Pertama kali

139 20 3
                                    

Ruang bawah tanah

Keringat menetes membasahi dagunya. Detak jantung yang berbunyi tidak teratur menjadi bunyi di antara keheningan yang mencekam, Chay yang tengah berjuang dengan gejolak penolakan harus menghadapi kenyataan yang pahit. Setuju ataupun tidak, Chay terpaksa untuk mengikuti permintaan-jika tidak ingin disebut dengan perintah -Kim. Karena sekeras apapun dirinya mencoba, ia akan tetap kalah dengan ucapan pria itu.

Setiap bunyi peluru yang terlontar, membuat Chay selalu mengingat kejadian hari itu. Ia bersyukur setidaknya masih bisa berdiri dan bernafas di sini dengan tubuh yang utuh, atau ledakan yang menewaskan-tidak, tidak lagi ia mengingat hal itu. Sudah cukup dengan mimpi buruk dan jam tidur yang berkurang, Chay sedang tidak ingin mengingatnya lagi untuk sekarang.

Sesekali Chay akan melirik Kim yang berdiri tidak jauh darinya, katanya ini semua demi dirinya, bertahan hidup dan membela diri. Tapi Chay tidak mengerti, bagian mana dadi hidupnya yang mengharuskan ia bertahan dan membela diri?

"Fokus, Chay!"

Suara Kim yang lantang menyentak kesadarannya, ia terperanjat saat mendengar suara keras tersebut. Tak bisakah Kim berkata lebih pelan?

"K-Kim..." ia pasrah, tahu jika ini semua tidak berguna. Sekali lagi, Chay melirik Kim dan setelahnya ia lemparkan pistol tersebut menjauh darinya. Tangisan yang sedari tadi ia tahan akhirnya keluar, pukulan dan jambakan pada kepalanya tidak hentinya ia berikan pada diri sendiri. Chay meraung, mengingat betapa seramnya semua.

Sial, sial, sial!

"Berhenti," Kim berujar sembari menatap dingin pada Chay. Tidak ada sirat penyesalan dalam dirinya, ia juga tidak tahu harus bagaimana menghadapi emosi seperti ini. Namun rupanya perkataannya tidaklah memiliki pengaruh, Chay masih terus berusaha untuk melukai dirinya sendiri.

Kesal, Kim menarik paksa kedua tangan Chay. Ia genggam dengan kuat lengan tersebut tanpa ada niat melepaskannya sedikitpun. "Jika kamu tidak berhenti, aku bersumpah akan menyakitimu lebih dari kamu menyakiti diri sendiri."

Mulanya itu tidak berhasil, tapi sepertinya Chay sudah merasa lelah dan memilih untuk menyandarkan wajahnya pada bahu Kim. Ia masih sesegukan, tapi setidaknya tidak ada suara keras seperti tadi. Sedangkan Kim, pria itu nampaknya masih sedikit kikuk dengan Chay yang menempel padanya. Dan lagi, Kim hanya membiarkan Chay melakukan apa yang ia mau.

"A-aku hanya tidak ingin memegang senjata itu lagi, Kim."

Kim menganggukkan kepalanya pelan, "Kita akhiri sampai di sini, istirahatlah."

☆♬○♩●♪✧♩  

Kinn menghirup dalam asap nikotin di bibirnya, matanya yang kosong menatap hampa pada dua anak adam yang sedang berdiri di hadapannya. Dengan Porchay yang tertidur pada gendongan Kim, ia terlihat damai dan lagi, wajahnya persis dengan seseorang yang selama ini ia cari.

"Aku semakin yakin jika mereka adalah saudara," mendengar ucapan Kinn barusan, Kim hanya merotasi kan bola matanya bosan.

Bukankah sudah pernah ia katakan?

"Lalu apa hanya itu saja? Kau tahu, anak ini sedikit berat."

Kinn mendengus, "Fine, berikan aku alamat di mana ia tinggal. Aku ingin menyelidiki tentang saudaranya itu, bagaimana?"

Mata Kim menatap tajam pada Kinn, ada gejolak yang menentang dirinya untuk memberikan alamat tersebut. Padahal ketimbang meminta pada dirinya, Kinn bisa meminta itu pada Arm atau Big dan Kim sangat yakin jika mereka akan langsung memberikannya tanpa banyak bertanya.

"Tidak, tanyakan nanti pada anaknya jika ia sudah bangun. Aku selesai," setelahnya, Kim segera bergegas menuju kamar pribadi miliknya.

Porchay itu heavy sleeper, apalagi setelah ia menangis tidak karuan seperti tadi, Kim semakin yakin jika Chay tidak akan bangun jika itu bukan karena dirinya yang ingin bangun. Itu tidak masalah, karena Chay tidak akan melihat bagaimana wajahnya dipenuhi dengan rasa bersalah dan juga amarah. Jika ia melihatnya, Kim bisa pastikan jika Chay akan semakin takut pada dirinya.

11:11 [KIMCHAY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang