Happy Reading...
***
"Kalau lo nggak kuat, mending jangan dilihat. Daripada lo sakit hati, dia aja nggak ngertiin lo." Celetuk Nevan tiba-tiba, membuat Alea langsung masuk ke dalam aula lagi. Nevan mengikuti langkah Alea hingga ia masuk ke dalam aula.
Keduanya sudah duduk di kursi awal mereka tempati. Alea yang masih diam sambil menatap kearah depan sedangkan Nevan melirik gadis itu melalui ekor matanya, ada raut kecewa di wajah Alea. Nevan mengarahkan badannya untuk menghadap Alea, ia manatap Alea dari sisi samping. Alea yang memiliki hidung mancung, bibir yang mungil, dan bulu mata lentik tidak di sia-siakan Nevan untuk mengagumi ciptaan Tuhan yang menurutnya sangat sempurna.
Hingga Alea menyadari bahwa laki-laki di sampingnya sedang menatapnya langsung menoleh, sempat terperanjat dalam manik cokelat milik Nevan. Tenggelam terlalu jauh, sama seperti dulu tidak ada yang berbeda. Mata terindah yang akan selalu paling indah menurut Alea.
Hingga Alea menyadari kesalahannya, ia langsung memutuskan kontak matanya dan memalingkan wajahnya. Ini tidak seharusnya terjadi. Harusnya ia pergi saat melihat Jerry dan Karin bersama di lapangan bukannya justru masuk lagi ke dalam aula dan terjebak bersama Nevan. Tapi semua keinginannya seolah tidak berguna. Ia tetap memilih kembali ke aula dengan kedua tangan yang mengepal.
Nevan tersenyum kecut, semuanya telah berubah. Dulu, saat mereka bertatapan, Alea akan merasakan pipinya merona karena malu. Alea akan terus tersenyum saat mata mereka bertemu dan membuat Nevan juga ikut tersenyum. Namun sekarang berbeda. Semua yang dulu pernah ia lakukan dengan Alea nyatanya hanya tinggal kenangan yang tersimpan dalam memori dan tanpa bisa terulang kembali.
Alea berusaha sekuat mungkin untuk tidak pergi dari aula, karena masih harus menunggu Bu Farah, jika ia harus pergi dosen cantik itu akan memarahinya. Selain itu, kakinya terasa kaku hanya untuk menjauh dari laki-laki itu.
"Al!" panggil Nevan dengan lembut. Ia tahu, kalau Alea sekarang menghindar darinya. Ini memang resikonya karena pernah menyakiti gadis rapuh itu. Ia pantas mendapatkannya. Tetapi kenapa rasanya sesakit itu untuk Nevan.
Alea mendengar Nevan memanggilnya. Tapi rasa kecewanya terlalu besar, hingga ia tidak ingin sekali pun merespon Nevan. Rasa sakit hatinya masih membekas. Selain itu, mulutnya terlalu kelu hanya untuk berdeham menanggapi Nevan. Belum lagi karena melihat kekasihnya justru lebih dekat dengan orang lain bukan dirinya yang jelas-jelas kekasihnya.
"Al, benar lo pacaran sama Jer–" ucapan Nevan disela oleh Alea dengan cepat. Ia tahu ke mana arah pembicaraan Nevan.
"Mending lo pergi sekarang kalau mau tanya itu, Kak. Nanti biar gue yang bilang Bu Farah lo masih ada kelas," potong Alea. Sebenarnya bukan kalimat itu yang ingin Alea katakan. Tetapi, kenapa justru mengeluarkan kalimat tersebut.
Alea merutuki kebodohannya sendiri. Harusnya ia tidak mengatakan hal itu pada Nevan. Karena Nevan bisa saja menyimpulkan bahwa ia perhatian dengannya, karena melindungi laki-laki itu jika tidak hadir di aula. Padahal, aslinya ia hanya ingin Nevan tidak bertanya tentang hubungannya dengan salah satu sahabat mantan kekasihnya itu.
"Bentar, Al. Oke, gue nggak bakal tanya itu karena gue udah tahu jawabannya, tapi gue mau bicara sesuatu sama lo. Jangan pergi dulu. Setelah gue bicara, lo bebas mau pergi bahkan menghindar dari gue, silahkan." Mohon Nevan masih menatap Alea yang memalingkan wajahnya.
"Nggak ada yang perlu dibicarain lagi, Kak. Semuanya udah terlalu lama. Biarin aja. Nggak usah diungkit-ungkit lagi, lah," balas Alea malas.
"Ada sesuatu yang harus gue luruskan. Kali ini aja, Al. Biarin gue jelasin semuanya ke lo. Kasih gue kesempatan buat dapat permintaan maaf dari lo," ucap Nevan penuh harapan.
Ale menatap lurus ke depan, pikirannya masih terbayang kejadian yang ia lihat di lapangan tadi. Diam-diam Alea tersenyum lebih tepatnya senyum menyedihkan, "Kasihan banget jadi lo, Al. Lo cuma jadi bayangan Kak Jerry di saat Karin yang jadi pemeran utama nggak ada." Batin Alea.
Alea pun melirik Nevan, "Apa? Jangan lama-lama, keburu Bu Farah datang. Gue harus balik ke kelas." jawabnya ketus. Namun, Nevan tersenyum karena setidaknya Alea mau mendengarkan penjelasannya.
"Dengerin gue dulu, Al. Sekali aja," mohon Nevan lagi.
"Iya."
"Jujur, aku nggak bisa begini. Tiga tahun kamu selalu ngehindar dari aku, Al. Setiap aku main ke rumah kamu sama mama, lo selalu di kamar dengan alasan tidur. Padahal aku tahu, kalau kamu nggak tidur, tapi kamu ngehindar," ucap Nevan.
"Kata siapa? Aku benaran tidur, kok! Makanya jangan sok tau!" sanggah Alea tak terima. Nevan tersenyum melihat Alea yang masih saja keras kepala. Gadis itu memang tak pernah berubah.
"Aku tau, Al."
"Terserah deh mau percaya atau nggak," balas Alea ketus.
Saat masih menjadi sepasang kekasih mereka memang menggunakan aku-kamu, tetapi setelah mereka putus entah dari mana kata lo-gue muncul diantara mereka. Sekarang Nevan menggunakan aku-kamu lagi karena menurutnya sekarang adalah waktu yang tepat untuk membalikkan kepercayaan Alea lagi, semoga saja.
"Aku tahu, Al. Kesalahan aku besar banget. Bahkan aku tau, kamu nggak akan mau kita balik lagi kayak dulu. Tapi jujur. Rasa suka aku nggak pernah sedikit pun berubah buat kamu," ungkap Nevan.
Nevan menghela napasnya panjang, sebelum melanjutkan ucapannya kembali, "Aku nggak minta buat kita balik kayak dulu lagi. Tapi aku cuma mau kita temenan. Sahabatan bukan hal yang buruk, kan? Dan aku cuma mau kamu maafin aku dan percaya sama sama aku lagi, Al. Udah itu aja." Lanjutnya.
Alea tertegun mendengar ucapan laki-laki di sampingnya. Sebenarnya, ia sudah memaafkan Nevan. Ia menghindari Nevan karena ia takut tidak bisa melupakannya.
"Al, aku minta maaf. Maaf untuk semua yang pernah aku lakuin. Maaf buat semua rasa sakit kamu. Maaf atas semua luka yang aku kasih," jelas Nevan sangat tulus. Alea akhirnya memberanikan diri menatap manik mata Nevan. Tidak ada kebohongan di sana.
Dulu. Saat ia menatap mata itu, ia selalu merasa jantungnya berpacu cepat dari biasanya. Selalu ada rona merah yang menghiasi kedua pipinya. Namun, berbeda dengan sekarang. Tidak ada getaran itu lagi di dadanya. Tidak ada rona merah lagi di kedua pipinya. Karena sekarang ia tahu, hatinya sudah berpindah pada yang lain. Nevan bukan tempatnya pulang lagi untuk sekarang. Karena sekarang, sepenuhnya hatinya hanya untuk Jerry.
"Oke, aku maafin kamu, Kak." Balas Alea dengan yakin.
Nevan membelakkan matanya. Hampir saja ia berputus asa, namun ternyata apa yang Alea ucapkan bisa membuat setengah jiwanya kembali lagi.
"Ben–"
"Eits, tapi ada syaratnya!" sela Alea.
"Apa?"
"Beliin es krim." Tanpa ragu Alea langsung meminta persyaratan kepada Nevan. Menjadi kebiasaan Alea jika ia ingin meyakinkan lawan bicaranya. Nevan terkekeh, Alea memang tidak berubah. Ia masih seperti dulu. Saat sedang marah, pasti langsung meminta es krim.
"Dasar anak kecil!" celetuk Nevan sambil mengacak-acak pelan rambut Alea. Setelah tiga tahun tidak berinteraksi dengan Alea, akhirnya Nevan dapat merasakan lembutnya rambut Alea dan tatapan yang meneduhkan dari gadis itu, yang sampai sekarang masih menjadi favorite Nevan.
"Kak... jangan usil tangannya," rajuk Alea.
Nevan berjanji pada dirinya sendiri. Ia tidak akan mengecewakan gadis itu lagi. Ia akan menjaga Alea dan tidak akan pernah menyakitinya lagi. Cukup masa lalu saja yang membuatnya melukai gadis cantik itu. Ia tidak akan mengulangi kesalahannya. Alea tidak berhak untuk disakiti.
Meskipun hanya kata sahabat yang melekat di antara Nevan dan Alea, tetapi perasaannya Nevan yang sebenarnya masih sama pada Alea. Perasaan yang tidak akan berubah sampai kapanpun. Nevan masih mencintai Alea. Sepenuh hati.
***
Yeyy!!!! Akhirnya Alea maafin Nevan yuhuuuuuu
Mereka udah baikan nih sekalian buat balikan aja gak sih? wkwkwkw
Jangan lupa komen yang banyaaaakk
See you
StarBiu, 10 Juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Down
Fiksi RemajaJerry Pradipta seorang bad boy yang digandrungi hampir seluruh mahasiswi Utama Jaya. Kalau kata orang, fisiknya memang sempurna tetapi ia tidak seperti yang terlihat. Di dalam, Jerry mempunyai banyak masalah terutama masalah dengan kedua gadis yang...