"Veen titip cafe sebentar ya, gue ke atm dulu." Yoga minta tolong pada Veenan dan langsung diangguki oleh sang karyawan.
Veenan menatap kepergian bosnya itu sembari mengelap meja. Hari ini cafe tidak seramai biasanya. Lagian ini sudah terlalu larut barangkali. Ya namanya peruntungan, kadang sepi kadang ramai. Namun, Veenan salut sama mas Yoga yang selalu berikan positive vibes pada karyawan yang bekerja dengannya.
Cafe ini memiliki empat karyawan yaitu Veenan sebagai barista, lalu Hendra sang kasir, Jeno yang bisa ke sana ke sini termasuk jadi barista karena memang anak itu berbakat. Sedang chefnya adalah Mark serta Yoga sendiri.
Kelima orang itu dekat bak keluarga, belum lagi bosnya alias mas Yoga selalu berik bonus pada mereka.
Veenan sangat bersyukur karena dia mengenal Mas Yoga yang berikan dia pekerjaan dengan gaji pokoknya cukup tinggi. Sebenarnya cafe yang aesthetics ini hanya sampingan mas Yoga. Mas Yoga punya bisnis lebih besar daripada ini dengan omsetnya milyaran dan dia hanya remote work sehingga memungkinkan mas Yoga bekerja di mana saja. Walau kadang cafe sering ditinggal bos kunjungan bisnis ke luar Negeri.
Ya tapi intinya, mas Yoga di matanya Veenan itu keren banget deh!
"Veen, operasi nenek lo gimana? Nih gue belum sempat jenguk." Hendra bertanya, menoleh kepada Veenan yang sedang mengelap mesin kopi.
Lelaki dengan senyum kotak itu lalu tersenyum simpul. "Puji syukur Hen, lancar. Makasih doanya ya." Jawab Veenan.
"Wah nanti kalau nenek udah sehat bisa dong kita main ke rumah lo lagi dibuatin roti lapis." Jeno keluar dari dapur membawa camilan.
Veenan, Hendra, terkekeh termasuk chef Mark yang barusan mengikuti Jeno sambil membawa seteko jus jambu.
Mark berkata, "Nenek Veenan itu ya entah resep kue lapisnya apa, enak banget cui. Gue udah berulang kali percobaan nggak seenak roti lapis nenek lo Veen."
"Gue aja nggak tahu resep rahasia roti lapis nenek. Katanya sih udah hak paten." Veenan menimpali.
Dia menuangkan jus jambu ke gelas kemudian meneguknya. Dia tak lama mengecek ponselnya. Membuka apl whatsapp tetapi ternyata pesannya belum dibalas Anne.
Kontur wajah Veenan lesu. Letakkan gelasnya kembali. Hendra seketika menyadari, menepuk pundak sang rekan kerja.
"Nunggu balesan cewek lo? Udah tidur kali. Jam sepuluh ini."
Kepala Veenan mengangguk. "Dia terakhir bales pulang ngampus tadi jam dua. Nah gue chat lagi jam lima sampai sekarang belum dibales."
"Wifi dia mati kali." Timpalnya Jeno berusaha menghibur. "Besok sabtu tuh libur kuliah kan lo. Bisalah lo ke rumahnya." Imbuh Jeno sembari dia menyemil keripik yang dia bawa dari dapur.
"Eh, itu bukannya cewek lo?" Mark menunjuk ke ambang pintu cafe...
Veenan mendongak, memasukkan lagi ponsel ke saku. "Anne," Segera dia keluar dari pantry dan memacu langkah menghampiri Anne. Sang pacar melambai.
Greb. Veenan memegang pundak Anne, mengintip dari bahu bersama siapa pacarnya malam-malam gini ke cafe.
"Aku sama kak Naren. Cuma kakak lagi ngobrol sama mas Yoga. Tadi papasan dari ATM. Tuh." Anne pun menunjuk ke parkiran. Ada kakaknya dan mas Yoga yang sedang ngobrol duduk di kap mobil.
Mendengarnya Veenan pun bernafas lega. "Kupikir sendirian. Bahaya tahu malam-malam. Mana dingin lagi nih jaket kamu tipis." Tangannya segera menaikkan resleting jaketnya Anne sampai atas.
"Yuk masuk." Kata Veenan. Anne tak mau. Malu sama teman-teman kerja Veenan oleh sebab itu minta duduk di bangku depan cafe saja. Akhirnya Veenan menuruti.