Dia yang menginginkan

2.1K 108 6
                                    

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Satu minggu berlalu sejak anak kota itu datang, rupanya penolakan yang aku berikan di hari pertama tidaklah membuat dirinya putus asa.

Aku Porcshè anak kedua dari dua bersaudara. Saat ini tengah dihadapi dengan kesulitan, aku lupa namanya siapa tapi yang jelas orang gila itu datang ke wilayah milikku dan menginginkan tanah ini.

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Pagi menyingsing, menggantikan nona rembulan untuk berjaga. Dua menit telah berlalu sejak aku bangun dari kasur nyamanku. Masih dengan muka bantal khas orang tidur, aku beranjak menuju kamar mandi dan mencuci muka guna menyegarkan wajahku. Ini masih jam enam pagi, tapi sudah menjadi rutinitas bagiku untuk bangun lebih awal seperi biasa.

Tidak ada yang kegiatan khusus hari ini, masih seperti yang sebelumnya; membuat sarapan serta bekal, berangkat sekolah dengan Ruru- skateboard hitam milikku, lalu setelah pulang aku akan membajak kebun di sebrang sungai sana.

Semuanya berjalan dengan normal, sampai saat pulang dari sekolah, aku harus melihat iring-iringan mobil hitam layaknya pawai di ibukota. Alisku mengkerut bingung, karena tidak biasanya ada pengunjung ke daerah terpencil ini. Bisa dibilang, wilayah yang aku tinggali ini sangat jauh dari ibukota. Dan terlebih lagi, akses kendaraan yang diperlukan untuk ketempat ini tidak mudah. Ada banyak kelokan, tikungan dan tanjakan tajam guna sampai ke sini. Dan tidak jarang terjadi kecelakaan minor di tengah perjalanan.

Tapi semua kesusahan itu akan terbayar dengan setimpal, alam di sini masih sangat suci. Jauh dari segala macam teknologi dan racun yang sudah terbiasa ditemukan di kota besar sana. Hanya mereka yang memiliki niat tangguh untuk bisa ke sini, tapi saat melihat lima mobil mewah melintas di sini, rasanya ada yang tidak beres.

"Che, kenapa melamun?"

Civitavecchia tiba-tiba saja muncul di hadapanku, ia sama sepertiku yang masih mengenakan pakaian sekolah. Rencananya kami ingin mengerjakan tugas hari ini di rumahnya, namun gagal karena pertengkaran kedua orangtuanya. Jadi aku menyarankan untuk mengerjakannya di rumahku saja, yang mana tidak ada orang selain diriku.

"Nope, cuma tadi liat ada banyak mobil yang lewat. Jadinya aku penasaran," aku tepuk pundak Chia guna melanjutkan perjalan, "Lebih baik kita bergegas, sore ini aku ada janji dengan paman Pong untuk membantunya di kebun."

Chia menyetujui ucapanku, kami berdua bergegas menuju rumahku dengan menaiki skateboard masing-masing. Selain aku, hanya beberapa anak muda saja yang bisa menggunakan skateboard ini. Sisanya memilih untuk menaiki sepeda atau berjalan kaki.

Saat melewati rumah Tuan Cho, aku menjalankan skateboard-ku dengan lambat. Bukankah itu mobil yang aku lihat barusan di jalan utama? Apa mungkin mereka tamu dari Tuan Cho?

"Sepertinya tamu dari ibukota." Ucapan Chia membuatku mengkerutkan alis lebih dalam, tiba-tiba saja perasaan tidak tenang mulai menghantui diriku. Terlebih lagi dari mana datangnya para pria berbadan kekar itu, hah?

"Chia, ada yang tidak beres. Ayo ke sana," langkahku tertahan saat ingin beranjak dari sisi Chia. Aku menoleh padanya seolah bertanya tentang maksud dari tarikannya barusan.

"Aku rasa tidak perlu, apa kamu tidak lihat orang-orang yang berjaga di luar sana? Mereka... terlihat menyeramkan, aku takut jika kita nanti mendapatkan masalah karenanya."

Ucapan Chia ada benarnya, lagipula siapa yang tidak akan takut jika berhadapan dengan sekelompok pria berbadan besar dengan otot yang super menonjol itu? Mungkin ditiup oleh mereka sudah buat badanku terbang, aku bercanda.

11:11 [KIMCHAY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang