Curse: 13

285 40 6
                                    

•Author POV•

Sebuah kuil terbakar.

Kuil Inari.

Di malam di mana banyak yang tidur.

Sunyi pun hilang.

Langit gelap menjadi terang di satu titik.

"[Y/n]-sama! Reiko-sama!"

Penghuni kuil sibuk memadamkan api dari satu titik.

Aula yang suci.

Dan mencari 2 orang yang masih di sana.

"[Y/n]-sama!"

Gadis kuil yang berhasil mencapai sana dengan berani mendapati pemandangan yang membuatnya terduduk hampir terjungkal.

Wanita yang mereka hormati tergeletak di lantai dengan danau darah menggenang.

Memeluk sosok kecil yang sudah kaku.

Sosok pria berdiri di sana dengan tangannya yang berlumur darah.

"Ugokuna!"

Beberapa orang kuil menerobos masuk.

Tapi sebelum mendekati 2 sosok yang beraimbah darah itu.

Tempat itu meledak dan mengakibatkan kebakaran besar.

Tornado api yang menari terlihat terang di tengah malam yang sunyi.

Orang-orang kuil yang tersisa berusaha memadamkan api duku sebelum pemadam datang.

Dan ada yang mencari kedua tubuh yang bersimbah darah.

Dan seorang pria.

Malam yang mengerikan.

Keluarga utama dikabari.

Responnya?

"Syukur anak itu mati"

"Buat apa? Ganggu orang tidur"

"Tidak kenal"

"Mati? Lalu? Aku harus kasihan gitu?"

"Bodoh amat"

"Si cacat? Terus?"

Tak ada satupun yang peduli.

Satu pun tak ada?

"[Y/n]? Putri kecilku..."

"Cucu kami juga..."

Kecuali orang tuamu.

Mungkin?

"Dia bukan putri kami"

Tidak ada bedanya?

Dingin.

Tapi keduanya menangis tersedu setelah menutup telpon.

Mereka tak bisa ke sana karena peraturan yang dititahkan oleh kepala keluarga di sana.

Rasa sakit seperti tertusuk jarum besar.

Penyesalan tiada akhir.

Hanya ada rasa sesal yag tertinggal.

Keduanya tidak bisa memberikan kebahagian untukmu.

Masa kecilmu terasa dingin tanpa pernah dipeluk keduanya.

Penyesalan amat teramat dalam.

Salah sendiri sok kerad buang anak :v//plak

Pria yang dicari mengamati dari atas.

Menaiki sesuatu.

Tatapannya sulit dijelaskan dengan air mata berderai di pipi.

"Ini yang terbaik", bisiknya.

Hal yang membuat semua orang pasti terkejut.

Semua hal uang manis dibuang begitu saja.

Angin malam terasa dingin seperti suasana hatinya sekarang.

Dingin tanpa rasa hangat.

Setelahnya dia menyeringai dan tertawa remeh.

"Ah, baka dane~"

Langit yang ditatapnya menjadi sedikit terang.

"Baka onna..."

Bintangnya sedikit terlihat olehnya.

"Ini baru permulaan", tawanya.

Tatapannya kembali sendu.

Wajahnya datar menatap kuil yang masih terbakar.

Shaman terlihat di sana.

Monyet rendahan.

Ucapnya sebelum pergi.

Ia telah membunuh kedua orang yang ia cintai.

Rasa benci harus ada.

Harus?

Tanpa penyesalan?

Tak jauh dari sana, ia merasakan dadanya begitu sesak.

Dan sakit yang teramat sangat.

Ia berbaring terlentang.

Berguling gelisah untuk menghilangkan rasa tersebut.

Ia pun mengarahkan roh kutukan itu untuk berbalik lagi ke kuil tersebut.

Untuk mengambil tubuh kedua orang tersebut.

Tapi terhenti.

Ketika ia melihat orang yang tidak ia kenal sedang mengangkut tubuh tersebut.

Menutupi tubuh wanita itu dengan kain.

Teriak putus asanya kalah dengan suara sirine mobil pemadam kebakaran dan ambulans.

Ia menyesal.

Penyesalan paling dalam.

Padahal ia bermaksud ingin kembali dan menjalani hukuman.

Tapi seakan ia termakan bisikan setan, ia melakukan hal sebaliknya.

Ia sudah terlalu dalam terjerumus ke dalam prinsipnya yang berbeda dengan cara salah.

Hanya termakan nafsu tersebut.

R

oh kutukannya membawanya menjauh.

"Ada apa?"

Seseorang di bawah sana menyadari keberadaannya.

"Mungkin perasaanku saja, tadi aku merasakan roh kutukan di langit"

"Perasaanmu saja, hal begini membuat siapa saja jadi kurang waspada"

"Mungkin saja"

"Mau kau apakan mayatnya Naoya?"

"Entahlah..."

Is Good For Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang