10. Gemas

147 28 10
                                    

Alesha balik lagi ya. Terima kasih yang udah selalu dukung mereka. Jangan lupa tap love dan komen banyak-banyak. Biar semua tau ada Alesha di sini yang ngarep Farel kasih kejutan. Wkwk

🌺🌺🌺

"Fix, itu dosen suka sama lo."

Alesha di depan Iren melongo. Pasalnya perempuan yang sudah didapuk menjadi sahabat karib sejak dirinya masuk dunia perkuliahan mengatakan hal yang tidak masuk akal bagi Alesha.

Alesha tertawa. Tawanya seperti dipaksakan. Lalu tangannya mengibas. "Nggak usah bicara omong kosong deh, Ren. Lo lupa gimana matanya yang besar itu melotot ke gue pas gue telat masuk kelasnya?" Alesha menggeser posisi duduknya, menghadap penuh ke gelas minuman yang mulai mengembun.

"Gue inget kok, cuma waktu itu dan sekarang kondisinya udah beda. Dia tau kalau lo udah mau lulus, makanya sekarang dia mepetin elo." Iren lagi-lagi meyakinkan.

Alesha masih belum percaya. Tapi peduli setan dengan perasaan Pak Gilang. Dia lagi pusing sendiri lantaran Farel sampai saat ini belum menghubunginya.

"Udah ah, gue nggak mau bahas Pak Gilang. Gue lagi bete nih skripsi gue terancam mangkrak. Masa Farel belum kasih kabar ke gue juga?" keluh Alesha. Tangan kanannya mengaduk isi gelasnya.

"Lo mikir aneh-aneh enggak, Sha?" tanya Iren, lagi-lagi dia mengajak Alesha berpikir berat.

"Enggak." Farel bukan tipe lelaki yang suka aneh-aneh. Jadi, ya dia tidak punya pikiran aneh juga. Yang aneh itu Iren yang hobi overthinking.

"Gini loh. Di saat Farel menjauh, ada Pak Gilang yang pelan-pelan masuk ke hidup lo. Jangan - jangan jodoh lo bakal kelar sama Farel. Habis kalian kelamaan pacaran."

"Sembarangan aja."

Iren itu kadang suka asal ceplos. Untung Alesha sudah kebal. Selama hampir empat tahun mengenal perempuan itu, baik buruk Iren sudah sangat Alesha hapal.

Iren terkikik melihat reaksi Alesha. "Sori. Tapi biasanya asumsi gue tepat."

Alesha memelotot. "Lo doain gue putus sama Farel?"

"Ya, enggak gitu. Cuma maksud gue..." Iren menggantung kalimatnya, sementara matanya tampak tak berkedip menatap sesuatu, entah itu apa. "... Nggak ada rotan, pohon jati pun jadi."

Alesha spontan mengernyit dengan kalimat tidak nyambung yang Iren lontarkan. Dia melirik gadis di sampingnya yang sekarang seperti orang kesurupan. "Et dah lo kenapa sih, Ren?"

"Lihat di depan sana, Sha. Itu yang gue maksud pohon jati," ucap Iren tanpa mengalihkan pandang, membuat Alesha ikut serta menggeser pandangan ke arah yang Iren maksud.

Alesha bisa melihat Nevan tengah berjalan ke arahnya. Secara bersamaan dia juga melihat Iren menyisir rambut panjangnya dengan jari jemari tangannya.

"Nevan? Kok lo di sini?" tanya Alesha sesampainya Nevan di hadapannya.

Wajah Nevan tampak bete. Dia menengok jam tangannya. "Makannya udah kan? Kalau gitu gue antar lo pulang."

Alesha makin tidak paham. Datang-datang Nevan mengajaknya pulang.

"Lo ke sini mau jemput Alesha?" tanya Iren yang matanya tidak mau berkedip saat melihat wajah bening Nevan.

"Iya. Dia udah nggak ada urusan lagi di sini kan?"

Iren mengangguk-angguk. "Nggak ada, dia udah selesai bimbingan kok. Lo bawa aja dia," ujar Iren seraya menabok-nabok punggung Alesha.

"Oh, oke."

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang