7. Kedatangan Jeremy

13 3 0
                                    

"Siapa yang mencariku, Paulina?" tanyaku.

"Seorang pria, Kak. Dia ...," jawab adikku menjeda kata-katanya, "Lebih baik kakak lihat saja sendiri.

"Lihat dulu siapa yang mencarimu, Paula. Baru kita bicara lagi," ucap ayah.

Aku hanya mengangguk menjawab ayah, dan segera pergi melihat siapa yang sedang mencariku saat ini.

"Jeremy?" ucapku terkejut melihat pria masa laluku ada di depanku.

"Apa aku mengganggu, Paula?" tanya Jeremy.

Aku yang masih terpaku di depan pintu langsung pergi tanpa menjawab pertanyaan Jeremy, tapi pria itu malah menahanku.

"Lepaskan tanganku!"

"Apa tidak bisa kita bicara sebentar, Paula?"

Aku yang tidak ingin berbicara dengan Jeremy langsung menarik paksa tanganku yang dipegangnya, tapi pria itu malah mencengkram  tanganku lebih kuat dan tidak membiarkanku pergi.

"Lepaskan!" bentakku sambil menatapnya tajam.

"Tapi aku hanya ingin—."

"Pak Jeremy, silahkan masuk. Jangan berdiri di depan pintu saja," sela Paulina yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

Jeremy langsung melepas tanganku begitu melihat Paulina datang, dan tanpa menunggu lagi aku langsung meninggalkan mereka berdua tanpa mengatakan apapun.

"Siapa yang datang, Paula?" tanya ayah mengejutkanku.

"Bukan siapa-siapa, Yah. Hanya teman Paulina saja yang datang," jawabku berbohong.

Aku segera meninggalkan ayah dan masuk ke dalam kamar begitu selesai menjawab ayah. Karena aku tidak ingin ayah bertanya macam-macam lagi kepadaku.

Apalagi kalau sampai ayah tahu siapa yang datang dan mencariku, maka ayah pasti akan memintaku untuk menemuinya.

Tok! Tok! Tok!

"Kak, tolong buka pintunya. Aku ingin bicara sebentar dengan kakak," teriak Paulina dari balik pintu.

Aku yang saat ini tidak ingin berbicara dengan siapapun hanya mengabaikan teriakan adikku. Karena aku yakin sekali Paulina akan membahas tentang Jeremy.

"Kak Paula, jawab aku. Jangan diam saja," teriak Paulina lagi.

"Pergi dari sini, Paulina. Kakak tidak ingin berbicara dengan siapapun saat ini!" tegasku.

"Tapi, Kak. A—.“

"Cukup, Paulina! Pergi dari sini atau aku tidak akan berbicara denganmu lagi!" selaku sedikit mengancam adikku.

Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran adikku saat ini, tapi aku sudah tidak mendengar suara atau teriakannya lagi, dan aku yakin sekali dia sudah pergi.

Di dalam kamar aku benar-benar tidak tenang. Marah, binggung dan sedih, semua perasaan itu bercampur aduk hingga membuatku ingin berteriak. Tapi semua itu harus aku tahan agar semua orang yang ada di rumah ini tidak mendengarnya.

Tok ... Tok ... Tok.

"Kak Paula, bisa kita bicara?" teriak adikku setelah mengetuk pintu tapi aku abaikan.

Mendengar Paulina memanggilku lagi, aku lalu membuka pintu kamarku. Karena bila aku tidak melakukannya, maka adikku itu akan terus melakukannya.

"Kak Paula," ucap Paulina ketika melihatku berdir di depan pintu.

"Cepat bicara, setelah itu pergi!"

"Tapi, Kak. Apa aku tidak boleh bicara di dalam?"

"Di sini saja!" tegasku.

COMING OUT [ LGBT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang