Love Or Whatnot - LOW - 5

5.2K 611 27
                                    

#QOTD lebih suka nonton atau baca?

🌟

Oh, ia belum menyiapkan jawaban untuk kebohongan ini. Ariel berdeham, "Aku lagi banyak kerjaan, Ma. Lima bulan ke depan aku ada kerjaan buku anak serian yang harus diselesaikan."

Rena menghela napas, "Karena kerja lepasan, jadi weekend pun ada aja yang dikerjain, ya." Wajah mertuanya terlihat sedih, tapi mencoba memahami kebohongannya.

Ariel menelan ludah dengan susah payah. Mana mungkin ia bilang kalau tidak diajak ke sana? Itu sama saja dengan melanggar perjanjiannya. Ariel tidak berani menatap mata ibu mertuanya. Pernah kan mendengar kalimat 'mata adalah jendela jiwa'? Selain takut kalau ibu mertuanya melihat kebohongan di matanya, Ariel juga takut untuk melihat kekecewaan di sana. Kalau kebanyakan orang segan terhadap mertua, Ariel justru menyukai Rena. Segala emosinya mudah terbaca melalui ekspresi wajah. Bicaranya pun blak-blakan. Ariel memilih untuk melihat laut yang akan menjadi latar pasangan yang berbahagia nanti.

Warna biru langit dan air laut hampir saru. Belum lagi ditambah dengan warna hijau dari rumput dan pepohonan di sekitar sini. Rasanya ia ingin mengeluarkan alat menggambarnya yang selalu ada di dalam tas. Duduk diam di bawah pohon lalu menggambar sambil meminum kopi dan ditemani musik yang berasal dari laut lalu serta gemeresik daun yang tertiup angin. Ariel cukup menyesal tidak membawa sketch book berukuran kecilnya serta cat air ke dalam tas tangan yang dibawanya sekarang. Apa gue balik aja ke kamar hotel, ya? Tapi nggak bawa kunci kamar, kesahnya. Ia memang terburu-buru tadi, karena tidak ingin mengganggu Esa, sehingga main keluar kamar saja tanpa ingat akan kuncinya.

Rena melambai ke arah belakang punggung Ariel dan menepuk tangan menantunya itu pelan sebelum pamit dan menyambangi tamu yang datang. Ariel memilih menyingkir ke ujung, ke tempat yang lebih tersembunyi dan tidak membuatnya harus menyapa orang-orang lalu memperkenalkan diri.

Ariel berjalan sedikit ke sisi kanan dari venue, menjauh dari kerumunan yang mulai terbentuk di sekitar kursi-kursi tamu. Langkahnya lebih ringan dan Ariel dapat bernapas lega setelah ia yakin tidak akan terlihat di radar keluarga Asa. Ia akan kembali nanti saat sudah waktunya acara. Duduk di belakang atau berdiri di sekitar situ saja agar dapat kabur lagi setelahnya.

Ariel melepaskan sepatunya dan membiarkan pasir memasuki sela di antara jari kaki. Inginnya sih sekalian membiarkan kakinya terkena air laut, namun ia tidak mungkin kembali ke tempat acara dengan kaki yang dipenuhi pasir yang menempel. Untuk sekarang, Ariel harus puas dengan duduk di pinggir pantai. Jauh dari air, tapi telinganya masih dapat menangkap jelas suara ombak yang menabrak bibir pantai. Ini yang disukainya jika berkunjung ke Bali. Ia dapat duduk diam di pantai dan hanya memandangi laut. Kalau ia membawa peralatan gambarnya, ia akan langsung menggelar lapak di sini. Memesan makanan dan minuman dari hotel untuk menemani menggambar seharian tanpa gangguan.

Rambut panjangnya yang terurai disapa oleh angin dan membuatnya menari liar mengikuti arah angin. Aroma laut yang pekat memenuhi cuping hidung Ariel ketika ia menarik napas panjang. Mengisi paru-paru dengan udara segar.

"Gue lanjutin beberapa malam kali, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Pulang lo, jangan kelayapan terus." Kalimat itu lalu disusul dengan suara dalam dan pria yang duduk di sampingnya dengan bersila.

Mata Ariel langsung menangkap rambut panjang yang diikat ekor kuda, berantakan dengan anak rambut yang mencuat di sana-sini. Angin yang kencang membuat kucirannya semakin berantakan

"Lo kok ada di sini, Jet?" tanyanya bingung. Belum lagi melihat kemeja putih dan celana krem yang dikenakan oleh pria itu.

Satu tangan Jethro terangkat, menunjukkan undangan berwarna putih dengan corak emas yang sama dengan milik Ariel.

Love Or Whatnot (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang