23. Sepenggal Kisah dalam Kunjungan

811 86 61
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

"Dan aku sudah siap!" ucap Giselle seraya memandangi diri di depan cermin. Air mukanya tampak cerah, sebab ini pertama kalinya ia akan melihat Kota Nethervile setelah sekian lama.

Aura positif itu menular kepada orang-orang di dalam ruangan yang sama dengan Giselle, Nyonya Clara dan Ann. Tak lupa pula desainer khusus istana pilihan Pangeran Hayden yang saat ini sedang sibuk menata tali di bagian belakang gaun biru selutut itu, pun tersenyum samar.

Sret...

Pintu kamar terbuka pelan yang menampilkan Pangeran Hayden bersama Russell. Hari ini, sang pangeran memang dijadwalkan untuk berkunjung bersama petugas khusus tersebut mewakili Yang Mulia Pangeran Jace yang tidak dapat hadir, karena kegiatan lain.

Melihat kedatangan Pangeran Hayden, senyum Giselle semakin merekah. Ia membalikkan tubuh menghadap sang adam sambil menepuk-nepuk gaun tersebut dan memamerkannya.

"Cantik," acap Pangeran Hayden lembut.

"Gaunnya memang cantik, Yang Mulia. Gaun ini pasti pilihanmu. Aku tahu bahwa seleramu selalu bagus," puji Giselle seraya menunduk berulang kali untuk memeriksa bawah gaun dan sepatu hak berwarna senada.

Pangeran Hayden terkekeh. "Maksudku, kau cantik."

"Eh?" Giselle mengangkat kepala dan menampakkan rona merah di wajah, "Te-terima kasih, Yang Mulia."

Perempuan itu terlalu sering mendengar pujian dari Pangeran Hayden. Namun, mengapa ia masih saja merasa gugup. Apalagi jika dirinya menjadi objek seperti saat ini, rasanya ingin bersembunyi dan menikmati perasaan membucah itu seorang diri. Tak bermaksud apapun, hanya saja pipi Giselle mudah sekali berubah warna menjadi merah ketika salah tingkah. Bukankah itu sangat jelas?

"Mari, Lady," ajak Pangeran Hayden, mengulurkan tangan kanan pada Giselle. Tanpa ragu, sang puan pun meraihnya dalam kebahagiaan yang tak terkira.

Sesampainya mereka di tangga utama depan Istana West, masing-masing petugas membukakan pintu mobil berwarna hitam tersebut yang membuat kedua insan menempati tempat duduk dengan nyaman di dalam sana. Tak butuh waktu lama, kendaraan roda empat tersebut meninggalkan kediaman megah sang pangeran.

Sepanjang jalan, Giselle dapat melihat bagaimana orang-orang memandang mobil yang mereka kendarai dengan seulas senyum. Tak sedikit memanggil nama Pangeran Hayden dengan lambaian tangan yang kuat, pun menggerakkan bendera Atharia berukuran kecil. Pangeran Hayden benar-benar mendapat atensi yang luar biasa. Dan itu membuat Giselle juga diliputi rasa bahagia. Giselle menoleh sebentar ke arah pangeran yang masih tersenyum kecil sambil membalas lambaian tangan orang-orang di luar sana. Terlihat ramah dan bersahabat.

Kendaraan kemudian melewati sebuah jalan yang tak asing bagi Giselle. Seolah memutar memori beberapa waktu lalu, Giselle merasa dadanya mendadak sesak. Bayangan saat mereka melewati jalan sambil membawa belanjaan sang gadis tersebut diselingi tawa Mark dan sesekali gerutu Julian, muncul dalam pikiran Giselle.

21 Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang