: Part 1

16 0 0
                                    

E V A L U A S I
---

Keramaian lapangan sekolah yang tadinya berpusat ke tengah lapangan, seketika lenyap saat para pemilik suara tahu mengenai bola yang terlempar ke luar area.

Secara spontan, pandangan mereka langsung tertuju pada hal yang terjadi berikutnya.

BRAKK

Hanya dalam sekejap, suara itu membuat Nata dan kardus di depannya menjadi pusat perhatian. Ditambah lagi saat seorang lelaki berpakaian jersey kemudian datang ke dekatnya dengan tujuan mengambil barangnya.

"Nat, lo gapapa?" tanya Fernan khawatir.

Nata yang saat itu sedang terduduk di lantai menarik paksa sudut bibirnya lantaran banyak mata yang sedang menatap. Gadis itu kemudian membereskan barang yang terekspos ke luar dari kardus dan memasukkannya kembali ke tempat.

Saat tangan Nata dan Fernan tengah membereskan barang, sepasang tangan lainnya hadir dan ikut membantu keduanya. Hal itu mengundang teriakan para siswi yang menilai bahwa perbuatan lelaki yang mereka tatap ini adalah hal menakjubkan.

Nata dan Fernan tak memedulikan suara-suara di sekitar mereka,

hingga akhirnya satu suara berhasil membuat Nata dan Fernan lemas di tempat.

"Eh, itu kayanya barang-barang buat acara selanjutnya gak sih?"

"Loh? Iya. Kayanya mereka bakal ngadain lomba individu, deh."

Jantung Nata berdegup lebih cepat. Ia bertatapan dengan Fernan sembari mengirim signal darurat. Keduanya mempercepat gerakan.

Saat semua barang sudah masuk ke dalam kardus, Nata segera mengangkat kardusnya dan memberitahu Fernan bahwa mereka harus cepat pergi dari area ini.

Setidaknya itulah yang diingat Nata sedari ia tiba di ruang musik untuk meletakkan kardus.

Sepanjang acara, Nata gelisah memikirkan bagaimana pendapat panitia lain jika mendengar ada satu acara yang gagal karena dirinya.

Ya, gagal. Gagal karena banyak siswa yang sudah tahu tentang acara yang akan datang.

Alasannya?

Menurut Nata, alasannya adalah dirinya. Alasannya ada pada pikirannya yang sedari tadi menghantui dirinya.

"Agh!"

Nata memukul dinding di samping tempatnya berdiri. Sekitar sepuluh menit lagi merupakan acara terakhir bagi panitia, yaitu evaluasi kerja. Ingatannya tiba-tiba mendatangkan pada sepasang tangan yang ikut membantu membereskan barang ke kardus.

Namun, Nata tak bisa mengatakan apa pun tentang hal itu.

Baru saja dipikirkan, pemilik sepasang tangan yang dipikirkan Nata tiba-tiba muncul memberi sapaan pada bahu Nata. Gadis itu menoleh dengan tatapan lelah sambil menelisik seseorang yang berhasil menjeda pikiran kacaunya.

"Ada apa?"

Lelaki itu tersenyum manis. Matanya memandang tanda pengenal milik Nata yang masih tergantung di lehernya.

SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang