6.Jeremy

15 2 0
                                    

"Jangan ganggu aku, Andreas! Aku—,“ geramku sambil berbalik, "Ka –kamu?" ucapku terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di depanku saat ini.

Karena yang berdiri di depanku bukanlah Andreas, tapi seseorang yang tidak ingin aku temui.

"Iya ini aku, Paula. Apa kamu masih ingat denganku?" ucap Jeremy.

"Sayang, apa kamu masih di sana?" terdengar suara Anna dari ponsel yang masih ada di telingaku.

"Aku akan menghubungimu nanti, Anna." Aku langsung memutuskan panggilanku dengan Anna tanpa menunggu jawaban darinya.

"Tentu aku masih mengingatmu, Jeremy." Jawabku sambil menatap pria yang ada di depanku.

Jeremy memandangku tanpa berkedip sedikitpun, dan pria itu masih sama seperti dulu aku mengenalnya.

Pria yang selalu tampan dan rapi dengan rambut cepak yang menambah kharismanya sebagai seorang pria dewasa.

"Siapa dia, Paula?" ucap Andreas tiba-tiba, dan itu membuatku dan Jeremy menoleh pada pria yang sudah mengejutkan kami, "Apa dia?" lanjutnya dengan wajah yang terlihat terkejut seperti aku sebelumnya.

"Dia Jeremy, Andreas. Apa kamu masih mengingatnya?" jawabku.

"Jeremy, mantan kekasihmu yang sudah mengkhianati kamu waktu itu?" celetuk Andreas sambil menatap tajam Jeremy.

Dua pria yang saling berhadapan itu saling menatap tajam, dan aku memiliki perasaan tidak enak dengan semua ini.

"Aku bukan mengkhianati, Paula. Tapi Paula sendiri yang tidak punya waktu untukku dan selalu mengabaikanku," protes Jeremy.

"Apa kamu bilang? Pa—,“ geram Andreas.

"Sudah, Andreas!" selaku sambil memegang lengan Andreas untuk menenangkan sahabatku itu, "Itu adalah masa lalu dan aku sudah melupakannya. Jadi sekarang lebih baik kita pergi," lanjutku.

"Tunggu dulu, Paula. Biarkan aku—,“ tolak Andreas, tapi aku langsung menarik lengannya dan membawanya menjauh dari Jeremy.

Aku tahu tindakanku ini pasti membuat Andreas marah, tapi aku juga tidak ingin mereka berdua berkelahi karena aku.

Aku berpisah dengan Jeremy bukan salah Jeremy sepenuhnya, tapi aku memang tidak bisa mencintainya sampai kami berpisah.

Hubunganku dengannya hanya untuk menutupi apa yang sebenarnya aku sembunyikan selama ini. Sehingga orang-orang akan menganggapku normal seperti wanita lainnya.

"Kenapa kamu menarikku, Paula. Aku 'kan hanya—,“protes Andreas.

"Cukup, Andreas! Aku bilang cukup, dan aku tidak ingin kalian berdua bertengkar hanya gara-gara aku," selaku sambil menatap tajam sahabatku itu, "Sekarang lebih baik kita pulang, dan jangan membicarakan tentang hal ini lagi!" lanjutku.

Andreas yang terlihat masih marah tidak menjawabku, tapi pria itu langsung masuk ke dalam mobil dan membanting pintu.

Sedangkan Jeremy, pria itu masih saja berdiri di tempatnya dan menatap ke arahku.

"Paula, cepat naik! Bukankah kita harus pulang?" teriak Andreas sambil membunyikan klakson mobil.

"Apa yang kamu lakukan, Andreas? Bisa tidak, kamu tidak membuat keributan seperti tadi!" protesku.

"Siapa yang membuat keributan, Paula. Aku hanya memanggilmu saja," jawab Andreas tanpa memandangku.

Andreas kemudian mengemudikan mobil dan melewati Jeremy. Masih dapat aku lihat dari kaca spion mobil. Pria itu masih saja menatap mobil kami hingga aku tidak bisa melihatnya lagi.

COMING OUT [ LGBT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang