spin off ; izin ngapel

192 28 8
                                    

Ngapel ini udah menjadi tradisi tiap malam minggu yang dilakuin sama para pasangan. Entah yang baru pacaran atau mungkin udah menikah lama, pasti ada kegiatan seru khas pasangan yang dilakukan di malam Minggu.

Sebagai laki - laki yang baru aja melepas masa lajang, Jenan udah pasti berniat ngapel di rumahnya. Rencananya sih dia mau ngajak cewenya ini ke pasar malam. 

"Kamu serius mau ngajak cewekmu ke pasar malam, mas? Papa modalin deh kamu."

"Serius," Jenan memandang papanya dengan mantap, "Sienna bilang dia mau ke pasar malam, soalnya dia pengen main yang tembak-tembakan itu loh Pa, yang kalau kena target dapet hadiah."

"Oh," Jevon mengangguk sambil mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar uang berwarna biru, "Nih, ambil. Menurut papa, kamu akan bangkrut malam ini."

Jenan mengerutkan dahinya, "Kan ke pasar malam doang? Kenapa sebanyak itu uang sakunya? Lagian aku masih ada simpenan kok."

"Ambil cepet," Setelah Jenan mengambil uang tersebut, Jevon melanjutkan omongannya, "Dulu Aji juga first date sama Isel di pasar malam, main tembak-tembakan itu. Hasilnya Aji gak bisa jajan sebulan soalnya abis buat bayarin Isel main itu."

"Hah?"

"Menurut papa, Sienna bakal sama persis kayak maminya. Jadi kamu harus punya pegangan uang. Bukan karena mereka gagal terus, tapi karena mereka jago banget main tembak-tembakan itu."

Jenan segera mengantongi uang yang diberikan oleh papanya. Ia juga mengingat ingat ceritanya papanya barusan.

"Satu lagi, boy."

Jenan yang sedang membuka kunci rumah menoleh, "Apa?"

"Bawa alkitab,"

"Aku kan gak ke gereja?"

"Siapa tau kamu hampir koit gara - gara digebuk Aji. Papa aja kalah waktu duel sama atlet tinju itu."

***

Suasana di rumah Sienna lumayan menegangkan. Dari sore, Aji sudah duduk di ruang tamu sambil minum kopi dan ipad di tangannya. 

Isel berkali - kali memastikan suaminya dalam keadaan waras. Sebetulnya dia juga tahu sih ini resiko ketika punya anak gadis. Sedangkan Harsya sibuk mengatur kamera untuk  dipasang di ruang tamunya. Siapa tau ada adegan yang menyenangkan dan bisa dijadikan konten untuk youtubenya.

Ketika terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, Aji otomatis duduk tegak. Tak lama kemudian, Sienna terlihat turun dari kamarnya sambil menempelkan handphone ke telinganya.

"Halo iya kak, bentar ini aku bukain pintu. Sekalian pamitan dulu sama mami papi. Hah apa? Kakak mau ikut pamit? Ohh, yaudah kak, masuk aja." 

Mendengar hal itu, Aji segera berdiri ketika ada yang mengetuk pintu. Ia kemudian mengisyaratkan kepada keluarganya bahwa ia yang akan membuka pintu.

"Halo om Aji, Selamat malam."

"Malam." Aji berdiri di depan pintunya sambil melipat tangan di dada. Ia memandang Jenan dari kepala sampai kaki. jir cakep juga anaknya Jevon.

"Sebelumnya perkenalkan om, nama saya Jenan. Saya pacarnya Sienna. Saya mau izin om, ngajak Sienna ngedate malam ini. Diizinkan gak om?" Keringat mulai bercucuran di dahi maupun punggung Jenan, tatapan sangar dari Aji jelas membuatnya mati kutu.

"Tergantung," Aji menarik lengan kaos oblongnya, memperlihatkan otot bisep dan trisepnya yang begitu besar, "Seberapa besar nyali kamu?"

Jenan menelan ludahnya dengan susah payah. Ini sekali kena jotos, gue beneran koit kayaknya?

"AJI!" Isel berteriak dari dalam rumah. Enggak lama kemudian, Jenan bisa melihat Aji ditarik - tarik agar tidak menghalangi pintu.

"Aduh! Gak usah sambil nyubit juga dong, sayang?"

"Bodo," Isel kemudian menatap Jenan dan tersenyum ramah, "Halo Jenan. Mau ngajak kakak jalan ya?"

"Halo tante," Jenan tersenyum lembut kemudian menyalami tangan Isel, "Iya tante, diizinin gak tan buat ngajak Sienna jalan?"

"Boleh kok boleh," Isel memelototi Aji yang berseru protes, "Gak usah dengerin om Aji. Biasalah, papinya ini posesif sama semua anaknya."

"Kamu serius mau biarin anak gadismu itu pergi sama laki - laki lain selain aku?"

"Iya, lagian kakak sering pergi berdua Harsya doang kok."

"Ya Harsya kan adeknya?"

"Dia laki - laki selain kamu kan?"

"Iya sih, tapi kamu serius mau biarin kakak pergi sama orang asing?"

"Jenan kan bukan orang asing, dia pacarnya kakak. Lagian dia anaknya Shilla sama Jevon, kalau berani macem - macem juga digeprek langsung sama Shilla."

"Itu juga bener sih, tapi kamu beneran yakin? Aku masih gamau ngasih izin."

Jenan memandang pasangan suami istri itu berdebat. Pantas saja papanya berkali - kali menyemangatinya, macam menyemangati orang yang mau berperang. 

"Ekhem," perdebatan suami istri itu terjeda, "Mohon maaf ini mami sama papi mau berantem sampe kapan? Terus ini aku jadi dibolehin pergi apa enggak sih?"

"Boleh."

"Enggak."

Sienna memijat pelipisnya, "Suit deh."

Tangan Aji terkepal, sedangkan Isel terbuka. Batu melawan kertas. 

"Oke, berarti aku ikut keputusan mami, deal?"

"Gimana papi?"

Aji mengerutkan dahinya, "Ck, segala pake kalah. Yaudah. Lagian kamu mau pergi kemana sih, kok abis maghrib gini baru jalan?"

"Ke pasar malam om," Jenan menyahuti pertanyaan Aji sambil tersenyum tipis. Lega rasanya ketika izin sudah dikantongi.

Aji menganggukkan kepala, "Papamu ngasih lebih gak?"

"Ngasih, om."

"Yaudah," Aji maju selangkah mendekati Jenan, "Jam 11 malam udah harus nyampe depan gerbang. Jangan lupa bawain martabak keju coklat wijen, harus masih anget pas nyampe sini. Keberatan?"

"Enggak keberatan om, nanti saya bawain."

Aji menoleh ke anak gadisnya, "Bawa jaket jangan lupa, gausah modus minta peluk ke cowo lain. Jangan nakal apalagi mau disentuh - sentuh sama orang lain. Inget ajaran papi kalau ada yang kurang ajar?"

"Ini bawa," Sienna mengangkat jaket yang ada di genggamannya, "Kalau ada yang rese, tonjok aja."

"Yaudah sana jalan."

"Makasih papi!" Sienna mengecup pipi mami papi nya. 

Setelah memastikan Sienna masuk ke mobil Jenan dengan aman, tersisa Aji dan Jenan yang berdiri bersebelahan di samping mobil Jenan. Dengan inisiatif yang baik, Jenan mengulurkan tangannya, berniat menyalami tangan Aji.

"Ngapain?"

"Mau salim om, sekalian pamit jalan."

"Oh," Aji menjabat tangan Jenan dengan mengeluarkan sedikit tenaga, "Balik lebih dari jam 11, lo ketemu gue di ring tinju. Sienna balik lecet atau nangis, lo ketemu gue di ring tinju. Lo berani macem - macem sama anak gue, setelah ketemu gue di ring tinju, silahkan nikmati siksaan nyokap lo dan bini gue. Paham?"

"Paham om. Kalau gitu saya pamit ya om." Jenan masuk ke mobil dengan kondisi tangan yang merah dan kebas. Sebelum memakai seatbelt, ia mengeluarkan alkitab dari saku jeans nya.

"Kamu beneran bawa alkitab?"

"Iya," Jenan tersenyum miris menatap Sienna, "Takut beneran di jotos papimu."

Sienna mengelus pelan punggung Jenan. Ia tidak dapat mengatakan sepatah katapun. Sebab, semua juga takut pada ayahnya yang petinju itu. Untungnya malam ini, Jenan aman. Gatau kalau besok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

keluarga pinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang