Bab 7

1 1 0
                                    

Rala POV

Aku berusaha membuka mata, tapi mataku kembali tertutup saat melihat cahaya terang di atasku. Aku gerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, dan mendapati dua orang gadis yang tampak tersenyum saat melihatku terbangun.

"Rala..." salah satu dari mereka memelukku sambil menangis terisak, aku hanya bisa mengusap bahunya meyakinkan aku tidak apa-apa. Tapi setelah itu aku ikut menangis,

"Maafkan aku, maafkan aku. Aku bohong pada kalian, aku minta maaf hiks...hiks...." Firin dan Frea mengusap bahuku lembut, tidak ada ekspresi marah ataupun menghina di wajah mereka.

"Kami bisa memakluminya kami tidak akan marah padamu. Seharusnya kau mengatakan tentang hal ini lebih awal pada kami," kata Firin.

"Aku takut." Aku remas selimut dengan erat. Firin langsung memelukku erat, sedangkan Frea menepuk pundakku pelan. Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk pelan. Beruntung sekali aku bisa berteman dengan mereka.

"Tapi, kenapa kau bisa seperti itu Rala?" Pertanyaan Frea aku jawab dengan gelengan. Sudah sejak lama aku, ibu, dan ayah mencari tau tentang kondisiku. Tapi, sampai sekarang aku tidak menemukan jawaban dan alasan dari semua itu.

Satu jam setelah itu

Aku sudah diizinkan keluar karena kondisiku sudah stabil, meskipun masih terasa sedikit pusing aku tetap memaksakan untuk kembali ke kamar. Selama perjalanan banyak sekali Rizarth yang menatapku sinis, bahkan ada beberapa yang menatapku dengan angkuh. Untungnya Firin dan Frea tetap menemaniku dan menghindarkanku dari semua pandangan itu.

"Kau yakin tidak ingin ke kafetaria Rala? Kau bahkan belum makan dari tadi siang," Frea masih memaksaku untuk ikut dengannya ke kafetaria, tapi aku tetap menggeleng karena tidak ingin ditertawakan oleh anak-anak yang lain.

"Ayolah Rala.... kau akan menyiksa dirimu sendiri. Kalau kau tetap tidak ingin ikut aku akan memaksamu dengan sihirku." Frea mulai mengancam.

"Bagaimana kau bisa memaksaku dengan sihirmu itu, kau hanya bisa berubah menjadi hewan Frea."

"Kau yakin?" Frea menatapku angkuh, tiba-tiba saja aku bisa merasakan aura berbeda yang terpancar dari mata Frea. Tatapan matanya dingin, tajam, dan tampak mengerikan seperti mata elang, aku menoleh ke arah Firin yang juga merasakan hal yang sama. Tatapannya seperti ingin menerkamku bulat-bulat.

"Baiklah, baiklah aku ikut." Akhirnya aku menyerah karena mulai merasa ketakutan melihat mata Frea.

"Bagus." Frea bertepuk tangan dan mendorong tubuhku keluar dari kamar.

***

Saat perjalan ke kafetaria banyak sekali para Rizarth yang langsung berbisik saat aku lewat di dekat mereka, bahkan ada yang sengaja menyenggol bahuku saat aku lewat di sampingnya. Ingin sekali rasanya kembali ke kamar, tapi Frea dan Firin tetap meyakinkanku untuk tetap di sini. Mereka berjanji akan melindungiku, aku merasa menjadi beban untuk mereka.

"Kau tau, dia adalah satu-satunya Rizarth yang tidak memiliki sihir."

"Benarkah?"

"Ya, bahkan aku dengar dia berasal dari Pulau Tright."

"Aku tidak menyangka akademi kita akan ternodai oleh orang cacat sepertinya."

"Kalau aku yang menjadi kepala sekolahnya pasti sudah kukeluarkan dia dari sini."

"Kenapa Xazarafane tidak mengeluarkannya saja."

RIZARTH : TOGETHERNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang