(04)

25 5 0
                                    

Akhirnya bel pulang terdengar, dengan gembira Aura dan Lenna membereskan barang barang mereka. Namun terasa ada yang aneh karena sosok Shean sama sekali tidak terlihat dari semenjak insiden Aura mimisan dilapang tadi. Tak ada satupun yang tau kemana pemuda jangkung itu pergi, yang nampak hanyalah tas ranselnya saja.

Aura menggelengkan kepalanya membuang segala rasa penasarannya terhadap keberadaan sosok Shean. Ia dan Lenna memilih untuk pergi meninggalkan kelas menuju area parkir tempat Isabell menunggu kehadiran Aura.

"Len, ayo ikut, kita pulang bersama," ajaknya.

Lenna menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Lain hari saja kak, aku masih ada kegiatan ekstrakulikuler setelah ini."

Isabell mengangguk aguk paham. "Aahh... baiklah, semangat!"

"Terima kasih."

"Kalau begitu kami pamit ya, sampai jumpa." Isabell dan Aura pun masuk ke dalam mobil.

"Sampai ketemu besok, Aura, kak Isabell!" Lenna melampaikan tangannya kearah mobil sedan hitam milik Isabell yang sudah mulai melaju.

Gadis itu pun berniat untuk kembali ke dalam gedung sekolah. Namun sebuah suara pekikan nyaring seseorang yang ia yakini berasal dari gudang sekolah menghentikan niatnya.

Karena rasa penasarannya yang cukup tinggi, Lenna melangkahkan kakinya menuju gudang sekolah yang letaknya tak jauh dari area parkir. Perlahan ia masuk ke dalam kemudian gadis itu mengintip dari balik kardus kardus besar, dan betapa terkejutnya ia menemukan sosok Shean disana.

Bukan hanya Shean namun ada juga mayat dua orang staff sekolah yang sudah terkulai lemas dilantai serta seorang siswi yang tengah dihisap darahnya(?) oleh pemuda itu.

Tubuh Lenna gemetar dibuatnya, ia mengucak matanya berharap apa yang tengah ia lihat adalah imajinasinya namun sayang nyatanya hal itu memang bukan sekedar imajinasi. Shean masih nampak disana sedang asik menyeruput darah siswi tersebut seolah sedang menikmati minuman dingin disiang terik.

Rasa takut kini menyelimuti diri si gadis berponi itu, perlahan ia mundur mencoba untuk pergi dari sana namun sebuah tepukan pada bahunya membuat tubuhnya seketika membeku.

Matanya semakin membulat saat baru menyadari jika sosok Shean disana sudah tidak ada, hanya menyisakan tiga mayat yang terbaring kaku tak berdaya saja. Lenna menggigit bibir bawahnya, pikirannya sudah benar benar kacau, ia sudah tidak bisa berpikir positif.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanyanya.

Perlahan Lenna melirik ke belakang tepat setelah pertanyaan tersebut ditanyakan padanya. Seketika itu juga Lenna menyesali perbuatannya karena ketika ia melirik ke belakang, wajah Shean yang disekitar mulutnya belepotan oleh darah segar berada tepat dihadapan wajahnya.

"Aku tanya sekali, lagi apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya lagi dengan tatapan tajam setajam ujung belati.

Bau anyir khas darah bisa Lenna cium ketika sosok pemuda itu membuka mulutnya. Bukannya menjawab gadis itu justru menelan salivanya susah payah karena terlalu takut bahkan hanya untuk sekedar mengeluarkan suaranya.

"Kau bisu atau tuli huh?"

"Aku..."

Ucapannya terhenti setelah menatap manik merah milik Shean bersamaan dengan seluruh kendali dalam dirinya. Lensa coklat Lenna ikut berubah menjadi merah sama seperti milik Shean.

Shean menarik sebelah ujung bibirnya menciptakan sebuah seringaian mengerikan. "Kau beruntung saat ini aku sudah terlalu kenyang untuk menghisap darahmu."

Sementara itu disisi lain Lester dan suadara saudaranya baru saja tiba di rumahnya. Pemuda itu mengundang saudara saudaranya untuk membicarakan sesuatu pada mereka.

Vampire [End]✓ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang