Bagian 12

246 31 11
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya, terima kasih.

Kini mereka sudah selesai bermain, tadi siang keempat remaja itu sudah makan siang bersama sebelum akhirnya lanjut main lagi. Dewi dan Azfa terlihat begitu puas menikmati jalan-jalan hari ini. Akan tetapi tentu saja sore ini perut mereka kembali lapar.

"Wi, mau makan seblaknya bu Ifah gak? Udah lama banget kita gak ke sana!" ajak Azfa.

Bu Ifah adalah salah satu pedagang seblak langganan Azfa dan Dewi sejak mereka SMP, lokasinya tidak jauh dari sekolah bekas SMP mereka. Mereka suka dengan seblak masakan bu Ifah karena selain rasanya enak, tapi juga tidak pelit pada cabai.

"Mau, ayo makan di sana, kebetulan gue laper. Tapi nanti lo anterin gue balik loh!" ujar Dewi bersemangat.

"Wi, padahal gue mau traktir lo makan makanan korea atau jepang loh sekarang. Lagian kok gue gak tahu sih kalau lo suka seblak?" ujar Calvin dengan nada kesal.

"Duh, makasih banget, Vin. Tapi kayanya gak usah deh, lo berdua udah banyak banget traktir makan, beliin ini itu, bahkan sampai tiket main aja tadi dibayarin. Gue juga tahu diri kali, lagian kalau dipikir-pikir gue gak ada jasa segede itu buat mendapatkan ini semua." Dewi menolak ajakan Calvin, nampak raut wajah Calvin terlihat berang. Bisa-bisanya Dewi yang sudah bersahabat sejak kecil dengan Calvin, tapi sekarang malah lebih memilih pergi bersama Azfa.

"Kenapa lo jadi gak enakan gini sih, Wi? Kita sahabatan udah dari kecil, selow aja kali." Calvin merasa tidak suka melihat Dewi seperti tidak enakan padanya, sementara pada Azfa saja dia terlihat nyaman.

"Iya, Vin, tapi gue emang lagi pengin makan seblak. Soalnya udah lama banget gue gak makan seblaknya bu Ifah." Dewi sebisa mungkin menghindari pertengkaran. Dia tidak mengerti dengan Calvin belakangan ini, mengapa untuk hal kecil saja pria itu ribut.

"Kalau gitu gue sama Gita ikut makan seblak bareng kalian, kayanya dari pagi kita bukan jalan bareng-bareng deh, tapi malah jalan sendiri-sendiri." Terlihat Calvin menyindir, namun Dewi dan Azfa nampak biasa saja.

"Sayang, kamu mau kan makan seblak?" tanya Calvin lembut pada pacarnya.

"Mau kok, kebetulan dulu aku juga pernah makan seblak di tempat langganannya Dewi sama Azfa." Gita setuju untuk ikut makan bersama.

"Kalau begitu, ayo kita pergi," ujar Azfa santai.

Mereka berempat bergegas pergi ke warung makan bu Ifah, ini pertama kalinya Calvin makan seblak di tempat ini. Bahkan sejak awal Calvin tidak pernah mencicipi apa itu makanan yang dinamakan seblak.

Pada akhirnya mereka sampai juga, sejenak mereka melihat daftar menu sebelum akhirnya menuliskan pesanannya di kertas yang tersedia dan diberikan pada ibu-ibu yang memasak seblaknya.

"Tunggu sebentar ya, Mas, Mba." Dengan sopan ibu bernama Ifah itu menyuruh mereka menunggu dengan tenang, beliau kemudian memasakan pesanan mereka.

Warung makan bu Ifah memang tidak terlalu besar, pegawainya saja hanya ada dua orang. Satu untuk bantu-bantu berberes, mengantarkan makanan, membuatkan minuman, dan satunya lagi bertugas untuk mencuci piring di belakang serta bantu-bantu bila dibutuhkan. Warung makan seblak ini lesehan dengan meja panjang yang membuat pelanggan bisa duduk berhadap-hadapan. Terlihat ada lima meja panjang di sana, satu meja bisa diisi sampai delapan orang jika berhadap-hadapan.

"Punya kita tadi disamain kan level lima?" tanya Azfa pada Dewi untuk memastikan kalau seblak tulang mereka level terpedas di sana.

"Udah dong, rasanya jadi kaya nostalgia jaman SMP, gimana kalau habis makan seblak kita beli eskrim Mang Emon yang dipertigaan jalan sana?" ujar Dewi sambil menatap Azfa.

"Hayo!" ujar Azfa penuh semangat.

"Kalian berdua mau ikut beli es krim juga gak nanti?" tanya Dewi sambil menatap Gita dan Calvin secara bergantian.

"Sayang, kamu mau ikut beli es krim?" Gita meminta pendapat pada pacarnya dulu, kalau Calvin setuju barulah Gita ikut.

"Boleh," jawab Calvin lembut.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu, ini pesanannya." Tidak lama kemudian salah satu pekerja di warung makan bu Ifah mengantarkan makanan dan minuman pesanan mereka.

"Jangan lupa baca doa dulu sebelum makan," sindir Dewi bergurau pada Azfa yang sudah siap menyantap seblak di depannya.

"Lo juga tuh, jangan lupa, biasanya juga lo yang lupa," ujar Azfa balik menggoda Dewi.

"Enak aja!" balas Dewi.

Keduanya kemudian berdoa dalam hati dan menyantap makanannya, rasanya begitu sumringah dan membuat perasaan jadi lebih lega setelah memakan makanan yang pedas dan enak ini. Apalagi Azfa dan Dewi seharian habis menguras tenaga untuk naik wahana-wahana yang ekstream.

"Azfa, barter dong, gue kasih tulang satu tapi lo kasih gue ceker satu." Dewi rupanya sejak tadi ngiler ingin mencoba ceker, dia dilemma antara seblak tulang atau ceker, jadilah dia memilih seblak tulang. Sementara Azfa membeli seblak ceker, salah satu makanan favorit Azfa, dan kebetulan Dewi juga menyukai ceker.

"Kenapa tadi lo gak pesen seblak ceker aja biar samaan kaya gue?" tanya Azfa

"Tadi gue dilema, pengin tulang tapi pengin ceker juga, akhirnya gue pesen seblak tulang deh. Soalnya kan lo pesen ceker, jadi nanti kita bisa barter barang sebiji juga gapapa!" ujar Dewi.

"Wi, kalau lo emang mau seblak ceker juga, bungkus aja lagi buat nanti, gapapa biar gue beliin." Calvin memberikan usul.

"Eits, gak usah, gue udah cukup kenyang banget kok," tolak Dewi.

"Nih, barter sebiji." Azfa meletakan salah satu ceker dari mangkoknya ke mangkok Dewi, ia kemudian mengambil salah satu tulang di mangkok Dewi.

"Nah, gitu dong, makasih loh!" pekik Dewi sambil cengengesan.

"Wi, gue mau cobain punya lo dong, kayanya enak." Tiba-tiba saja Calvin berbicara hal yang membuat Dewi tersedak, bahkan Gita dan Azfa sampai menoleh ke arah Calvin.

"Punya gue pedes banget, lo gak akan kuat makan ini, jangan ngadi-ngadi deh!" protes Dewi yang merasa tidak enak hati pada Gita yang terlihat kurang nyaman karena tingkah laku Calvin. Ya, namanya perempuan, meski dia tahu kekasihnya memiliki sahabat dekat perempuan, pasti rasa cemburu itu akan tetap ada.

"Coba dikit aja, pelit banget!" protes Calvin lalu mengambil kuah dan potongan sosis milik Dewi, ia kemudian mencicipinya.

"Uhuk ... pedes banget!" pekik Calvin merasa tenggorokannya jadi tersedak karena rasa pedas dari kuah itu.

"Sayang, ini minum dulu." Dengan tanggap Gita langsung memberikan air minum pada Calvin. Lelaki itupun langsung menenggak habis minuman yang diberikan oleh pacarnya.

"Ngeyel sih lo kalau dibilangin," ujar Dewi.

"Lo mah bukannya khawatirin gue malah ngomelin!" protes Calvin.

"Ya, makanya jangan batu jadi orang," ujar Dewi tidak mau kalah.

"Tega lo jadi sahabat," balas Calvin.

"Emang!" ujar Dewi sembari terkekeh.

Setelah selesai makan, rupanya masih saja ada hal yang Calvin perdebatkan. Dia ingin agar Dewi pulang bersama dengannya dan Gita, tapi Dewi tetap memaksa ingin pulang diantar Azfa meski rumah mereka tidak satu arah. Pada akhirnya tetap Dewi yang menang, dia pulang bersama Azfa, semakin bertambah kesallah Calvin.

Antara Cinta Dan Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang