Bab 9

727 96 20
                                        


Point Of View
Uchiha Sasuke

Semua orang pernah mengatakan jika aku adalah seorang ninja yang sempurna, mulai dari keturunan, ketampanan, fisik, dan lain sebagainya. Aku hanya bisa menganggap bahwa semua itu hanya suatu pujian yang berlebihan dilontarkan seseorang kepadaku. Mereka mengira aku tidak pernah gagal dalam hal apapun. Tapi mereka salah.

Aku pun pernah gagal, bahkan sekarang aku bisa merasakan kegagalanku sebagai seorang manusia dan Shinobi.

Mulai dari hancurnya clan ku, aku menuduh dan membunuh kakakku Uchiha Itachi, satu-satunya seseorang yang sangat mengerti diriku pada saat itu. Pergi dan menghianati Konoha bahkan berniat untuk menghancurkan Konoha dan menjadi Hokage dengan tata aturan clan Uchiha seperti yang Madara inginkan sejak dulu. Tapi itu semua berujung penyesalan.

Aku menyesal telah membunuh kakakku, aku menyesal telah menghianati Konoha, aku menyesal karna terlalu larut dalam dendam dan kebencian selama ini. Maka dari itu, sekarang adalah saatnya aku menebus dosa-dosa yang selama ini telah kuperbuat.

Aku merasa tak pantas untuk melakukan sesuatu yang berbaukan kebahagiaan. Aku adalah seorang pendosa yang sampai kapanpun tidak akan ada namanya pengampunan. Tetapi semua itu sirna, setelah kutemukan kau yang mengatakan kata-kata penenang milikmu. Kau yang selalu berada di sampingku saat itu, tidak. Bukan hanya saat itu saja, dia selalu mendampingiku sejak dulu. Bisakah aku mengatakan kepada kami-sama jika aku adalah seorang pendosa yang sangat beruntung?

Setelah kegelapan kau menggantinya dengan seorang malaikat, apakah itu terlalu berlebihan? Dia seorang yang tidak pernah berdosa lebih memilih untuk menjadi pasanganku, seorang ninja buronan lima desa. Aku tidak mengerti bagaimana pola pikir gadis itu, dia selalu menjawab 'aku menerima segala kekuranganmu, dan aku tidak peduli bagaimana masa lalu yang kita alami'. Mendengar hal itu aku selalu terbayang kesalahan yang pernah kuperbuat sejak dulu. Dia selalu meyakinkanku dan aku hampir saja mengutuk diriku, karna membiarkan seorang gadis tidak berdosa terus-menerus mengejar ku.

Maka dari itu aku memutuskan untuk menerimanya, walau rasa tak pantas masih bersarang dalam hatiku.

Kami selalu bersama hingga tiba suatu kejadian yang membuatku kembali kehilangan cahayaku. Hari dimana kelalaianki kembali terulang.

Semenjak itu aku mengganti setiap momen-momen yang ada, karna semuanya sudah tiada dan yang kudengar hanyalah sebuah kata-kata haluan dari gendang telingaku.

Aku pantas mendapatkan dosa, tapi kenapa harus dia yang dilibatkan? Aku menyayangi dan mencintainya.

Dan 'kau' tega mengambilnya dariku.

***

Semalam sudah aku lewati dengan kesunyian dan rasa tak karuan setelah menerima surat yang diberikan Naruto kepadanya. Memikirkan tentang bagaimana cara ia menghadapi keadaan saat ini, karna memang dirinya sekarang ini dilanda perasaan takut untuk kembali pada Konoha. Bisakah aku kembali pada kampung halamanku? Bisakah aku bersikap biasa saja saat menemui putraku sendiri? Aku bahkan tidak mempunyai jawaban untuk hal itu.

Ditengah kekalutan yang melandaku, sebuah ketukan pintu terdengar nyaring dari luar. Aku bergumam dengan mengatakan perintah masuk dan pintu tersebut terbuka menampilkan seorang nenek tua yang tersenyum ramah kepadanya, nenek itu adalah seorang warga yang memaksanya untuk beristirahat sejenak di dalam penginapan ini.

Nenek tersebut berbicara. "Tuan, bagaimana istirahat mu malam ini? Apakah terasa cukup nyaman?" Tanyanya dengan suara pelan, ia tetap berdiri di ujung pintu tidak ingin menganggu bahkan merusak privasi ku.

"Hn, lumayan." Jawabku singkat.

Raut wajah nenek tersebut tampak sedikit berbinar, ia sepertinya senang bisa melayaniku disini. Padahal aku hanya menjalankan misi di desa mereka, tapi mereka sepertinya sangat terbantu dengan usahaku semalam disini. "Terima kasih tuan." Ucapnya, dengan balasan anggukkan dariku.

Nenek tersebut pamit undur diri, dia sempat menanyakan kepadaku, apakah aku ingin sarapan pagi dengan apa? Aku ingin meminum apa pagi ini? Dan aku hanya menjawab 'tidak ada yang bisa kumakan, aku akan pergi sebentar lagi, terima kasih atas tawarannya'.

Lihat? Aku tidak seburuk yang Naruto bicarakan di surat itu, kecuali pada urusan yang lain aku memang kalah darinya.

Sekarang aku mulai beranjak pergi dari desa terpencil tersebut, kini aku hanya memiliki dua pilihan. Melanjutkan misi atau pergi kembali pada Konoha?

Disisi lain juga aku ingin bertemu dengan Sanako. Karna jujur saja, bagaimanapun dan apapun yang terjadi dia tetaplah putraku.

Tetapi bisakah hatiku tetap sekuat tekatku dalam menemui Uchiha Sanako? Kuatkah hati seorang Uchiha Sasuke menemui seorang....



Haruno Sakura?








A/n:
Chapter depan kubuat panjang ya, soalnya itu bakal jadi salah satu teka-teki yang akan terjawab.

Maaf telat update readersku tersayang 🥰

Jangan lupa vote+komen ya, karna aku bakal semangat jika vote dan komen kalian bermunculan..

Chapter 10 segera update hari Sabtu/Minggu!

PHOBIA; SASUSAKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang