(07)

28 3 0
                                    

Razzel menatap rintikan air hujan lewat kaca jendela dengan tatapan kosong. Dari semalam ia tak dapat berhenti memikirkan darah pada tisu yang Lester bawa kemarin.

Lester sempat memberitaukan perihal gadis pemilik darah itu padanya. Gadis dengan rambut sebahu serta beriris coklat, bernama Aura.

Biarpun saudaranya itu telah memberitaunya, namun tak ada sesuatu yang terbayang dalam pikirannya. Ia masih tak dapat mengulik memori masa lalumya dari informasi yang telah didapatkannya.

Apa mungkin ia harus menemui Aura terlebih dahulu baru setelahnya ia akan mendapatkan memori lamanya? Atau mungkin ia harus memaksa Simon untuk memberitau segalanya?

Rasanya kepalanya berputar putar. Ia bingung dan tak tahu harus berbuat apa demi mendapatkan ingatan masa lalunya.

"Razzel William!"

Lamunan pemuda itu seketika buyar dan saking terkejutnya ia merasa jantungnya hampir saja copot karena seruan dari Bu Jua yang terdengar menyeramkan.

Bu Jua berjalan mendekati bangku Razzel dengan penggaris panjang ditangannya. "Kamu sedang ada masalah apa sih?! Kenapa kamu tidak memperhatikan saya di depan?!"

Pemuda itu hanya dapat tertunduk. "Maaf bu."

"Keluar!"

Dengan pasrah, Razzel melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kelas. Ada sedikit rasa syukur yang ia dapatkan meski harus keluar dari sana, Razzel jadi tidak perlu memikirkan rumus fisika yang sangat membuatnya sakit kepala itu.

Ditengah lorong sepi karena masih jam pelajaran, ia melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Namun ditengah perjalanan, ia bertemu dengan Shean yang berjalan menuju kearahnya.

Kedua pemuda itu kini saling berhadapan, Shean menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan sementara Razzel menatapnya dengan tatapan bingung.

"Kau menghalangi jalan, tuan vampire."

Bukannya segera mengnyingkir, vampire itu malah terkekeh pelan. "Aku bisa membantumu."

Kedua alis Razzel menyatu bingung. "Maksudmu?"

Lagi lagi ia terkekeh. "Aku tau apa yang sedang mengganggu pikiranmu, werewolf muda."

"Lalu?"

"Aku bersedia membantumu namun dengan satu syarat, apakah kau tertarik?"

Sebuah kesempatan emas berada tepat dihadapannya, namun karena kesempatan itu datang dari Shean, ia jadi meragukan kesempatan itu.

"Apa pedulimu? Urusi saja urusanmu sendiri."

Sebelah alis Shean terangkat. "Kau yakin akan melewatkan kesempatan ini?"

"Sudah jelaskan? Aku sama sekali tidak tertarik."

Shean menghela napas, rencananya ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Ia pikir Razzel akan langsung menerima tawarannya. Namun demi sesuatu yang dimiliki oleh Razzel dan mewujudkan keinginannya, Shean tak akan menyerah begitu saja, segala cara tentu akan ia lakukan.

"Kalau kau menolak karena kau meragukanku, tatap mataku."

Werewolf itu menatap mata merah Shean dan seketika kesadarannya dibawa pergi ke dunia masa lalu oleh sang vampire. Razzel mendapati dirinya di depan sebuah rumah yang entah mengapa terasa sangat familiar. Rumah besar bernuansa hitam putih yang di depannya terdapat sebuah ayunan kayu.

Pemuda itu perlahan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah tersebut sambil mengagumi area sekitar. Tak jauh berbeda seperti di luar, suasana di dalam rumah juga tampak sepi seperti tidak ada orang lain selain dirinya.

Sebuah foto keluarga yang terpajang di ruang tengah sukses menarik perhatiannya. Terlihat sepasang suami istri dengan dua anaknya yang tersenyum bahagia. Dahinya berkerut menerka nerka siapa yang ada di dalam foto itu, namun pikirannya kosong tak dapat memperkiraan siapa mereka.

"Itu dirimu." Ucapan Shean berhasil membuat Razzel terkejut bukan main. Bagaimana tidak? Sosok vampire itu tiba-tiba saja bersuara memecah keheningan.

"Kau hampir membuatku terkena serangan jantung tau!"

Shean hanya memutarkan bola matanya, tak peduli dengan apa yang dikatakan Razzel. "Apa kau benar benar tidak mengingat wajahmu sendiri huh?"

Razzel sekali lagi memandangi foto itu dan berusaha kembali menerka nerka, dan benar saja apa kata Shean. Anak laki laki dalam foto itu adalah dirinya, besar kemungkinan jika dua pasang suami istri itu adalah orang tuanya dan gadis kecil di sampingnya dalam foto adalah sang adik.

Pemuda itu memegangi kepalanya yang tiba tiba saja terasa sakit. Kilasan kilasan akan masa lalunya sedikit demi sedikit tampak dalam kepalanya.

Melihat itu, Shean mendekati Razzel dan membawa kembali kesadarannya pada raganya. Seketika raga Razzel langsung ambruk ke lantai. Kepalanya masih terasa sedikit sakit, namun Razzel masih dapat bersyukur karena rasa sakit itu akhirnya dapat tergantikan dengan sebagian kecil ingatan masa lalunya.

Tentang siapa dia di masa lalu yang ternyata adalah seorang manusia. Ia juga ingat jika dirinya memiliki seorang adik perempuan bernama Aura. Tunggu, Aura, gadis yang Lester bilang si pemilik darah murni ternyata adalah adiknya?

"Sekarang apakah kau percaya padaku?"

Pertanyaan Shean membuyarkan pikirannya, pemuda itu menatap sang vampire lekat. Ternyata Shean memang benar dapat membantunya. Razzel bisa saja mendapatkan semua ingatan masa lalunya melalui Shean tanpa rasa ragu sekarang. Tinggal memenuhi syarat yang vampire itu inginkan saja.

"Jadi, apa syarat yang kau inginkan?"

Sebuah seringaian muncul, Shean berhasil membuat Razzel bergantung padanya. "Serahkan darah yang ada di sakumu."

Kedua alis Razzel menyatu. "Maksudmu darah apa?"

"Aku ini seorang vampire, tentu saja aku bisa dengan jelas mencium bau darah murni di saku celanamu. Bahkan Flavia saja tau darah itu memang ada di sana."

Rahang Razzel mengeras, ia kembali bimbang tak tau harus melakukan apa. Harusnya Razzel sadar jika keinginanya itu besar dan tentu harganya pasti mahal jika ingin mendapatkannya.

"Aku jamin kau tidak akan pernah menyesal memberikan darah itu padaku."

Razzel bisa saja memenuhi syarat yang Shean inginkan dan bersikap egois namun ia tidak ingin merusak kepercayaan saudara saudaranya apalagi pada Simon. Ia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. Ia sama sekali tak ingin membuat saudara saudaranya memandangnya dengan tatapan kebencian.

Shean berjongkok menyetarakan tingginya dengan Razzel yang masih duduk di atas lantai.

"Aku akan melindungimu atas segala yang akan terjadi ke depannya, kau akan aman."

"Sebenernya, apa yang sedang kau rencanakan? Kenapa kau tidak langsung merebutnya dariku jika kau tau? Kenapa kau malah menawarkan bantuan padaku?"

Shean mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Razzel dan membisikan tujuannya padanya. Razzel yang mendengar tujuan Shean seketika mengerutkan dahinya. Apa ia tidak salah dengar atau vampire ini sedang sakit sehingga melantur?

Werewolf itu menatap bingung sang vampire. "Apa kau sudah kehilangan akal sehat?"

"Aku tidak peduli kau mau bilang apa tetapi itulah kenyataanya. Jadi, apakah kau bersedia memenuhi syarat dariku?"

Razzel menarik napas panjang dan bersiap untuk mengambil keputusan berat yang akan menentukan masa depan seluruh mahkluk dan perdamaian diantara mereka.

Pemuda itu merogoh saku celananya dan memberikan tisu itu pada Shean. "Baiklah... aku percaya padamu."

"Pilihan bijak."








Tbc

Jangan lupa vote & komennya kakak😉

scrlyrrnz
[September, 2022]

Vampire [End]✓ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang