Veenan tertegun saat mengantarkan check up nenek tetapi bukan dokter Naren yang memeriksa. Melainkan dokter lainnya.
"Selama tiga bulan ke depan check up sama saya. Dokter Naren ambil cuti dan semua pasiennya diback upnya ke saya." Kata dokter lelaki yang sepantaran dengan Narendra. Bernama Jackson.
Nenek Veenan menurut saja sedang Veenan menaikkan alisnya, padahal semalam Veenan saja masih bersua dengan dokter Naren. Apakah beliau ada urusan penting. Akhirnya lelaki itu bertanya. "Dok, kalau boleh tahu dokter Naren kemana ya?"
Jackson yang sedang membaca hasil check up nenek Veenan yang sebelumnya, mendongak. "Urusan penting katanya. Saya kurang tahu. Naren tidak menjelaskan."
Kepala Veenan mengangguk. Tidak lama dia kembali fokus pada sang nenek. Kesehatan nenek jauh lebih baik. Setelah operasi dan pulihnya cepat. Veenan sangat bersyukur ke Tuhan sebab bisa kembali melihat neneknya seperti dulu. Nenek yang selalu bersamanya dari kecil serta menyayanginya.
Harapannya Veenan, Tuhan berikan kesembuhan pula pada Anne. Agar hidup Veenan jadi lebih berwarna.
Selepas mengantarkan nenek check up, keduanya mampir ke toko cake. Kebetulan Veenan ingin membelikan Anne. Lagian nenek sama ingin beli untuk dimakan sendiri. "Nek, kalau Veenan nikah boleh?"
Uhuk...Uhuk... Nenek menoleh pada Veenan. "Hah nikah? Sama Anne? Ih kuliah aja belum beres udah mikirin nikah."
Tangan Veenan terangkat menutup mulutnya. "Maksud Veenan, itu nek kayak lamar dulu gitu loh. Apa ya di Jawa namanya. Ngiket."
"Emang keluarganya bolehin kalau kamu mau ngiket dia dari sekarang, Veen?" Tanya nenek sambil memilih cake yang hendak dibeli.
Sang cucu pipinya memerah, dia lalu mengikuti neneknya di depan. "Boleh dong. Masa nggak boleh kan sama sama suka? Biar Veenan semangat lulus cepat terus kerja abis itu nikah punya anak. Lengkap sudah semua. Ada nenek, Anne, terus calon anak anak Veenan di masa depan." Kata Veenan semangat.
Nenek berbalik, mengusap pundak Veenan. "Kamu secinta itu sama dia Veen?" Tanya nenek. Veenan kontan mengangguk cepat.
Baru kali ini nenek melihat cucunya begitu mencintai orang lain selain keluarganya. Nenek merasa senang karena akhirnya ada yang bisa buka hati cucunya yang selama ini selalu tertutup rapat. Apalagi kehadirannya Anne yang menghibur Veenan telah membantu cucunya tidak lagi terus terbayang-bayang kematian orang tuanya.
Anne sangat berarti untuk Veenan bahkan nenek menyadari itu.
"Mau kapan? Nanti nenek temenin."
Nenek mencubit pipi Veenan yang semakin merah.Merogoh dompetnya, Veenan lalu mengecek uang cash yang dirinya punya. "Anter beli cincin dulu aja nek. Kalau ke sana nantian jangan buru-buru."
Nenek Veenan menggeleng, "No, kamu gak perlu beli cincin Veen. Kamu pakai cincin turun temurun keluarga kita aja." Jawab neneknya total membuat Veenan bingung. Dia mengangkat alisnya sebelum sang nenek mengusap pipinya.
"Cincin yang dipakai kakekmu buat lamar nenek dan diwarisin ke papa kamu buat lamar mama kamu. Itu masih ada. Nenek simpen Veenan."
Manik Veenan berkaca-kaca. Garis bibir Veenan membentuk kurva di kala dia mendengar itu. Neneknya mengimbuhkan. "Itu memang buat kamu. Sayangnya mama kamu gak sempat kasih sendiri ke kamu Veen. Tapi mama kamu sudah menduga kalau suatu hari kamu akan ketemu sama belahan jiwamu. Maka mama kamu serahkan cincin itu ke nenek sebelum memeluk bumi."
Spontan Veenan memeluk neneknya erat. Dia selalu ingat cincin yang di pakai mamanya dulu. Dan nanti dia akan terus melihat Anne yang pakai cincin itu. "Makasih nek. Makasih ya karena udah jaga cincin mama dari papa."