chapter - 8

3.7K 553 52
                                    





"Sakit?" Taehoon menatap seorang pria dengan setelan pengawal itu. Dia adalah salah satu orang yang dikirim Taehoon untuk berjaga disekitar rumahnya Hobin. Bagaimanapun, setelah mengetahui Hobin kembali dengan selamat ke Korea, mana mungkin dia membiarkan Hobin sendirian lagi. Meski itu adalah janji masa kecil, Taehoon tetap mengingatnya sampai sekarang.

Janji untuk melindungi Hobin.

"Yoo Hobin menderita sakit otot. Saya kurang tahu lengkapnya karena saya hanya bisa mengawasi dari luar bangunan."

"Bangunan apa?" Tanya Taehoon.

"Sepertinya Gym tradisional. Disana dia pergi bersama teman-temannya."

Taehoon mengangguk pelan, "Begitu. Ada yang mencurigakan?"

"Seperti yang saya katakan, mereka semua hanya berteman dan kemudian bermain. Tidak ada yang penting."

"Baiklah," jawab Taehoon. Dirinya bangkit dari duduknya dan kemudian berjalan dengan santai keluar dari ruangannya, "Ikuti aku. Kita harus menjenguk orang yang sakit, kan?"

Jadi, begitulah adanya mengapa Taehoon bisa sampai didepan pintu rumah Hobin dengan senyum tak tahu malunya.

Hobin itu, jelas tidak suka pada pandangan pertama pada Taehoon. Dia itu orang yang lembut dan tidak suka kekerasan, jadi Taehoon adalah orang yang sangat dia tidak suka. "Tolong... pergi," pinta Hobin.

"Kenapa? Aku berniat menjengukmu."

Hobin menatapnya dengan ekspresi bingung dan sebal, "Kenapa ketua aliansi menjengukku? Aku bukan siapa-siapa bagi dirimu, kan?"

Taehoon menggeleng sembari menahan pintu apartemen yang hendak ditutup kembali olehnya. Pikirannya sempat berputar sesaat, bingung hendak berkata apa agar Hobin tidak mewaspadainya lagi. "P-pakgo!" Taehoon berucap panik. "Dia mau kesini untuk memberi pelajaran padamu. Aku khawatir jadinya aku datang."

Tentu saja itu bohong. Tapi Taehoon tidak bisa memikirkan alasan lain supaya Hobin mau mendengarkannya.

Hobin diam sejenak, menatap Taehoon yang lebih tinggi darinya itu tersenyum kecil, berusaha meyakinkan dirinya. Sejujurnya, dia juga tidak yakin akan mempercayai orang seperti Taehoon, tapi...

Pakgo itu adalah salah satu sumber trauma terberatnya. Mau tidak mau, Hobin kembali bergetar memikirkan sosok sadis itu menyiksa dan mempermalukannya. Air matanya mulai berlinang tanpa dia sadari.

"Oh... tidak." Taehoon mulai menyesali kata-katanya. Harusnya dia tidak bicara seperti itu kepada Hobin. "Ma-maafkan aku. Itu bohong! Jangan menangis..."

Hobin menggeleng sembari membuka pintunya, "A-aku akan biarkan kamu sebentar. Tapi... kalau Pakgo datang tolong usir dia."

Taehoon terdiam sejenak. Sejujurnya, dua merasa bersalah sudah mencubit traumanya Hobin demi bisa masuk ke apartemen ini, tapi, melihat Hobin yang bergetar dan menangis layaknya tikus kecil, Taehoon tidak sanggup berkata apa-apa.

Ternyata meski Taehoon merasa semua masalah yang menimpa Hobin sudah selesai, ada satu masalah yang masih saja menempel pada Hobin. Traumanya itu.

Jadi, Taehoon dengan pelan kemudian masuk tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Dirinya menutup pintu dengan lembut, dan kemudian...

Meraih Hobin dan memeluknya dengan lembut. "Aku akan melindungimu."

Suara berat Taehoon membisikkan kata-kata perlindungan kepadanya. Hobin, mau tak mau mengangkat wajahnya, dan menatap Taehoon yang tersenyum tampan dengan lengan kekar yang melingkari tubuhnya. "Jangan khawatir. Kalau dia datang, aku akan mengusirnya."

Taehoon, Why Are You So Rude?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang