Arc 1: Bagian Terakhir

225 38 4
                                    

Waktu seperti berhenti ketika Mikasa mendengar keinginan Levi untuk pertama kalinya.

Dia menginginkan dirinya.

Apakah Levi sungguh-sungguh menginginkannya atau pendengaran Mikasa yang bermasalah sehingga dia salah mendengar apa yang diucapkan Levi kepadanya.

Tapi bahkan jika dia tidak salah dengar sekalipun, menginginkan dalam bentuk seperti apa yang dimaksudkan oleh Levi?

Apa alasan dia menginginkan Mikasa?

Bukankah mereka baru bertemu sekali dan itu pun bukan pertemuan yang menyenangkan.

"Apa yang kau inginkan dariku?"

Tanpa Mikasa sadari pertanyaan itu lolos melewati bibirnya yang sedetik kemudian membuat Levi tersadar bahwa dia sudah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan.

Levi mengalihkan tatapannya dari menatap Mikasa. Tapi itu hanya bertahan sebentar sebab dia terus-terusan melirik ke arah Mikasa yang hanya bergeming di tempatnya seolah tidak pernah ada kejadian buruk diantara mereka yang membuat Mikasa tak perlu menjaga jarak darinya. Walau hal itu sebenarnya hanya ada di dalam pikiran Levi saja sebab Mikasa tetap waspada terhadap setiap inci dari gerakan Levi.

Adapun Mikasa, di luar alam bawah sadarnya, dia terus-terusan menatap Levi karena menyukai sinar berlian yang keluar dari tubuhnya ketika terpantul matahari.

"Lupakan saja apa yang aku katakan tadi." Levi mengatakan itu dan melesat secepat kilat kembali ke kamarnya.

Mikasa memutar badannya, menatap ke dalam kastil ke arah undakan tangga menuju lantai dua melewati pintu.

Sepersekian detik setelah itu barulah Mikasa menyadari.

"Apa yang baru saja terjadi?"

Dia linglung.

🌙🌙🌙

Lagi-lagi Mikasa merasa tidak nyaman.

Sejak kemarin setelah pertemuannya dengan Levi di teras mansion, dia terus-terusan merasakan tatapan haus darah dari Levi.

Mikasa khawatir jika Levi akan membunuhnya.

Walaupun harusnya yang perlu ia khawatirkan tidak hanya Levi saja melainkan juga Isabell dan Farlan sebab mereka juga adalah vampir dan Mikasa tinggal di sarang penuh vampir seperti ini.

Tapi entah kenapa Mikasa merasa perlu seratus kali lebih waspada terhadap Levi.

"Apa yang kau pikirkan, Mikasa?"

Isabell dan Mikasa sedang minum teh di taman. Atau hanya Mikasa yang minum sebab Isabell menikmati minumannya sendiri yang sepenuhnya berbeda dari milik Mikasa.

"A ... tidak apa-apa."

"Benarkah?"

Mikasa mengangguk.

"Ya, sungguh tidak apa-apa." Dia tetap berkilah padahal dari nada suaranya pun sudah ketahuan bahwa sebenarnya ada sesuatu.

"Katakanlah, aku tahu bahwa ada sesuatu yang kau pikirkan."

Tidak apa-apakah bila Mikasa menceritakannya kepada Isabell?

Di satu sisi Mikasa merasa enggan untuk menceritakannya tapi di sisi lainnya Mikasa merasa perlu untuk bercerita sebab masalah ini di luar pemahamannya. Dan bercerita pada Isabell bukanlah hal yang buruk sebab dia pasti lebih mengerti tentang hal ini sebab dirinya adalah vampir seperti Levi.

"Apakah ini ada kaitannya dengan Levi Aniki?" Isabell hanya menebak namun ia dengan segera menemukan jawabannya melalui air muka Mikasa yang kentara sekali perubahan ekspresinya. "Ceritakan padaku, apa dia menyakitimu lagi?" kata Isabell cepat dengan nada sedikit menuntut.

I Wanna be With You (ARC 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang