Aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba gatal, soal-soal tadi cukup membebani pikiranku. Dan beban pikiranku semakin bertambah saat mengingat besok akan diadakan tes sihir. Apa yang akan aku lakukan besok.
"Hei, kau kenapa? Apa ada sesuatu yang membebani pikiranmu?" Frea kebingungan melihatku yang seperti orang stress.
"Tidak ada, hanya memikirkan ujian tadi," jawabku mencoba mengelak dan kembali merapikan rambutku yang berantakan. Tiba-tiba saja Frea menghentikan gerakan tanganku, tentu saja aku menatapnya heran.
"Kenapa? Ada yang salah?" Frea menepis tanganku yang masih merapikan rambut, dan saat itu juga dia membelak kaget.
"Kau... aku baru sadar segenggam rambutmu bewarna merah, merah keemasan pula." Aku pikir apa yang membuat Frea saking kagetnya, ternyata rambut merah ini.
"Ya.... aku memang punya rambut merah, tapi itu hanya segenggam tidak keseluruhan." Aku kembali merapikan rambut dan mencoba menutupi rambut merah itu.
"Eh... kenapa kau menutupnya, bukankah rambut ini indah." Frea menahan gerakan tanganku lagi.
"Aku tidak terlalu suka melihatnya, ini terlalu mencolok."
"Oooh, ayolah Rayala rambutmu itu indah, kenapa kau harus menutupinya. Kemarikan rambutmu biar aku yang merapikannya." Aku pasrah saat Frea mengetepikan semua rambut hitam yang menutupi rambut merahku. Tidak butuh waktu lama Frea menepuk-nepukkan kedua tangannya, tanda dia puas dengan hasil kerjanya. Aku keluarkan cermin kecil yang selalu kubawa, dan lihatlah sekarang. Rambut merah yang awalnya tertuput rapat oleh rambut hitam sekarang tampak mencolok karena Frea menyisir rambutku ke arah depan. Memang rambut itu terlihat indah tapi aku masih merasa aneh dengan rambut merah mengkilatku.
"Bagaimana, baguskan? Menurutku kau terlihat lebih cantik dengan rambut merah itu." Aku hanya tersenyum mendengar pujian Frea yang agak berlebihan.
***
Sekarang aku sedang duduk sambil bermenung di kursi di bawah pohon. Aku sekarang benar-benar seperti anak ayam kehilangan induknya, tanpa teman dan hanya memperhatikan orang berlalu lalang. Frea sedang pergi membeli minuman, karena aku tidak ingin ikut dia memutuskan pergi sendiri. Aku kembali memikirkan tentang sihirku, entah apa yang bisa aku perbuat besok saat tes sihir. Mungkin setelah itu aku bisa saja dikucilkan karena menjadi seorang Rizarth yang cacat.
Saat aku bermenung lamunanku dibuyarkan oleh seseorang yang lewat di hadapanku. Dia anak laki-laki yang tadi aku lihat di gerbang, Aku perhatikan cowok yang berjalan ke arah bangku kosong di pinggiran taman. Tapi, setelah itu langsung datang rombongan anak perempuan yang tampak seperti memuja-muja laki-laki itu. Apakah sebegitu tampannya dia sehingga dipuja-puja oleh gadis-gadis itu.
"Sedang memperhatikannya?" tanya Frea yang tiba-tiba muncul di belakangku.
"Tidak, aku bukan tipe orang yang suka memperhatikan hal yang tidak penting."
"Lalu kau tipe yang seperti apa? Apakah kau tidak tertarik dengan laki-laki sepertinya," tanya Frea disela-sela minumnya. Aku hanya mengangkat bahu, tidak menggubris.
"Omong-omong berapa tinggimu? Kau lebih tinggi dariku," tanya Frea. Aku tidak ingat dengan pasti tinggiku berapa, tapi aku sempat mengukur tinggi untuk mengisi formulir pendaftaran.
"Kalau tidak salah 167 cm atau 168 cm? Entahlah aku tidak ingat pasti. Kau sendiri?" Frea mendengus mendengar pertanyaanku.
"Perbedaan tinggi kita cukup jauh, tinggiku hanya 163 cm," jawab Frea.
"Oh ya, Rala apa kau sudah tau nanti akan masuk kemana? Maksudku kau pasti sudah tau kan tipe sihirmu." Aku langsung terdiam mendengar pertanyaan Frea.
"Mungkin aku akan masuk Ryion, kau?" jawabku asal.
"Mungkin aku akan masuk Aranelo," jawab Frea, kembali meneguk minumannya.
**********
Sorry ya pendek...
Karena bab 2 nya dikit banget... aku bakal nulis dua bab hari ini...
KAMU SEDANG MEMBACA
RIZARTH : TOGETHERNESS
FantasyRayala Nohari. Menjadi seorang makhluk Rizarth yang berbeda dibandingkan yang lain. Tidak memiliki kesaktian meskipun berasal dari keluarga berkesaktian hebat. Meskipun sudah menginjak usia 10 tahun, Rala masih belum mendapatkan kesaktian sebagaiman...