Bab 4

1 1 0
                                    

Seumur hidupnya baru kali ini Blaze bertemu berkali-kali dengan orang yang sama dalam satu hari, dan ditambah lagi dia seorang gadis. Blaze masih ingat dengan warna rambut merah mengkilatnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Blaze memperhatikan Rala dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan tatapannya berhenti pada kotak kayu yang dipegang oleh Rala. Matanya langsung membelak kaget dan merebut kotak itu dari tangan Rala sehingga membuat gadis bernetra ungu itu ikut tertarik dan hampir terjatuh. Untungnya cowok berambut dongker refleks menahan tangan Rala agar gadis itu tidak terjatuh.

"Kau membukanya?" tanya Blaze dengan tatapan dinginnya yang membuat bulu kuduk Rala merinding.

"Ti...tidak." Rala menggeleng patah-patah. Blaze yang curiga menatap Rala lekat, entah kenapa dia merasa kalau gadis ini berbohong padanya. Cowok berambut donker yang paham kalau situasi akan semakin memburuk langsung mengambil posisi di antara Rala dan Blaze.

"Tunggu dulu Blaze, kau belum jawab pertanyaanku. Siapa dia?" tanya lelaki berambut dongker itu sambil menunjuk wajah Rala. Rala langsung menekukkan alisnya, pertanda kesal karena wajahnya ditunjuk seperti itu.

Blaze tidak mempelidukan pertanyan itu dan langsung menyimpan kotak kayu tersebut di dalam koper yang ada di bawah kasurnya. Dia kembali menatap Rala dengan tajam.

"Blu, bisakah kau menyuruhnya keluar." Blaze melemparkan pandangannya ke arah laki-laki berambut donker itu. Sedangkan Blu yang merasa namanya dipanggil mengangguk dan menarik tangan Rala keluar dengan cepat. Cowok berambut silver yang sekamar dengan Blaze hanya memutar bola matanya lalu menyusul Blu dan Rala.

***

"Hei kau, boleh aku bertanya sesuatu?" Blu memecah keheningan diantara dirinya dan Rala yang sedang dalam perjalanan menuju kafetaria.

"Sebelum itu sebaiknya kita kenalan dulu..." Blu mengangkat tangannya.

"Namaku Varyeblue, panggil saja Blu." Rala memperhatikan tangan Blu lalu menjabat tangannya.

"Aku Rayala Nohari, panggil saja Rala," jawab Rala sambil menyelipkan rambut merahnya ke belakang telinga.

"Omong-omong kau mau bertanya soal apa?" Rala dan Blu serentak melepaskan genggaman tangan mereka.

"Pertama bagaimana kau bisa kenal dengan Blaze?" Rala langsung mengangkat sebelah alisnya.

"Blaze?"

"Ya Blaze. Cowok sombong dan dingin itu." Blu memberi penekanan pada kata sombong dan dingin. Rala mengangguk-angguk paham,

"Aku tidak kenal dengannya, tapi aku sering berpapasan dengannya." Blu hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis.

"Yang kedua, apa kau membuka kotak itu?" Blu menatap Rala penuh selidik, Rala meneguk ludahnya dan langsung menggeleng kuat. Blu hanya mengangguk-angguk kecil, Rala bersyukur Blu tidak mempertanyakan lebih lanjut tentang hal itu.

"Oh ya, kau Rizarth murni atau Rizart campuran" tanya Blu memecah keheningan.

"Eeem... aku seorang Rizarth murni," jawab Rala ragu.

"Kau bisa berubah menjadi apa? Apa sihirmu? Aku juga seorang Rizarth murni. Aku bisa berubah menjadi seekor cheetah, dan aku penyihir dengan kekuatan api." Blu mengepalkan tangannya, tiba-tiba muncul kobaran api sebesar kepalan tangan.

"Waw, kau seorang Multae Artes," ujar Rala kagum. Blu mematikan apinya dan menyentuh bahunya, bangga.

"Dulu kakakku selalu mengatakan aku adalah satu-satunya penyihir dengan kesaktian api, aku jadi merasa sangat bangga dengan kekuatanku. Tapi kebanggan itu dipatahkan oleh bibiku yang mengatakan itu semua hanya bualan, aku bukan satu-satunya tapi salah satunya..." Blu bercerita dengan wajah kesal. Kembali menyalakan apinya dengan kobaran yang lebih besar. Rala bergidik, sedikit menjaga jarak dari Blu karena mulai merasa kepanasan.

Setibanya di kafetaria.

"Rala..." tampak Frea melambai-lambai dari salah satu meja. Di sana sudah ada Firin dan seorang laki-laki dengan rambut coklat yang sedikit berantakan. Rala langsung mendekati meja itu, sedangkan Blu yang tidak tau ingin duduk dimana memutuskan untuk bergabung dengan Rala.

"Hai semua," sapa Rala sambil memamerkan deretan gigi putihnya.

"Hai..." balas mereka sambil tersenyum ke arah Rala, tapi saat mereka melihat ke arah Blu pandangan mereka berubah bingung.

"Kau siapa?" Tanya Frea dan Firin serentak.

"Hai semuanya perkenalkan aku Varyeblue," sapa Blu sambil mengacungkan tangan ke arah Frea yang langsung disambut oleh Frea dengan senyum manisnya.

"Frea."

"Dan kau siapa?" Rala melirik ke arah laki-laki berambut coklat berantakan itu.

"Kami tidak sengaja bertemu dengannya tadi. Karena pancake kesukaanku habis, Gio memberikan pancakenya padaku," jawab Firin sambil tersenyum tipis.

"Halo Varye." Lelaki yang bernama Gio itu menjabat tangan Blu yang entah sejak kapan sudah teracung ke wajahnya.

"Hai kawan, sorry tadi meninggalkanmu karena Blaze mengajakku pergi." Blu tertawa dan mempererat genggaman tangannya.

"Kalian saling kenal?" tanya Firin sambil melihat ke arah Blu dan Gio bergantian.

"Kami temas sekamar," jawab mereka berbarengan.

"Kalian ada di kamar nomor berapa?" tanya Firin lagi.

"85, di lantai enam," jawab Gio dengan detail.

"Aku rasa kita mendapatkan teman baru." Frea berkacak pinggang.

"Teman? Memangnya kita berteman?" Perkataan Blu berhasil membuat satu pukulan Frea melayang di perutnya. Blu langsung meringis disertai dengan seruan tertahan oleh Firin. Gio yang melihat itu langsung menahan tangan Frea yang bersiap kembali melayangkan pukulan. Rala juga mengambil posisi di tengah sambil merentangkan tangan.

"Baiklah Frea, cukup! Kau terlalu berlebihan." Rala menoleh ke arah Frea yang menatap kesal ke arah Blu.

"Kau tidak akan tersinggung hanya karena kata-katanya tadi kan?" Firin menahan tangan Frea yang satunya.

"Aku tidak akan marah hanya karena kata-kata itu. Tapi, aku baru ingat kalau dia adalah orang yang membakar bekalku tadi," seru Frea. Blu memandangi Frea bingung, setelah beberapa detik terdiam Blu refleks tertawa terbahak-bahak. Hal itu membuat Frea ingin kembali memukul Blu, untungnya Firin dan Gio dengan sigap menahan Frea.

"Maaf, maaf. Demi apapun, aku tidak berniat membakar bekalmu. Itu semua adalah kecelakaan, tadi aku hanya mencoba kesaktianku. Tapi, aku tidak sadar kau akan lewat di sekitaran sana. Maaf... maaf..." Mendengar penjelasan Blu yang sesekali diiringi tawa, tidak cukup membuat Frea tenang. Setelah melayangkan satu pukulan ke perut Blu, Frea pergi dengan membawa sebungkus sosis dan soda. Ke luar dari kafetaria. Untungnya kafetaria cukup heboh, sehingga pertengkaran kecil tadi tidak menarik perhatian.

**********

Gimana?

Kalian suka nggak sama teman-teman Rala?


RIZARTH : TOGETHERNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang