3. Mrs. Yanti's Anger

1K 105 1
                                    

"Assalamu'alaikum...." Terdengar sebuah salam dari depan. Bu Yanti yang masih berada di kamar Luna segera menuju ke depan dan menemui si pemilik suara itu. Begitu netranya menatap sosok pemuda tampan yang tak lain adalah putra pertamanya, tangan kanan Bu Yanti melayang menampar pipi kiri pemuda itu. Membuat Surya dan Bintang menjadi sangat terkejut. Luna yang mengikuti langkah sang ibu dari kamar pun tak kalah terkejutnya melihat apa yang terjadi.

"I-Ibu?" Desis Surya kaget, tapi ia lebih kaget lagi ketika melihat wajah ibunya yang basah oleh air mata.

"Keterlaluan kamu, Surya! Teganya kamu mengorbankan adikmu demi keegoisan kamu! Apa salah Luna sampai kamu tega mengorbankan hidupnya seperti ini?" Tanya Bu Yanti dengan marah. Beliau menatap Surya dengan amarah yang meluap-luap.

"B-bu..." Panggil Bintang dengan dahi berkerut. Baru kali ini ia melihat ibunya semarah ini bahkan sampai melayangkan tangan menampar pipi sang kakak sulung.

"Kamu yang melakukan kesalahan, tapi adikmu yang harus menanggung akibatnya. Benar-benar keterlaluan kamu! Ibu nggak pernah mengajarimu untuk menjadi manusia nggak bertanggungjawab seperti ini! Bagaimana bisa kamu bersikap seperti itu pada Luna? Dia adikmu, Surya! Adik kandungmu!" tegur Bu Yanti keras. Air matanya terus mengalir dan tubuhnya gemetar karena tingkah putera pertamanya.

"Sudah, Bu! Luna nggak apa-apa."

"Kamu lihat itu? Adikmu begitu baik dan penurut. Dia rela mengorbankan hidupnya demi kamu. Karena apa? Karena Luna menyayangimu. Demi membebaskanmu dari masalah, Luna bersedia menikah dengan orang itu! Puas kamu, Surya?" tanya Bu Yanti tanpa bisa menutupi kesedihannya.

Bintang yang tak memahami apa yang terjadi segera memeluk ibunya dengan erat. Ia tidak ingin ibunya menangis seperti ini.

"Jangan menangis, bu ...!" pinta Bintang lirih. Bu Yanti menatap mata putra bungsunya dengan mata basah.

"Kita memang hidup serba pas-pasan, sekedar hape saja kita tidak punya. Kita harus meminjam pada tetangga untuk menghubungi Masmu yang berada di Jakarta. Ibu nggak sanggup memberikan kalian kemewahan seperti yang orang lain punya. Tapi di atas itu semua, kita masih bisa bahagia. Apa itu saja nggak cukup?" tanya Bu Yanti lirih. Bintang menggeleng pelan dengan mata berkaca-kaca. Tangan kanannya menghapus air mata yang membasahi pipi sang ibu.

"Ibu jangan bicara begitu. Bisa sekolah saja Bintang sudah merasa sangat bersyukur, Bu." Kata Bintang pelan sambil menangis. Ia tidak tahan melihat Bu Yanti menangis hingga akhirnya ia ikut menangis.

Bu Yanti membelai wajah putra bungsunya dengan sayang lalu mengecup keningnya. Setelah itu beliau kembali menatap putra pertamanya.

"Kenapa, Le? Kenapa kamu tega mengorbankan kebahagiaan adikmu demi dirimu sendiri? Apa kamu sama sekali nggak peduli pada Luna? Apa kamu nggak pernah menyayangi Luna?" Tanya Bu Yanti yang membuat Surya menggelengkan kepalanya.

"Itu nggak benar, Bu. Aku sangat menyayangi Luna melebihi apapun. Waktu itu aku panik, Bu. Aku menyetujui penawaran orang itu tanpa memikirkannya terlebih dulu. Tapi aku bisa melihat bahwa orang itu adalah orang baik, Bu. Dia berjanji akan memenuhi segala kebutuhan Luna selama mereka menikah." Kata Surya menjelaskan.

Bu Yanti merasa dongkol. Beliau tidak menyangka jika putra pertamanya bisa begitu sembrono. Begitu pula dengan anak gadisnya yang begitu penurut. Bagaimana bisa dia menerima permintaan kakaknya tanpa berpikir dulu?

"Baiklah. Ibu hanya bisa pasrah. Tapi Ibu ingin orang itu datang menemui Ibu secepatnya. Ibu ingin melihat laki-laki seperti apa yang telah berani meminta Luna untuk menjadi istrinya itu." Kata Bu Yanti setelah menghapus air matanya.

"Mbak Luna mau menikah?" Tanya Bintang yang sejak tadi berdiri di dekat Bu Yanti tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Pemuda itu menatap kakak perempuannya dengan heran. Luna hanya tersenyum tipis.

IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang