14. Bunkasai Karasuno

289 47 36
                                    

Suasana di Karasuno terasa ramai dan meriah. Gedung sekolah dihiasi dengan papan berbagai tulisan dan dekorasi. Stand kecil yang berdiri di luar gedung dikelilingi banyak pengunjung sebelum mereka menikmati banyak hiburan yang disediakan oleh para pelajar di SMA Karasuno. Suara para babu- murid yang diberi tugas untuk membagikan brosur ikut berpartisipasi dalam kemeriahan itu.

Lalu, suara mereka semakin menyebar dan mendominasi keramaian ketika seorang lelaki bersurai hazel melewati kerumunan orang. Wajahnya tampan, ditambah dengan senyum terpampang jelas di ukiran indah milik Tuhan yang menyebabkan kericuhan para hawa di belakangnya. Mereka berebutan untuk memberikan Oikawa selembar brosur.

Si pengguna seragam SMA sebelah berbalik badan dan mengambil satu persatu brosur yang disodorkan padanya. Kedipan genit dan kata "terima kasih" darinya lebih dari cukup untuk membuat para dara terbang tinggi menerobos langit ketujuh. Pikiran untuk menggaet Si Ganteng Sekolah Seijoh seketika memenuhi otak mereka.

"N-namamu siapa!?"

"Minta nomornya dong!"

"Oikawa-san, aku fans! Mau minta foto, boleh?" Ada beberapa perempuan yang mengenali wajahnya yang sedap dipandang, tetapi ada juga yang sekedar mengaku-ngaku. Berharap agar mereka bisa dinotis oleh Si Ganteng Seijoh.

Oikawa adalah lelaki yang pondasinya senang dengan perempuan. Apalagi, gadis yang cantik dan manis. Mengetahui bahwa ucapan Koushi benar adanya tentu membuat pemuda itu mesam-mesem karena dikelilingi oleh para gadis level S dari Karasuno.

"Kalian mau nomor HP-ku? Boleh banget dong~ Ayo, ngantri y-"

Sebuah bola tiga warna menghantam surai kokoa hingga pemiliknya tersungkur ke depan, para gadis otomatis mundur untuk menghindar darinya.

Oikawa berdiri, menyentuh kepala belakangnya. Terasa nyeri dan sepertinya akan tumbuh benjolan disana. Kesal, lelaki itu lantas menolehkan kepalanya ke arah datangnya bola. "Jahat sekali!! Padahal, pelatihku sendiri tidak pernah melempa--"

Sosok bermanik obsidian dan api yang menjadi penyebab dari batu hitam pekat itu terasa panas membara walau tidak dirasa.

Oikawa berbalik lagi, membungkukkan tubuh pada para gadis yang merengek manja dan berlari kecil menuju seorang Iwaizumi Hajime.

"Hai, Iwa-chan! Lama menunggu?"

Iwaizumi mendengus dan melangkahkan kakinya kembali. Meninggalkan Oikawa di belakang yang kini berusaha untuk menyamakan posisi mereka. "Iwa-chan jangan ninggalin, dong!"

Iwaizumi acuh, lalu menyambar semua brosur yang menumpuk di kedua tangan Oikawa. Manik sewarna malamnya mengedari satu persatu brosur, mencari kelas 3 apa yang menyuguhkan manisan dan berbagai jenis teh sebagai hidangan mereka di Bunkasai Karasuno ini.

"Di kelas 3-4." Iwaizumi bergumam dan melangkah memasuki gedung. Oikawa tetap melihat punggung lebar teman karibnya itu, mengurungkan niat untuk berjalan berdampingan karena Iwaizumi sedang cukup sensi. Bisa-bisa, dia dihujani umpatan nanti. Membayangkan mulut Iwaizumi menyuarakan tabel berisi kejelekan dirinya pasti akan membuat kondisi hatinya tidak lagi dalam kondisi prima.

Saat tapak sepatu mereka menyentuh lantai, seketika keramaian dari segi pendengaran dan penglihatan menyambut. Warna-warni kertas origami yang menempel di dinding, kostum unik yang dikenakan para murid dan dekorasi bagian depan kelas yang memanjakan mata. Pelajar di Karasuno tidak kalah kreatif dengan murid-murid Aoba Johsai. Lihatlah ke kelas 1-1 itu, tidak ada satupun kelas di Aoba Johsai yang menggunakan kostum hantu sekumal itu. Tidak ada dari Aoba Johsai yang mengenakan kain putih kusam dan ikatan kain di atas kepalanya.

Oikawa mengangkat dagu puas. Kualitas Aoba Johsai jauh lebih unggul dari Karasuno. Sialan juga kau, Oikawa. Ternyata hanya sindiran.

"Oh!? Dai Ou-sama!! Osu!!!"

Bintang SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang