⚛️ AIR MATA DAN AMBISI ⚛️
Singgah di sebuah restoran hotel bintang lima menjadi tujuan perjalanan yang dilakukan Victor sejak tadi. Jillian hanya bisa pasrah saat pria itu menyeret dan menyerukan kalimat perintah tegas yang mutlak tak ingin dibantah. Lagipula melawan kehendak Victor tidak akan berakhir membawa dirinya pada kemenangan, melainkan kemalangan yang akan membuatnya semakin menderita dalam kuasa pria itu.
Dengan embel perayaan wisudanya, pria itu memesan sebuah ruang privat dalam restoran hotel mewah tersebut. Dan Jillian, dia bagai seorang kacung yang hanya bisa menurut dan tunduk saja mengikuti kehendak Victor.
“Mohon ditunggu.”
Kepergian pelayan yang mencatat menu yang dipesan Victor tadi kini menyisakan keheningan bagi keduanya. Jillian tak sama sekali menatap wajah Victor di depannya. Kekesalan dan amarah Jillian masih ada pada Victor setelah perbuatan lancangnya di mobil tadi.
"Kau puas dengan gelar S1 sekarang? Aku bisa saja membantumu bilamana gelar Doktor yang kau inginkan." Perkataan Victor tadi berhasil menarik perhatian Jillian.
"Jikapun kau ingin membantu, lepaskan aku dan biarkan aku hidup jauh darimu," balas Jillian sinis.
"Aku bisa saja melakukannya...." Pria itu menggantungkan ucapannya, kemudian dengan gerakan terencana mendekat pada Jillian. Dengan seringainya Victor lalu melanjutkan, "Akan tetapi, aku tidak yakin jika kau akan baik-baik saja bila tidak berada di dekatku."
Gigi milik Jillian bergemelatuk menahan rasa kekesalan dalam hatinya, matanya semakin menajam menyorot Victor. "Kau terlalu percaya diri mengatakan hal itu," decihnya.
Seulas senyum miring tersungging di sudut bibir Victor, terlihat kejam tanpa sinar menyenangkan.
"Ya tentu saja, karena aku yakin. Sebaliknya hal itu kupertanyakan padamu, apakah kau seyakin itu bisa hidup tanpa bantuanku?" ujar Victor. Kini posisi pria itu sudah kembali menyandar pada sandaran kursinya.
"Sedari awal bantuanmu sama sekali tidak pernah kubutuhkan," sahut Jillian.
"Ya baiklah. Apapun itu, kau tidak akan pernah bisa melarikan diri dariku kecuali aku sendiri yang menginginkan kau pergi," balas Victor
Hendaknya Jillian ingin membalas ucapan Victor tersebut. Namun kedatangan pelayan menghentikan niatnya tersebut. Pelayan wanita berseragam putih hitam tersebut menyajikan minuman di meja. Sejenak Jillian menatap gelas berisi Vanilla Latte yang disajikan untuknya.
Keheningan membentang, sementara Victor sibuk menyesap minuman di gelasnya seraya menatap lekat wajah Jillian yang hanya diam tanpa menyentuh minuman miliknya. Selang setengah jam kemudian menu makan malam yang dipesan datang. Semua menu nampak menggiurkan di mata Jillian, entah karena efek dirinya yang sama sekali belum mengisi perut sedari pagi atau karena memang makanan hasil racikan tangan koki itu yang kelewat luar biasa menggugah selera.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flow of My Life [END]
Любовные романыKetika Ibunya meninggal saat itulah hidup Jillian mulai berubah. Rumah semakin terasa seperti tempat asing baginya karena satu-satunya sosok orang tua di dalamnya tak berperan sebagaimana seharusnya sosok Ayah bersikap kepada putrinya. Dia tumbuh da...