ꜱᴇʙᴇʟᴀꜱ

49 11 0
                                    








|| selamat membaca ||








pada malam hari nya, Jendra berniat untuk memperkenalkan Tristan pada teman-teman nya itu.

"ngapain pake dikenalin? kan udah kenal?" tanya Tristan terheran-heran. Tak paham dengan jalan pikirannya yang kadang tak bisa ia baca.

"aku pengen kenalin kamu sebagai pacar, bukan musuh"

untuk kedua kali nya, Tristan ingin meledakkan jantung nya juga saat itu. Pipi nya memburat merah, walau tidak ada matahari saat itu. Untungnya cahaya juga tidak terlalu terang, jadi ia masih bisa menutupi pipi nya itu.

Tristan menatap alam semesta dihadapannya, dengan rasa campur aduk. Persis seperti makanan bubur yang ia aduk sebelum disantap, malu sekaligus senang.

ia tak mengira bahwa sosok di depannya ini akan menjadi kekasih nya. Si bocah tengik yang ia benci dari dulu semenjak masuk sekolah. Namun, sekarang malah ia jatuh hati padanya.

Tristan sebenarnya bukan tipe yang percaya apa itu cinta, pacaran saja ogah. Buang-buang waktu katanya. Padahal ia juga menjadi salah satu murid yang banyak digemari adik kelas. Idaman kalau kata mereka. Namun, karena sifat juteknya membuat mereka juga segan untuk mendekati Tristan.

dan pertama kalinya ia merasakan asmara seperti yang dikatakan orang-orang pada umumnya. Siapa lagi kalau bukan karena, Jendra Derwantara.

ia sadar, dirumah Jendra kurang diberikan kasih sayang seperti kasih sayang yang diberikan papa mama Tristan. Namun, cara memperlakukan Jendra ke Tristan bagaikan tanaman yang dirawat setiap hari nya. Mungkin hal tersebut orang tidak akan mengira dibalik itu semua ada yang Jendra pendam selama bertahun-tahun lamanya.

kepedihan.

••••

mereka berdua akhirnya tiba di tempat biasa Jendra tongkrongin bersama teman-temannya, bahkan ada yang dari sekolah lain. Tetapi, disana hanya ada Marlon dan Bima yang sedang asik bercengkrama. Entah membahas apa.

"lah itu si Jendra tumben bawa gandengan" ucap Marlon dari kejauhan.

"kayak kenal tu muka-mukanya" balas Bima yang beranjak dari bangku nya. Berniat mendekati mereka berdua.

"lah? ini mah si jutek!" katanya berseru.

saat hampir menemui Marlon, ia pun juga sama reaksi nya dengan Bima. Namun, memang agak sedikit— banyak nyerocos.

"loh loh loh bentar, ini si jutek? kok tiba-tiba ada disini? ada apaan nih"

"gausah bacot deh, gue timpuk juga lo pake sepatu" ujar Tristan yang risih mendengar ocehan dari Marlon.

"ntar gua ceritain"

"kamu mau minum ga?" tanya Jendra ke Tristan yang pastinya membuat kedua orang bertubuh tinggi itu bergidik ngeri.

"boleh, air putih aja" kemudian Jendra ke warung yang berdekatan disekitaran situ dan membelikan air putih nya.

"KAMU?"
"KAMU?!!"

Marlon dan Bima saling memberikan tatapan tak percaya dengan saat apa yang dihadapannya sekarang ini.

Bagaimana bisa?

kemudian mereka berdua mulai memberikan pertanyaan-pertanyaan karena rasa penasarannya itu, tetapi justru membuat Tristan semakin jadi agak geram.

"DENGERIN DULU BISA GAK?!" teriak lelaki kecil itu.

sentak, dua sobat Jendra itupun terdiam bersiap mendengarkan penjelasan dari Tristan serta memajukan bangku nya lebih dekat ke arah nya dengan tidak sabar.

"oke, jadi gini..."

"nih minuman kamu" tiba-tiba Jendra menghampiri Tristan dengan menempelkan minuman air dingin ke pipi kanannya.

"ADUH DINGIN ANJ—"

seketika Tristan mengingat yang dibicarakan tadi di motor bersama dengan Jendra.










"aku boleh punya satu permintaan lagi ga?" tanya pemuda itu sembari melihat arah spion.

jujur rasanya aneh ketika mereka menggunakan kata 'aku kamu' bagi Tristan. Gak terbiasa, katanya.

"boleh"

"aku tantang kamu buat ga ngomong kasar, bisa?"

"bisa lah tapi kadang emang spontan aja"

"kalo ngelanggar?"

"kalo ngelanggar...."

"kena denda"

"denda apaan?!"

"denda nya ya kamu harus cium aku"

"ASU" batin Tristan. Ia ingin mencaci maki pacarnya ini sekarang juga!

namun ia mengurungkan diri untuk mengeluarkan kata-kata mutiara itu.

"udah ah jen, lo bikin aturan kayak gitu biar bisa nyium gue doang kan? emang mesum"

"apa? coba ulangin"

"gak"

"jadi sepakat?"

Tristan mendengus nafas nya kasar, ia capek jika harus berdebat terus dengannya. Mending iyain aja, kalau dibantah terus sampai ke ujung dunia pun ga akan kelar.

"hm"

"hm doang?"

"IYA JEN, IYAAA"

"gitu dong yang jelas"

"kenapa sih? nyebelin deh lo"

Jendra hanya tertawa kecil melihat kelakuan Tristan. "kamu lucu soalnya kalo lagi marah"

"sialan, dikira gue apaan kali" gumam Tristan.

"aku masih bisa denger kamu ngedumelin apa, sayang"

Tristan menahan rasa frustasi nya itu dibalik helm nya. Padahal di dalam batinnya ia sudah banyak mengeluarkan kata-kata ajaib nya itu yang Jendra tak mungkin dengar. Ia heran, kenapa lelaki didepannya itu jadi jauh lebih nyebelin?

tak heran dirinya sebegitu membencinya dulu pada Jendra yang setiap hari hampir bikin biang masalah, apapun itu.













T B C
votement <3

Medicine; JaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang