2. Luna's Decision

1.3K 103 1
                                    

Surya mendesah. Di dalam kamarnya Luna sedang menangis tersedu-sedu, dan penyebabnya adalah ia sendiri. Ia yang sudah menyakiti hati adik perempuan yang begitu disayanginya itu karena keputusan yang ia buat beberapa hari yang lalu tanpa bertanya terlebih dahulu. Ia menyesal, sangat menyesal. Tapi janji itu sudah ia buat, dia tidak bisa membatalkannya.

Surya merasa hatinya sangat sakit. Tangisan sang adik seolah mampu meremukkan jantungnya. Sejak kecil adiknya tidak pernah bersikap manja, Luna jarang menangis atau merengek seperti anak-anak lainnya. Apalagi sejak ayah mereka meninggal, Luna sudah mengerti bahwa kehidupan keluarganya tidak akan sama seperti sebelumnya. Karena itu dia mencoba bersikap dewasa. Menjadi sosok gadis yang bisa diandalkannya, Ibu dan juga Bintang. Luna anak yang sangat baik dan penurut. Dia juga sangat penyayang. Saat Surya sakit, Luna yang akan merawatnya sampai sembuh sementara Ibu mereka bekerja. Dan sekarang, Surya telah menyakiti hati adik perempuannya karena keegoisan dan ketakutannya.

"Luna..." panggil Surya lirih.

"Pergi! Mas Surya jahat!" usir Luna dari dalam kamar.

"Maafkan Mas Surya, Lun. Mas Surya salah karena mengambil keputusan tanpa memikirkan perasaanmu. Tapi Mas Surya punya alasan, Luna. Jika Mas Surya dipenjara, bagimana dengan nasib Ibu dan juga Bintang? Mas Surya tidak bisa membiarkan Ibu bekerja keras untuk biaya sekolah Bintang."

"Tapi Mas Surya tidak keberatan jika aku yang menderita selama Mas Surya bisa bebas, kan?"

"Astaghfirullah ...! Mas Surya nggak pernah berpikir begitu. Mas Surya sayang sekali padamu, Luna. Nggak mungkin Mas Surya sampai punya pikiran busuk seperti itu terhadapmu." sanggah Surya dengan dahi berkerut.

"Buktinya? Supaya bisa lolos dari jeratan hukum, Mas Surya tega mengorbankan aku." Jerit Luna dari dalam kamar. Gadis itu masih terisak di kamarnya.

"Demi Allah, Luna. Mas nggak pernah bermaksud seperti itu. Saat memberikan penawaran pada Mas Surya, ayah dari anak itu berjanji akan memenuhi segala kebutuhanmu selama kamu menjadi istrinya. Mas Surya hanya ingin kamu bahagia, Lun." Kata Surya mencoba meyakinkan adik perempuannya. Sungguh, hatinya ingin menjerit mendengarkan suara Luna yang bergetar.

"Tapi nggak begini caranya, Mas! Aku baru lulus SMA, walau aku tidak kuliah, aku ingin bekerja membantu Ibu. Aku ingin meringankan beban Mas Surya."

"Assalamu'alaikum..." Sebuah suara terdengar pelan. Surya yang ingin menjawab ucapan Luna mengurungkan niatnya. Baru hendak menoleh, sebuah seruan membuatnya harus menghapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Mas Surya?" Suara itu terdengar sangat senang. Saat Surya menoleh, sosok adik bungsunya tersenyum lebar melihatnya. Bintang berdiri di ruang tamu menggunakan seragam putih birunya.

"Kamu sudah pulang, Bintang?" Tanya Surya sambil tersenyum. Pemuda berusia tiga belas tahun itu berlari mendekati Surya.

"Mas Surya kapan datang?" Tanyanya sambil memegangi pergelangan tangan kiri Surya. Surya tersenyum lalu mengacak-acak rambut sang adik menggunakan tangan kanannya.

"Belum lama, Dek. Kamu kok sudah pulang?"

"Iya. Ini kan hari Jumat, Mas. Jadi pulangnya cepat."

"Oh iya, Mas Surya lupa."

Bintang menyeringai lucu. Ia lalu menatap kamar kakak perempuannya.

"Mbak Luna..." Panggil Bintang tanpa mengetuk pintu. Tak berapa lama, pintu terbuka. Luna muncul dengan wajah yang sembab.

"Mbak Luna kenapa? Mbak Luna habis nangis ya?" Tanya Bintang sambil mengusap air mata di sudut mata kanan sang kakak. Luna tersenyum dan meraih jemari tangan Bintang.

IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang