prolog

590 56 1
                                    

"Kan kakak udah bilang, stop nemplokin kakak, kakak lagi masak. Jadi kena minyak kan tangan kamu, rasain!"

Harsya melengkungkan bibirnya ke bawah, "Galak."

"Ya kamu sih, ah! Kesel," Sienna mendelik ke arah Harsya, tangannya bergerak mengoleskan salep pada kulit tangan Harsya.

Dari pintu dapur, terdengar suara langkah kaki yang diikuti dengan suara marah seorang perempuan. Sontak saja Harsya dan Sienna mengalihkan tatapannya ke arah pintu.

"Diem sebentar kenapa sih, Ji? Masih pagi, kamu jangan mancing emosi aku buat nabok kamu ya!"

"Yang, kan aku cuma minta elus aja! Elus rambut di kepala aku loh, bukan yang lain," Aji mengikuti langkah istrinya sambil membungkukkan badan, kepalanya ia usakkan ke perpotongan leher Isel.

"Gak mau ah."

"Iiih... yang!"

Sienna menghela napas lelah. Ini sudah bukan hal yang aneh lagi. Justru akan menjadi aneh apabila ia tidak melihat kedua orang tuanya berdebat seperti ini di hari minggu yang cerah.

"Ew papi pagi – pagi udah manja aja, kalah sama anaknya."

Aji menoleh kaget ke arah meja dapur, ada Harsya yang duduk dengan santai di meja dengan tangan kanan yang dipegang oleh Sienna dengan erat. "Kalian udah sejak kapan disitu?!"

"Yeee, dari sebelum papi sama mami masuk dapur juga kita udah disini."

"Masa?! Kok papi engga liat?"

"Diem coba kamu engga udah ngegas gitu," Isel mendelik tajam, kemudian mengalihkan pandangannya pada kotak P3K yang ada di meja dapur. "Itu kenapa ada kotak P3K? Siapa yang sakit."

Harsya mengatupkan bibirnya, enggan menjawab pertanyaan sang mami. Sedangkan Sienna mengangkat tangan haruto yang ia genggam, "Ada yang riweuh nempelin aku waktu aku lagi goreng ayam. Terus duar, dapet kejutan dari minyak panas. Nih buktinya, nyaris melepuh. Untung aku cepat tanggap."

Aji melotot melihat kondisi tangan Harsya yang memerah, "EH GAK SAKIT ITU?"

"Hadaah," Isel memutar bola matanya, "Gak bapak gak anak, sama aja." Isel melangkahkan kaki ke arah kompor yang menyala. Mengangkat ayam goreng yang dimasak oleh Sienna.

"Beresin kak, kotak obatnya." Sambil memasukkan potongan ayam ke dalam wajan, Isel menoleh ke arah suami dan anak bontotnya, "Kalian yang berbatang, keluar dari dapur mami. Duduk di depan ruang tv, diem, jangan bertingkah sampe dipanggil buat sarapan. Ngerti, Boys?"

"Iya mami."

"Siang 86, yang."


***

Halo semua! Selamat datang di cerita pertama yang semoga bisa gue selesaikan dalam waktu dua sampai tiga bulan kedepan. Sebelumnya, terima kasih sudah menyempatkan membaca cerita gue ini. Kalau ada kritik dan saran, boleh langsung isi kolom komentar.

Happy reading!

gisa

keluarga pinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang