3. DOUBT

20 13 21
                                    

"Cinta sepihak itu menyakitkan. Berjuang sendirian, lalu terluka sendirian pula. Bukankah itu menyedihkan?"

***

Seperti hari-hari biasanya, Alea selalu pulang kuliah menggunakan kendaraan online kalau Pak Jaka– supirnya sudah stand by di kantor bundanya bekerja. Seperti saat ini, ia sedang menunggu kendaraan online di halte yang berada tidak jauh dari kampusnya.

Bella sudah pulang terlebih dulu dengan motornya. Gadis itu sudah ada janji dengan teman SMA-nya. Maklum, Alea belum bisa menggendarai motor. Ia masih takut mengendarai kuda besi itu. Ada sedikit trauma karena pernah jatuh dari motor dan berakhir kakinya terluka.

Alea melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya dengan malas dan sesekali menatap layar ponselnya untuk melihat kendaraan yang akan menjemputnya. Jam menunjukkan pukul setengah enam, yang artinya sudah lewat tiga puluh menit dari jam seharusnya selesai mata kuliah karena tiba-tiba dosennya meminta waktu tambahan. Tak sadar langit mulai jingga dan matahari akan menenggelamkan sinarnya.

Ketika melihat kearah ponselnya lagi Alea mendengus kesal karena menurutnya kendaraan yang ia pesan kali ini lebih lama menjemputnya, tidak seperti biasanya ia hanya menunggu paling lama tiga menit. Terlebih kendaraan yang ia pesan saat ini hanya diam di tempat, jelas sore itu terasa lebih macet dari biasanya.

"Abangnya lama banget datangnya, nggak bisa lewat jalan tikus aja apa?" Alea menggerutu sambil mencoba menghubungi sang pengemudi. Tak berselang lama panggilannya tersambung terdengar suara bising dan klakson yang saling bersahutan, "Maaf, Kak. Di sini macet banget ada truk mogok di tengah jalan. Kakak mau nunggu atau di cancel aja?" tanya sang pengemudi di seberang sana.

Mendengar itu Alea hanya mendengus pasrah, "Kalau saya cancel aja nggak apa-apa, Bang?" sang pengemudi mengangguk meskipun Alea tidak melihatnya, "Nggak apa-apa, Kak. Maaf ya jadi nunggu lama," sesal pengemudi itu.

"Nggak apa-apa, Bang. Terima kasih, ya," jawab Alea kemudian mematikan sambungan panggilannya kemudian menekan pilihan cancel di aplikasi online tersebut.

Di situasi dan suasana yang berbeda tepatnya di lapangan basket indoor Universitas Utama Jaya, sudah ada Jerry, Raka, dan Gery tak lupa satu wanita cantik yang selalu menemani mereka setiap bermain basket, Karin. Mereka beristirahat di pinggir lapangan sambil menyeka keringat masing-masing. Napas yang saling bersahutan memenuhi telinga Karin dan gadis itu hanya tersenyum sambil menggeleng kepala.

"Resiko kalau punya teman tinggi-tinggi emang begini kali, ya?" ucap Raka sambil membuka tutup botol minumnya. Jerry dan Karin langsung menatap kearah Raka sambil memasang wajah bingungnya, "Langkahnya lebar-lebar banget, sekali shoot langsung masuk," lanjutnya.

Gery yang mendengarnya hanya terkekeh kecil, "Harusnya dari SD lo ikut basket, Rak. Biar gedenya kayak gue, lo mungil banget jadi orang," ledek Gery. Memang diantara mereka hanya Raka yang terlihat mungil diantara sahabat-sahabatnya, padahal tinggi badannya lumayan tinggi untuk ukuran laki-laki sepantarannya sekitar 170 cm tetapi memang sahabatnya yang tumbuh cepat sehingga mirip tiang listrik berjalan.

Raka mendengus kesal mendengar ledakan Gery, memang mereka berdua jarang akur dan akan selalu menggunjing satu sama lain, maka tak heran jika tidak ada keributan di antara mereka terasa sepi, "Lo ngomong sekali lagi gue ikat di ring basket, Ger," cibir Raka. Gery hanya menjulurkan lidahnya bermaksud meledek laki-laki mungil itu.

"Gue kalau lihat persahabatan kalian kayaknya seru banget, ya," sahut Karin sambil terkekeh di terakhir kalimat.

"Seru banget, Rin, kalau baru sehari. Kalau seterusnya yang ada pusing," jawab Jerry. Gery mencibir, "Ah yang benar. Kalau pusing lo juga pasti cari kita. Iya nggak, Rak?" ledek Gery. Raka hanya mengendikkan bahunya.

Deep DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang