Air panas

2.8K 389 13
                                    


•Renjun 3 tahun•


Memang pada dasarnya anak nakal, dibilangin juga tidak di dengar. Air panas di baskom dengan santainya malah dibuat mainan, apalah daya sekarang Jeno yang susah menenangkan Renjun dalam tangisnya.

Padahal sudah Jeno peringatkan jika jangan menyentuhnya, baru di tinggal beberapa menit sudah menjerit kesakitan membuat Jeno terkejut dan berlari dari kamarnya di lantai dua dan kembali menuju dapur.

"Sakit daddy Jen" si bayi masih saja menangis, hampir seluruh tangannya memerah.

"Kan lo juga udah di bilangin jangan nyentuh apapun, air panas lo buat kobokan ya gini jadinya" omelnya tajam, tapi tidak membuat Renjun mengerti. "Gimana coba? Gue ngga ngerti yang kayak gini harus di gimanain"

Jeno mau bertanya pada Eric namun takutnya akan mengganggu kegiatan belajar anak itu di kampus, kemudian dirinya teringat jika ada klinik di depan komplek lalu memutuskan untuk membawa Renjun sebentar kesana.

"Ayo sini ikut gue ke klinik, gue juga ngga ngerti masalah kayak gini"

Renjun yang masih menangis kini berdiri dan menurut, mengulur tangannya siap digendong. Akhirnya Jeno bawa anak itu keluar setelah memakaikan Renjun jaket.

Putusnya tidak memakai kendaraan apapun karena dikiranya dekat dengan klinik yang di tuju, Jeno memilih jalan kaki saja menuju kesana. Para tetangga yang Jeno tidak kenal juga sempat memandanginya heran, tumben sekali Jeno jalan kaki mengeluari rumahnya.

Dengan pakaian rumahan, dengan agak cepat langkahnya. Mereka akhirnya sampai di klinik tersebut. Sepi, tidak ada seorangpun.

Hingga sosok pria yang ia yakini dokter disini keluar dari dalam ruangan, kemudian mendekati Jeno yang nampak kebingungan. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu.

"Anda dokter disini?" tanya Jeno, bersyukur pria itu mengangguk mendengar pertanyaan Jeno. "Emm.. anak saya ngga sengaja masukin tangannya ke air panas, kalau udah melepuh gini saya ngga tau harus gimana. Tolong"

Dokter itu mengangguk, mempersilahkan Jeno memasuki ruangan lain yang ada disana. Diperiksa sebentar tangan itu kemudian memberikannya obat juga tidak lupa memberikan sesuatu seperti salep pada Jeno.

Mendengar Renjun yang terus merengek membuat dokter itu selalu saja mengelus lengan Renjun, menenangkan jika tangannya baik-baik saja.

"Nama kamu siapa?"

"I-injun"

"Injun? Kalau kamu berhenti nangis, tangan injun pasti cepet sembuh"

"Be-bener?" tanyanya masih terisak, menahan perihnya tangan.

Dokter itu mengangguk dengan senyum lembut. "Ayahmu pasti akan mengobatinya dengan baik"

Renjun menoleh pada Jeno, untuk ucapan itu Renjun paham. Yang diucapkan dokter itu begitu pelan tidak seperti Jeno.

"Apa dia sudah makan? Dia kelihatan lesu"

"Saya baru mau siapin makanan tapi keburu dia kesakitan jadi saya bawa dia kesini"

"Kalau begitu pastikan dia makan terlebih dahulu kemudian meminum obat nya" ujar dokter itu. Jeno mengangguk patuh kemudian menggendong lagi Renjun.

Setelah selesai dengan urusan administrasinya ia segera membawa Renjun pulang, terik matahari siang menyengat permukaan kulit Jeno mempercepat jalannya.

Nampak toko didepan sana membuat langkah Jeno berbelok dan mampir guna membeli sedikit cemilan untuk Renjun agar tidak menangis.

"Mau apa?" tanya Jeno.

Sesaat membuat Renjun bingung, perasan Renjun tidak meminta apapun. Tumben sekali Jeno menawarkan terlebih dahulu.

"Eskrim" jawab Renjun hati-hati bersiap untuk mendengar penolakan Jeno, namun diluar dugaan Jeno malah menurut dan membuka box ice cream. "Hm, yang mana?"

Dengan senang hati Renjun menunjuk ice cream kesukaannya, satu cup ice cream vanilla sudah Jeno ambil dua sekaligus. Tidak lupa beberapa keripik dan biskuit Jeno ambil random kemudian membayarnya.

.
.

Sampai dirumah ternyata sudah ada Eric, ntah Jeno lupa dengan jam kuliah Eric atau ada perubahan namun adiknya itu sudah duduk nyaman di meja makan bersama temannya.

"Siapa?"

"Hai kak. Gue Haechan, salam kenal" seseorang yang mengaku bernama Haechan itu berdiri dan menyalami Jeno.

"Kok pulang awal?"

"Dosen nya ada kepentingan dadakan kak jadi di tunda besok, katanya ngga bisa pertemuan online jadi ya.."

"Iya-iya" potong Jeno, teman Eric yang satu ini cerewet sekali.

"Loh? tangan Injun kenapa?" tanya Eric, dirinya bangkit dan mendekati Renjun, memeriksa tangan Renjun yang terlihat merah.

"Tadi di rendem di air panas"

"Kok bisa?"

"Ya lo tanya aja sama dia, gue udah bilangin jangan macem-macem atau nyentuh apapun. Dia malah naik kursi trus meja dapur.. trus tangannya di celupin. Ya bukan salah gue dong"

Bibir Renjun terus saja melengkung ke bawah, seperti menahan tangisnya. Mendengar suara Jeno yang meninggi merasa disalahkan. Jika saja si kecil tidak diingatkan dokter tadi jika tangannya akan cepat sembuh kalau tidak menangis.

"Nih gue beliin dia eskrim sama cemilan, urusin gih gue mau keluar"

"Mau kemana?"

"Mau keluar bentar sama ke resto"








Next Later

Baby Renjunnie ver 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang