1. Kedatangan Ibu

127 6 0
                                    

"Sayang, apa yang kita lakukan habis ini?" ucap manja Anna sambil menggeliat manja memelukku.

"Terserah kamu, Sayang. Apapun yang kamu inginkan akan kita lakukan," jawabku sambil mengusap lembut rambut kekasih cantikku.

"Hmmm, bagaimana kalau kita belanja? Kayaknya sudah lama kamu enggak pernah ngajak aku belanja, Sayang."

"Baiklah, tapi kamu harus janji sama aku. Enggak pakai acara boros kayak bulan lalu. Kamu tahu 'kan, Sayang. Mulai sekarang kita harus mulai nabung dan itu untuk kita nikah dan beli rumah."

"Siap, Bos." Jawab ada sambil meletakkan tangannya di dahi seperti orang yang sedang hormat ketika upacara, dan itu membuatku gemas dan aku langsung memeluk Anna dan mengecup seluruh wajahnya.

Aku dan Anna menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih sudah hampir dua tahun ini, dan hubungan kami hanya diketahui oleh orang tua Anna dan sahabat terdekat kami.

Selain menjadi kekasihku, Anna adalah rekan kerjaku. Kami bertemu dua tahun lalu ketika aku baru saja dipindahkan ke kantor cabang pusat dari perusahaan tempatku bekerja sebelumnya, dan jarak perusahaanku saat ini lumayan jauh dari rumahku.

Sehingga aku memilih untuk mengontrak sebuah rumah di perumahan dan tinggal bersama dengan Anna kekasihku.

Hari ini adalah hari libur kami, jadi kami berdua lebih memilih menghabiskan waktu di rumah untuk beristirahat dan memadu kasih hingga siang hari. Karena bila sudah hari kerja, maka kami akan sibuk di kantor hingga sore dan waktu bertemu kami juga sangat terbatas karena kami bekerja divisi yang berbeda.

"Sayang, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Anna sambil menatapku.

"Apa itu?"

"Hmmm, kapan kamu akan memberitahu hubungan kita kepada orang tuamu?"

Deg!

Kata-kata Anna entah mengapa membuat jantungku serasa berhenti. Karena hingga saat ini kedua orang tuaku belum tahu bahwa aku berbeda.

Ya, aku tidak menyukai seorang pria.

Aku seorang wanita yang suka dengan sesama wanita, atau istilahnya sekarang lesbi, dan tidak semua keluarga atau orang akan menerima keadaanku yang seperti ini, dan itu sungguh menakutkan untukku.

Hal itu berbeda sekali dengan Anna dan keluarganya. Anna sudah membuka dirinya di hadapan keluarganya sejak dia sekolah menengah atas (SMA) dan keluarganya yang berpikiran terbuka bisa menerima itu semua. Bahkan hingga saat ini mereka masih memperlakukan putri mereka seperti sebelumnya dan merestui hubungan kami.

Tapi kedua orang tuaku?

"Sayang, kamu kenapa? Apa pertanyaanku ada yang salah?"

"Enggak ada, Sayang. Aku hanya sedang berpikir bagaimana caranya memberitagu hubungan kita kepada orang tuaku," jawabku sambil mengusap lembut rambut Anna.

"Jadi kapan kamu akan memberitahu mereka, Sayang?"

"Beri aku waktu sedikit lagi, Sayang. Tapi sebelum itu lebih baik kamu memberiku sesuatu agar aku lebih bersemangat berbelanja denganmu," jawabku sambil menggelitiki Anna dan mulai mendekatkan bibirku ke bibir manisnya.

Aku yang sudah tidak sabar menyesap bibir manis Anna langsung menerkamnya, dan wanitaku itu pun tidak menolak apa yang aku lakukan, dan ketika kami akan memulai permainan panas kami seperti sebelumnya, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

"Paula, kamu ... apa yang kalian lakukan?" teriak seorang wanita mengejutkanku dan Anna.

Aku yang masih di atas tubuh Anna langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata itu adalah suara dari wanita yang melahirkanku, dan aku benar-benar tidak menyangka akan kedatangan ibu.

"I –ibu," ucapku terkejut.

"Menjijikkan!" geram ibu kemudian keluar dan membanting pintu kamarku.

"Sayang, apa dia ibumu?" tanya Anna.

Tanpa menjawab pertanyaan dari Anna, aku langsung mengenakan pakaianku dan mengejar ibu. Tapi sayang sekali aku tidak menemukan sosok wanita yang sudah melahirkanku di rumah.

Bahkan, ketika aku mencarinya di luar rumah ibu juga tidak ada.
Aku yang kalut dan khawatir dengan ibu, akhirnya mencoba menghubunginya. Tapi ibu tidak mengangkat panggilanku dan itu membuatku takut.

"Sayang, mana ibu?" tanya Anna yang kini sudah ada di depanku.

"Aku tidak tahu, Anna." Jawabku masih dengan pikiran yang binggung dan juga khawatir.

"Apa kamu sudah meneleponnya?" tanya Anna sambil memegang tanganku.

"Sudah, dan ibu tidak mengangkat panggilanku," jawabku sambil mencoba menghubungi ibu lagi, "Aku akan mencarinya, kamu tunggu saja di rumah," lanjutku.

Aku kemudian masuk ke dalam kamar untuk mengambil kunci mobil. Tanpa menghiraukan Anna lagi, aku langsung masuk ke dalam mobil dan mengendarainya mencari ibu.

Sepanjang perjalanan aku masih saja mencoba menghubungi ibu, tapi ibu tetap tidak mengangkat panggilanku, dan akhirnya aku tidak bisa menghubunginya lagi, dan itu membuatku semakin panik.

Andai saja waktu itu aku tidak memberi kunci rumah yang aku sewa kepada ibu, pasti hal seperti ini tidak akan terjadi.

Tapi sekarang nasi sudah jadi bubur, dan aku harus menghadapi semua dan mulai membuka siapa diriku yang sebenarnya kepada ibu dan juga ayah. Bahkan, kalau perlu juga dunia.

***

Hampir satu hari aku berkeliling kota untuk mencari ibu. Bahkan aku juga sudah menghubungi ayah dan adikku untuk mencari keberadaan ibu, dan mereka mengatakan bahwa ibu belum kembali dari kotaku karena ada pekerjaan dari kantornya.

Mereka pun sempat menanyakan kepadaku, apakah ibu menemuiku atau tidak, dan aku akhirnya memilih berbohong kepada ayah dan adikku bahwa ibu belum menemuiku.

"Sayang, kamu mau ke mana? Kenapa membereskan bajumu?" tanya Anna ketika melihatku tiba dan langsung memasukkan beberapa baju ke dalam tasku.

"Aku akan pulang untuk sementara waktu, Sayang. Jadi mulai besok tolong izinkan aku tidak masuk kerja," jawabku masih sambil mengemasi pakaianku.

Anna yang berdiri di sampingku langsung menarikku dan untuk sesaat kami saling menatap, dan Anna langsung memelukku.

"Kita tidak akan berpisah 'kan, Sayang? Kamu tidak akan meninggalkan aku 'kan?" ucap Anna masih sambil memelukku dengan suara terisak.

"Tidak akan, dan aku berjanji kepadamu Anna akan segera kembali," jawabku sambil mengusap lembut kepala kekasihku dan mengecup puncak kepalanya.

Anna yang masih menangis kemudian melepaas pelukannya dan menatapku dan aku langsung memeluknya lagi untuk beberapa saat sampai Anna tenang.

"Jangan lupa meneleponku bila kamu sudah sampai ya, Sayang." Ucap Anna ketika aku akan masuk ke dalam mobil dan aku mengangguk.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, ada rasa takut dan khawatir di hatiku.
Ketakutan yang selama ini aku simpan sendiri, sekarang harus aku hadapi dan itu membuatku tidak bisa berpikir.

Sehingga ketika mobilku sudah mendekati jalan menuju rumah, aku mampir ke sebuah restoran untuk menenangkan pikiran dan hatiku lebih dulu sebelum bertemu dengan kedua orang tuaku dan berbicara dengan mereka.

Hampir dua jam aku berada di restoran itu dan menghabiskan beberapa gelas kopi sambil berpikir, hingga sebuah tangan tiba-tiba mengejutkan dan menegurku.

"Paula? Kamu Paula 'kan?" tanya seorang pria yang kini sudah ada di depanku.

COMING OUT [ LGBT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang