luna tahu, adik bungsunya itu sedang bersedih karena memikirkannya.

"Aku mohon, Ibu jangan bicara seperti itu! Luna adalah satu-satunya harapanku, Bu. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali aku melihat putriku merasa tertarik pada sesuatu. Aku sudah mengusahakan banyak hal agar putriku bisa tersenyum atau merasa senang. Aku bahkan sudah membawa putri kecilku ke psikiater dengan harapan agar putriku bisa seperti anak-anak yang lain. Tapi semua usahaku sia-sia, Bu. Tidak ada perubahan apapun sampai beberapa hari yang lalu saat Mas Surya tanpa sengaja menabrak putriku di jalan."

"Meskipun sedang terluka, putriku tiba-tiba merasa sangat tertarik pada foto Luna yang ada di ponselnya Mas Surya. Dengan sangat antusias putriku menayakan tentang Luna pada Mas Surya sampai lupa pada rasa sakit yang dirasakannya. Putriku bahkan dengan berani merebut ponsel milik Mas Surya supaya bisa melihat foto Luna dengan lebih jelas dan ia langsung menangis sangat kencang saat Mas Surya meminta kembali ponsel miliknya. Putriku tidak pernah seperti itu, Bu. Hanya kepada Luna putriku bereaksi seperti itu." Arka Mahendra menjelaskan panjang lebar alasan mengapa ia harus mengancam Surya.

"Itu hanya pendapat pribadimu saja. Putrimu belum tentu menyukai Luna seperti perkiraanmu. Selain itu, apa yang akan orang tuamu katakan jika kamu tiba-tiba menikah dengan gadis desa yang belum pernah kamu kenal? Orang tuamu akan salah paham dan mengira bahwa Luna menikah denganmu hanya karena harta. Ibu tidak ingin hal itu terjadi pada Luna."

"InsyaAllah tidak, Bu. Papaku tidak pernah memandang orang lain dengan sebelah mata."

"Bagaimana dengan Ibumu?" tanya Bu Yanti dengan dahi berkerut. Arka menggeleng dan tersenyum.

"Mama sudah lama meninggal, Bu. Keluargaku hanya berisi tiga orang laki-laki dan satu perempuan yang tak lain adalah putriku." jawab Arka lembut.

Mendengar jawaban Arka, Bu Yanti merasa tidak enak hati. Beliau tidak menduga akan mendapat jawaban seperti itu dari tamu yang ada di hadapannya itu.

"Mas Arka ... ah, aku boleh memanggilmu begitu, kan?" tanya Luna. Arka tersenyum dan mengangguk.

"Aku sudah mendengar semua tentang putri Mas Arka dari Mas Surya. Aku juga sudah mendengar bahwa Mas Arka berjanji akan memenuhi segala kebutuhanku begitu aku menikah dengan Mas Arka. Apa itu benar?" tanya Luna. Arka Mahendra mengangguk.

"Tentu saja aku akan memenuhi semua kebutuhanmu. Setelah menikah, kita bukan lagi orang asing. Kamu akan menjadi tanggung jawabku lahir dan batin." jawab Arka dengan sangat yakin. Berbicara dengan Luna membuat sikap tegang laki-laki itu hilang.

"Kalau begitu, ijinkan aku mengajukan satu syarat pada Mas Arka." kata Luna sambil menatap mata Arka.

"Katakan! Apapun syaratnya ... tunggu! Apa ini artinya kamu bersedia untuk menikah denganku?" tanya Arka dengan mata berbinar. Luna tak menjawab.

"Katakan, Luna! Apapun yang kamu inginkan, InsyaAllah aku akan memenuhinya." kata Arka dengan wajah cerah. Bibirnya tersenyum yang membuat wajah tampannya semakin menawan.

"Jika Mas Arka ingin menikah denganku, maka aku ingin Ibu dan Bintang juga ikut tinggal bersama kita." jawab Luna yang membuat seluruh mata yang ada di ruangan itu menatap ke arahnya. Bintang seketika melepaskan pelukannya, Surya sampai tersedak teh yang sedang diminumnya sementara Bu Yanti menatap putrinya dengan pandangan tak percaya.

@@@

Tbc...

Bagaimanakah jawaban yang akan diberikan oleh Arka Mahendra? Temukan jawabannya di bab berikutnya 🙏🏻🙏🏻

.: 09 Juni 2022 :.

IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang