Dia yang marah

85 12 0
                                    

Pengelihatannya ditutupi dengan kain berwarna hitam pekat. Porchay dituntun masuk ke dalam sebuah van putih tanpa ia tahu akan dibawa kemana dirinya, entah ia akan dijual atau organ tubuhnya diambil dan dirinya akan mati. Yang mana pun itu, tidak akan berakhir dengan bagus.

Selama perjalanan ke entah mana itu, ia berdoa dalam hati sembari menghitung setiap detik yang terlewat. Jaga-jaga jika ia bertahan hidup, ia harus mengingat setiap detik yang terlewat. Kalau tidak salah ingat, ia dibawa oleh pengawal lima belas menit sebelum kembang api berbunyi. Berarti, jika ia benar, maka sekarang sudah cukup lama waktu terlewat. Yang mana tempat yang mereka tujuan cukup jauh dan ini, bukan pertanda bagus.

Karena dirinya yang diam dan tidak memberontak, banyak pasang mata yang melihat sembari bertanya dalam pandang. Mereka terlihat bingung dengannya, biasanya jika seorang korban penculikan akan memberontak dan berisik saat tahu jika akan diculik. Tapi tadi saat Porchay diminta—

"Jangan menatap seperti itu, tuan-tuan sekalian... aku malu, sungguh..."

Ada senyum menyeringai dari sosok yang duduk dihadapannya, seumur hidupnya berkecimpung dalam bisnis gelap, baru kali ini dapati korban yang terlihat tidak takut sama sekali. Ia terlihat sangat tenang, seperti air yang mengalir tanpa tujuan yang jelas.

"Buka penutup matanya," ucap Gin tenang.

Saat penutup mata tersebut terbuka, hal yang pertama Porchay lakukan adalah, mengucapkan terima kasih. Ia tersenyum kecil menatap para orang dewasa dengan tampang seram yang ada di sekelilingnya. Dalam hatinya ia mengumpat, ia mengasihani dirinya karena dengan pasrah diculik begitu saja tanpa adanya perlawanan. Jikalau ia melawan juga rasanya percuma, ia tidak bisa melawan senjata api yang ada di setiap pinggang para penculiknya ini. Porchay masih ingin hidup, ia tidak ingin mati dengan sia-sia.

"Well, may i ask you guys some a question?" Entah keberanian dari mana itu datang, tiba-tiba saja kalimat itu terucap begitu saja dari bibir kurang ajarnya.

"Go on."

Apa itu artinya ia diijinkan? Sepertinya ini akan menjadi pertanda bagus, mungkin saja ia bisa berunding dengan bos mereka nanti dan jika berhasil, ia akan pulang dengan selamat tanpa harus kehilangan satu atau dua organ tubuh miliknya.

"Apa kalian kelompok kucing yang menyerang saat di wilayah selatan?"

Ha, bukankah itu tidak bisa diprediksi?

Gin tertawa kencang mendengarnya, ia menatap takjub pada pria kecil tersebut. Di sampingnya, Vodka malah memberikan tatapan terkejut bukan main. Begitu juga dengan sisa anak buah yang ada di dalam mobil van ini, mereka tidak pernah menyangka jika korban penculikan kali ini akan bertanya seperti tadi.

"Bagaimana kau tahu?" Chianti bertanya sembari menodongkan senapan laras panjang miliknya, ia sudah siap kapanpun untuk membunuh serangga kecil ini.

"Aku tidak sengaja mendengarnya saat berada di kediaman Kim," Chay mengangkat bahunya kecil, "Jika aku bilang bisa mencium bau catnip pada baju kalian, apa itu bisa dipercaya?"

Tentu saja tidak, kecuali kamu adalah seorang kucing. Tapi dia hanyalah seorang manusia, bagaimana dia bisa mencium bau catnip di baju ini? Apa dia sedang bercanda?

"Anggap saja dia gila," celetukan kejam dari pria nomor tiga membuat Chay mendengus napas tidak peduli. Ia pasang wajah mengejek pada orang tersebut dan memberi tatapan sinis, lagian itu bukan hal yang baru baginya.

Gin masih menatap tajam pria tersebut, memikirkan alasan lain kenapa ia setuju untuk mengikuti rencana bodoh orang tersebut. Apa yang sebenarnya yang ia pikirkan saat itu, ia pun juga tidak paham.

11:11 [KIMCHAY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang