40. Akankah Menjadi Terakhir?

661 79 55
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

"Dia harus dikembalikan ke keluarganya, Patra. Dia akan menjadi bagian dari Istana Aglait dan kau tidak bisa mengubah takdir!"

"Tidak ada yang dapat membuatnya melangkah meninggalkan Pulau Arkala, Amanda. Dan dia akan menjadi bagian dari kita. Kau paham?"

"Namaku Eden. Tolong ingat terus hingga akhirnya kita bertemu lagi."

"Anehnya, kau pun tak tahu dan paham. Aku tidak bisa memaksakannya."

Deg....

"Hah hah...." Giselle tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya dengan peluh yang membasahi seluruh tubuh setelah suara-suara itu bergema dalam kepala. Ia terduduk dengan kedua tangan berada di sisi tubuh, seolah menopangnya. "Aku tahu semua itu. Ya ... aku tahu."

Tak ada yang lebih menakutkan dari suara-suara yang muncul dan mengganggu tidur, seakan-akan memori itu dipaksa untuk keluar di saat sang hawa bahkan tidak ingin untuk mengingat sebagian. Giselle kemudian memejam, mencoba menetralkan kembali perasaannya yang tak menentu.

"Lady, Lady, apakah Anda sudah bangun?" tanya Ann dari luar dengan nada yang sedikit tergesa-gesa.

Atensi Giselle sontak beralih pada sang pemilik suara. "Ya, silakan masuk, Ann."

Perempuan tersebut membuka tenda dan memperlihatkan raut wajah cerah. Tak ayal, Giselle dibuat kebingungan melihatnya. "A-ada apa?"

"Nona Anderson telah ditemukan pagi ini, Lady. Bersama Brianna!"

"Apa?" pekik Giselle.

Tanpa pikir panjang, Giselle pun bangkit, lalu keluar dari tenda dan berlari cepat meninggalkan Ann di belakang. Dari kejauhan sang hawa telah menemukan banyak mobil ambulance yang mengangkat para korban di sekitar reruntuhan asrama bayi Day Class setelah ia berlari selama beberapa menit dari tenda. Bergegas, Giselle pun mencari keberadaan Winter.

"Lady," tegur Jake seraya menengadahkan satu tangannya, "di sini."

Sebuah mobil ambulance dengan pintu tertutup itu pun sempat membuat Giselle merasa ketakutan, mengakibatkan sang hawa yang terpaku selama beberapa detik. Akan tetapi, setelah melihat anggukan singkat dari Ann dan Jake, ia pun membukanya, masuk, lalu menutupnya kembali.

"Giselle?"

"Winter!" Puan Hampton tersebut memosisikan diri tepat di samping tubuh sahabatnya, lalu meraih tangan yang kasar akibat paparan debu reruntuhan dan dingin karena berdiam diri semalam dalam kegelapan yang sulit untuk dijangkau.

Perempuan berambut pendek itu seketika menangis dalam dekapan Giselle. Tubuhnya yang telah terbaring dengan selang infus di punggung tangannya berhasil membuat Giselle menghela napas. Ah, setidaknya ia sudah lega melihat sahabatnya itu telah ditemukan dalam keadaan sadar, meskipun ia tak tahu bagian mana yang menjadi titik terparah tubuh Winter. Atau mungkin tidak ada? Giselle hanya berharap demikian.

21 Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang