"Mel, terimakasih.... Kamu mendidik Mariam dengan sangat baik." Madan menatap Mellyna dengan mata berkaca-kaca dan ucapannya dulu seperti bumerang, wanita yang di bilang tidak pantas menjadi ibu untuk anaknya ternyata mampu mendidik putrinya seorang diri dengan baik.
"Bukankah aku wanita jahat bagimu Dan???". Madan menatap nanar Mariam yang tersenyum miring padanya.
"Maaf itu mudah, namun bukan untuk melupakan. ingat Tuan Madan Kahil Seikh yang terhormat, aku Mellyna, Mellyna Mulia, bukan Herlina yang berhati seperti malaikat, aku masih sama, wanita yang jahat."
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Mellyna
Kata memaafkan mungkin aku bisa ucapkan untukmu Dan, namun bukan untuk melupakan.
Sampai saat ini aku masih jijik dengan apa yang kamu lakukan padaku yang menghadirkan Mariam, bagaimana aku memulai hidupku dengan pandangan buruk masyarakat bahwa aku hamil tanpa suami, sakitnya pasca melahirkan dengan oprasi cesar, dan pilunya melihat anakku berada di ruang penanganan khusus karena terlahir prematur, belum lagi aku harus klimpungan mencari orang baik yang mau mengadzani putriku yang baru lahir.
Dan kini kamu hadir dengan ada yang membela seolah aku menjadi penjahat dan kamu korbannya. Mereka tidak ada yang tau penderitaanku selama ini, trauma yang aku derita.
Ya Allah maafkan hamba, hamba belum bisa menjadi manusia yang tulus memaafkan orang lain.
Karena aku telah menjadi Serpihan Kaca yang dulu pernah Madan pecahkan.
🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝
Madan
Mellyna, seandainya ini sebuah pertarungan aku kalah darimu Mel, kamu mampun menjatuhkan ku kendasar rawa yang sangat dalam penuh dengan lumpur, dan membuatku tak sanggup bernafas.
Kukira dengan kamu bersedia mengatakan kebenaran tentang Mariam, adalah sebuah kesempatan untuk kita memulai hidup baru, ternyata aku salah, kamu membangun tembok besar yang sulit aku roboh, kata maaf yang kamu berikan, masih berada di lidah, aku paham kesalahanku sangat fatal, dan aku bisa membayangkan sulitnya hidupmu selama lima tahun ini.
Aku tau tak mempu mengembalikan kaca yang sudah ku banting menjadi Serpihan Kaca menjadi seperti semula.
🌈🌈🌈🌈🌈
Pesanan makanan Mariam sudah datang, cumi bakar tanpa nasi, makanan favorit Madan juga.
"Mel, kamu sudah makan??? Ini makanan cukup banyak untuk kita bertiga." Madan mencoba menawari Mellyna satu box kotak nasi, dan segelas kopi panas.
Mellyna duduk di sofa agak jauh dari brankar Mariam.
"Makasih, aku tidak lapar." Mellyna sama sekali tidak menerima kotak nasi yang di serahkan Madan, setelah menunggu beberapa detik tidak respon, akhirnya Madan menyerah dan menaruh di meja depan Mellyna.
"Aku taruh di sini ya, jaga kesehatanmu Mel, jangan samapai kamu sakit." Tidak ada jawaban dari Mellyna, Madan kembali ke tempat semula di samping Mariam, dan menyuapi putrinya.
"Mariam tetep panggil Baba atau papa ya???" Mariam, memang tidak bisa diam saat makan ada saja hal di bicarakan saat makan.
"Sayang, jangan bicara saat makan ya, nanti tersedak". Mellyna mengingatkan Mariam dari jauh.
"Tu.... Dengar kan kata mama, maem dulu baru ngobrol, ok??" Mellyna mendengar ucapan Madan begitu lembut dengan Mariam, apakah memang dia sudah berubah??
Mereka telah selesai makan dan kembali ngobrol, bahasan khas ayah dan anak, soal film kesukaan, warna kesukaan, binatang kesukaan, dan tokoh kartun favorit mereka.
"Baba... Mariam tetap panggil Baba aja ya, kan artinya sama kan Ba??" Mariam tidur bersandar dada Madan, dan Madan ikut tidur di brankar Mariam. Dan Mellyna memilih tidur selonjoran di sofa sambil nonton tivi.
"Iya, Baba juga lebih seneng di panggil Baba."
"Hemmmm.... Besok kita tinggal satu rumah kan Ba??? Kita tinggal di Semarang atau di Jakarta Ba??" Mellyna kaget mendengar percakapan anak dan ayah di belakangnya.
"Maafkan Baba ya sayang, baba masih banyak pekerjaan di Jakarta, nanti kalau Baba, libur akan ke Semarang bertemu dengan Mariam." Mellyna bernafas lega mendengar jawaban Madan, meski Mariam terdengar kesal.
"Mariam pingin seperti Aqeela, Nara dan juga Fiki mereka tinggal bersama papa dan mamanya." Mellyna paham, anaknya ingin seperti teman-teman yang lain memiliki keluarga yang utuh, tapi bagaimana lagi, tidak mungkin untuk menyatukan keluarga nya, karena memang dari awal mereka bukan satu, mereka hanya dua orang yang berbuat dosa, dan terlahir anak yang tak berdosa namun menjadi korban atas dosa itu.
"Sayang.... Baba janji, kalau pekejaan Baba di Jakarta sudah selesai, Baba akan menyusul Mariam di Semarang"
"Benar Ba.... Kita akan tinggal bersama ya???". Mellyna memutar bola matanya malas, kenapa juga dia menjanjikan seperti itu kepada Mariam, pasti dia akan menagih terus.
"Maaf, pak mengganggu ini ada resep dari dokter, yang kebetulan di Rumah Sakit tidak ada, jadi harus membelikan di apotik luar." Seorang perawat perempuan menginterupsi kemesraan Madan dan Mariam.
"Oh iya Sus, biar saya belika di luar." Madan meminta resep dari perawat tadi dan pamit kepada Mariam & Mellyna untuk keluar membeli obat yang diresepkan dokter.
Saat Madan keluar membeli obat Mellyna bersikap masa bodoh dan terkesan cuek. Kemudian dia menghampiri putrinya yang ikut menjadi korban di cueki Mellyna
"Assalamualaikum princess nya Papi...". Faris datang bersama Risa dan beberapa paper bag berisis pakaian dan juga kotak berisi makanan.
"Papiiiii..... " Mariam tersenyum bahagia menyapa seorang laki- laki tampan memakai kaos berwarna hitam dan celana crem.
"Papi, Mariam mau cerita1 ternyata Baba Madan adalah papanya Mariam Pi, Mariam punya Papa, besok kalau Babanya Mariam sudah selesai pekerjaannya akan tinggal sama Mariam di Semarang."Fariz melirik Mellyna meminta penjelasan.
"Oh ya princess...??? Berarti Mariam punya dua ayah dong?". Jawab Fariz tersenyum, dan sepertinya Madan akan menjadi ancamannya untuk membawa Mellyna ke penghulu.
"Iya, Pi Mariam senang sekali." Mariam yang sangat polos. Fariz adalah sosok laki-laki satu-satunya yang di kenal Mariam sebagai ayah, dia pernah kecewa karena ternyata Fariz bukan ayah kandung Mariam, dan kini dia sudah bertemu ayah kandungnya.
"Princess mainan sama mbak Risa dulu ya, Papi pinjam Mamah sebentar."
"Ok Papi, ". Mariam menautkan jempol dan jari telunjuknya membentuk lingkaran.
Kemudian Mellyna mengekori Fariz keluar dari kamar Mellyna.
"Mel, Mamah minta foto kita, aku belum punya foto yang eye cating, sebenarnya Mamah sudah nyuruh kita buat segera tunangan". Mellyna memejamkan matanya, kenapa juga mamahnya Fariz nambah masalah nyuruh segera tunangan.
"Mel ... Please. aku bener-bener buntu mau minta tolong sama siapa?? Kita kemaren sudah ada perjanjian kan, kamu sudah jadi pacarku Mel sejak kemarin???" Mellyna berfikir sejenak, ini saatnya dia membalas semua kebaikan yang Fariz berikan selama ini, dia juga tidak tega dengan sahabatnya ini di pojokkan orang tuanya terus.
"Ok... Tapi kamu harus merubah prilaku burukmu, apapun itu laki-laki di ciptakan untuk perempuan, begitu juga perempuan untuk laki-laki, tidak ada yang namanya hubungan laki-laki dan laki-laki itu akan merusak peradaban, dan lebih ngerinya itu dosa besar Riz, aku sayang sama kamu, aku gak mau kamu terjerumus ke dalam dosa besar."
"Aku bersedia, namun kamu juga harusencari wanita yang membuat kamu nyaman, membuat aku bahagia, kalau samapai kita tunanagan kamu gak dapet, kamu aku jodohin sama Risa." Fariz tersenyum bahagia kemudian memeluk Mellyna.
"Makasih Mel, aku akan menjadi kekasih terbaik untukmu." Mellyna pun membalas pelukan Fariz
Kegiatan mereka terekam oleh Madan dari jauh, dia sudah selesai membeli obat saat berjalan menuju kamar ruang inap Mariam, dia melihat Mellyana sedang berpelukan dengan seorang laki-laki di depan kamar Mariam.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Kaca √
Ficción GeneralEND Dulu aku pernah punya akun Atharaz. Salah satu judul novel yang pernah aku buat berjudul 30 Hari Untuk Selamanya. dan ini Sequel dari novel tersebut. namun kisah ini bukan dari anak Lina & Farhat, namun kisah si Antagonis Mellyna. yang belum tau...