4. Apa dia pacar Kak Andreas?

23 4 0
                                    

Aku dan Andreas lalu menoleh ke arah sumber suara yang memanggil sahabatku itu. Ternyata itu suara dari seorang wanita cantik yang tidak aku kenal.

"Andreas, ternyata kamu di sini. Dari tadi aku mencarimu," ucap wanita itu sambil menggeliat menggandeng tangan Andreas. Tapi Andreas langsung melepaskan tangan wanita itu dari tangannya.

"Maaf, aku masuk dulu." Pamitku.

"Paula, tunggu!" teriak Andreas.

Aku yang tidak ingin mengganggu Andreas dengan wanita itu hanya mengabaikan teriakan Andreas, tapi sahabatku itu langsung mencengkram tanganku dan itu menghentikan langkahku.

"Lepaskan tanganku, Andreas!" bentakku sambil melepas paksa tanganku. Tapi Andreas tetap tidak mau melepaskan tanganku.

"Kamu harus mendengarkan penjelasanku dulu, Paula."

"Lepaskan tangan wanita itu, Andreas! Memangnya dia siapa sampai kamu harus mencegahnya untuk pergi," sela wanita itu sambil berusaha melepas tangan Andreas dari tanganku.

Andreas masih saja menatapku tajam dan tak melepaskan tanganku, hingga akhirnya wanita itu yang melepas paksa tangan kami dan aku langsung melangkah pergi.

"Paula!" panggil Andreas, tapi aku tidak menghiraukannya dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Siapa wanita itu, Kak? Apa dia pacar Kak Andreas?" tanya Paulina mengejutkanku.

"Apa yang kamu lakukan di sana, Paulina? Apa kamu sejak tadi mengintip kami?"

Adikku itu hanya tersenyum ketika aku mengatakan hal itu. Karena aku tidak menyangka adikku akan memperhatikan kami dari jendela.

"Kenapa tidak menjawabku, Kak? Apa wanita itu benar-benar pacar Kak Andreas?" tanya Paulina yang kini sudah di depanku.

"Kakak tidak tahu," jawabku ketus
Aku kemudian meninggalkan adikku itu tanpa ingin mendengar ocehannya lagi. Tapi bukan Paulina namanya kalau langsung menyerah dan tidak bertanya lagi.

"Kak Paula, jangan seperti itu. Aku masih ingin bertanya," protes Paulina sambil mengikutiku, "Kak Paula," lanjutnya.

"Ada apa ini? Apa yang sedang kalian ributkan?" ucap ibu menghentikan langkah kami.

"Itu, Bu. Kak Paula tidak mau menjawab pertanyaanku, kakak-."

"Sudah hentikan!" sela ibu sambil menatap kami secara bergantian, "Sekarang ayo kita makan dulu, ayahmu sudah menunggu," lanjut ibu.

Ibu kemudian berlalu menuju ruang makan setelah mengatakan hal itu, sedangkan aku dan adikku masih berdiri di tempat kami saling menatap.

"Ayo, Kak." Ajak Paulina.

Adikku itu lalu melangkah lebih dulu dariku. Ketika aku akan mengikutinya, terdengar suara mobil berbunyi, dan aku yakin sekali itu adalah suara mobil Andreas yang pergi meninggalkan rumahku.

Selama makan malam berlangsung, kami berempat hanya diam tanpa ada yang bersuara. Hanya ada suara denting sendok dan garpu saja yang mewarnai makan malam kami.

Tapi memang seperti itulah suasana makan di rumahku. Ketika kami sedang makan, maka kami tidak akan membahas apapun kecuali meminta bantuan mengambil makanan atau sejenisnya.

Setelah selesai makan malam selesai sebelum ayah meninggalkan meja, aku memberanikan diri untuk berbicara. Tapi baru saja satu kata keluar dari mulutku, ibu sudah menghentikanku dan mengatakan kepadaku bahwa ayah sudah lelah dan bila aku ingin berbicara dengan ayah besok saja, tidak untuk saat ini.

Karena ibu sudah mencegahku berbicara, akhirnya aku hanya menurut saja, dan ayah lalu pergi menuju kamar. Sedangkan aku, ibu dan adikku membereskan meja makan.

COMING OUT [ LGBT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang