2. Menimbun Kebencian Dalam Hatinya

2.5K 708 50
                                    

.
.
.

    Setelah Hongjoong pergi dari rumah Yunho, bukannya pergi ke laut untuk menyusul Owen, Hongjoong justru pergi ke kantor pos. Hongjoong masuk ke dalam dan menuju sebuah ruangan dimana ada orang orang yang bekerja sebagai penulis pesan bagi mereka yang tak bisa menulis. Suara mesin tik sedikit mengganggu Hongjoong, namun dia tak bisa melakukan apapun dengan itu.

  "Kau datang lagi, Hongjoong." Suara seorang gadis muda menyapa indra pendengaran Hongjoong, dia menoleh ke arah gadis yang menunjukkan senyum ramahnya itu.

  "Aku ingin mengirim pesan untuk seseorang." Kata Hongjoong padanya.

  "Surat tanpa alamat lagi?" Tanya gadis itu sedikit tertawa.

  "Oh, tidak.. sertakan alamat di suratnya." Kata Hongjoong.

    Gadis itu tampak terkejut, "tak biasanya."

  "Aku akan membayarmu untuk menuliskan pesanku, Siyeon.. jadi bisakah kau tidak bertanya seperti aku akan mengirimkan surat ancaman kepada Florence Lawrence." Kata Hongjoong.

    Siyeon terbahak dengan perkataan Hongjoong barusan. "Baiklah, maafkan aku, Hongjoong. Tunggulah sebentar, aku akan menyerahkan surat surat ini dahulu sebelum menuliskan pesanmu."

    Hongjoong mengangguk, membiarkan gadis yang tiga tahun lebih tua darinya itu melakukan pekerjaannya. Hongjoong menyandarkan punggungnya pada dinding kantor pos sambil mengamati orang orang yang buta huruf sepertinya tengah mendikte para pekerja untuk menuliskan pesan mereka.

    Mata Hongjoong kemudian menangkap seorang pria berpakaian tentara yang tersenyum selama mengatakan pesannya pada si penulis. "Aku akan pergi ke perbatasan, sayang. Setelah misi ku selesai, aku akan memenuhi janjiku untuk menikahimu. Doakan aku, semoga Tuhan memberkatiku."

    Ketika tentara itu selesai, dia berjalan menuju pintu keluar, namun dia berhenti ketika seorang pemuda di sampingnya mengatakan, "jangan mengatakan apapun yang di akhir akan kau sesali."

    Si tentara tertawa, tersenyum sambil menatap pemuda itu. "Jika di akhir nanti aku mati di medan perang, itu tak masalah.. setidaknya aku mati atas nama tanah air ku."

    Mendapat jawaban yang menurut Hongjoong adalah sebuah keputusasaan membuatnya marah, "jika kau mati, kau akan benar benar mati!" Teriakan Hongjoong menggema di ruangan itu, "apanya yang mati atas nama tanah air, hah?! Mereka yang menyuruhmu bahkan akan segera melupakanmu setelah kau mati."

  "Oh, kau seorang anti-negara? Lihatlah dirimu." Kata si tentara, "kau berdiri si atas tanah yang memberimu makan dan minum, memberikanmu segala yang kau butuhkan."

   Hongjoong tertawa keras keras, "apakah negara yang tanahnya aku tapak ini jugalah yang membiarkan anak perempuan dilecehkan oleh seseorang yang berpakaian bagus sepertimu? Apakah ini negara yang pernah membiarkanku berkelahi dengan seekor anjing hanya untuk sisa makanan yang sudah basi? Atau inikah negara yang membiarkan seorang wanita tua mati karena kelaparan dalam amarahnya? Aku tak mengerti kenapa kau bisa mengatakan hal itu, Tuan. Mengikat janji dengan seorang wanita yang belum tentu bisa melihat jasad mu jika perang benar benar pecah."

  "Mungkin kau berpikir ini hanya karena aku miskin, jika aku punya uang, mungkin aku akan memiliki sedikit rasa hormat pada tanah ini, namun.. aku yang telah melihat begitu banyak hal di tanah ini, melihat bahwa dibalik para bangsawan yang tersenyum dengan cangkir berisi arak.. ada mereka yang harus diperlakukan tidak pantas hanya untuk makanan sisa, aku yakin aku tetap tidak akan memiliki alasan untuk mencintai tanah ini." Ucap Hongjoong.

    Semua orang di ruangan itu diam, mendengar semua yang dikatakan Hongjoong dengan telinga terbuka. Apakah mereka membentak pemuda itu? Tidak. Karena mau bagaimanapun, mereka juga mengetahuinya, bahwa apa yang Hongjoong katakan adalah kebenaran yang mutlak. Suara para korban ketidakadilan yang sebelumnya hanya terucap di tenggorokan, kini telah diwakilkan oleh pemuda berumur 17 tahun.

[✔] Klub 513 | Long Journey | Ep.1 : Desire (Departure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang