02

834 216 42
                                    

Di taman di depan gedung fakultas, Veenan duduk sendirian sembari dia mengeluarkan beberapa modul. Dia menatap sekeliling sebelum dirinya membuka botol mineral. Haus. Dari tadi dia belum minum. Veenan pun meneguknya dengan sedikit rakus.

Dia mengecek ponselnya, beberapa pesan masih tersemat di WA belum dia balas. Pesan siapa lagi? Anne sih pastinya.

Mendadak Veenan teringat airpods yang masih dibawa Anne. Apakah harus membalas demi airpods yang mahal itu? Hanya saja Veenan amat malas berurusan dengan Anne yang terus merecoki hidupnya. Akhirnya Veenan meletakkan ponsel di meja.  Dia mendongak, menghembuskan nafas berat. Veenan masih rencana mau berpikir-pikir dulu.

Sayang lantunan vokal yang sangat dia hindari mendadak berterbangan memenuhi rungunya. Ya Tuhan, apa dosaku?

Veenan menoleh, menggelengkan kepala tatkala melihat Anne berdiri di sebelahnya membawa paper bag ukuran medium.

"Veenan!" Mengambil duduk tepat di bangku depan Veenan. "Hehe maaf ya telat." Anne meletakkan paper bag itu.

Sementara Veenan langsung tarik kepala ke belakang. Alisnya tertaut ke atas. "Lo ngapain ke sini?" Tanya Veenan.

Masalahnya Veenan di sini dengan tujuan membahas tugas sama Jinan dan Leona. Kenapa jadi Anne? Tadi bukannya sudah sepakat pindah ya?

Anne menarik senyum. "Kita inikan sekelompok!" Dia mengacungkan  jempol.

"Jendra gak jadi pindah hehe. Kata Elisa, kormat Pak Catur, nama nama anggota kelompok itu udah ditulis sama Pak Catur. Hehe jadi gausah pindah-pindah." Anne menjelaskan.

Veenan menggeleng, langsung dia menelfon Jinan guna memastikan.

"Jin, lo di mana? Gue nggak jadi di kelompok lo?"

"..."

"Hah, terus gue sama siapa?"

"..."

Tidak lama Veenan meneguk ludah, dia menoleh pada Anne. Usut punya usut, ternyata benar kata-kata Anne. Baiklah, mau bagaimana lagi?

Sepertinya Veenan harus siap-siap mental sekelompok berdua sama Anne.

"Ck, yaudah ambil modulnya. Terus nanti putusin mau ambil case apa!"
Perintah Veenan.

Jelas dong Anne langsung menurut. Mengeluarkan semua modul dari tas kesayangan. Satu. Dua. Tiga. Empat, sebanyak empat modul dia keluarin semua. Sontak hal itu buat Veenan mendengus pelan.

Veenan turunkan tumpukan paling atas, ketiga, dan kedua. Disodorkan kembali kepada Anne.

"Buat matkul kepribadian. Ini yang tiga gausah kali." Ketus Veenan.

"Ah iya, maaf. Gugup hehe." Katanya Anne menatap Veenan dalam. Anne masih kagumi keparipurnaan sosok Veenan dihadapannya.

Barangkali nih sewaktu menciptakan Veenan Dominic, Tuhan lagi senang. Lihat deh, Veenan sangat luar biasa. Ganteng iya, pinter iya, perfeksionis iya ; cuma agak kelelep sikap esnya.

Veenan mengerutkan kening. "Hah? Gugup?"

"Iyakan? Katanya kalau kita di dekat orang yang kita suka itu sering gitu. Gugup deg degan terus. Kamu juga rasain gak waktu deket aku?" Tanya Anne.

"No." Veenan menjawab singkat dan padat.

Beda halnya Anne sudah terkikik geli membuat Veenan bertanya. "Kenapa ketawa?"

Anne berkata, "Bukan No, tapi not yet hehe."

Menutup kelopak mata, Veenan tak mau menggubris lagi.

"Veenan,"

Enigma[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang