Love Or Whatnot - LOW - 27

3.9K 441 11
                                    



Jangan lupa vote, komen, share, dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.

Thank you :)

🌟


Hari ke-339

"Lo ngapain di sini?" Kalimat itu meluncur keluar sebelum otak Ariel dapat memproses.

"Mau lihat keadaan lo. Seminggu nggak pulang. Dan lo nggak datang di makan malam di rumah bokap gue juga kemarin. You will get an ear full on next dinner."

Ariel menggeram. Ia lupa jadwal mingguan itu karena pekerjaannya sangat banyak. Bukan sepenuhnya lupa juga, sih. Ia masih tidak bisa bersemuka dengan Asa dan bekerja membuatnya melupakan pria itu. "Gue baik-baik aja dan gue pikir bukan ide yang baik lagi buat gue datang ke sana. Kurang dari sebulan lagi kita resmi cerai. Baiknya ada sedikit drama, kan?"

Jeda lama dengan mata mereka yang tidak lepas memandang satu sama lain. "Gue nggak dikasih masuk?" tanya Asa akhirnya.

Ariel membuka pintu lebih lebar dan bergerak ke samping. Memberikan ruang untuk Asa agar masuk lalu menutup pintunya. "Tapi jangan keliling dengan minuman atau makanan di tangan. Gue lagi kerjain gouache soalnya."

Mata Asa langsung mengarah pada meja kerja milik Ariel yang dipenuhi beberapa kertas, tin-tin kecil serta beberapa gelas yang berisi kuas di sudut terjauh. Lampu meja yang menyorot ke arah kertas-kertas itu, memberikan penerangan ekstra padahal ruangan ini sudah terang.

"Lagi ngerjain yang buku lo itu?" tanya Asa penasaran. Ia berjalan mendekati meja Ariel, tetapi memberikan jarak lima langkah karena takut menyenggol dan membuat kekacauan tanpa disengaja. Dari wajah Ariel yang kusut serta daerah bawah mata yang berwarna gelap membuatnya yakin kalau sedikit salah saja dapat membuat perempuan itu mengamuk dan menendangnya keluar dari sini.

"Bukan. Klien dari luar minta buku anaknya digambar manual. Lo mau minum apa? Ada air mineral, jus apel sama kopi saset, bukan drip kayak yang di apartemen lo."

"Jus aja, thank you. Fanny tidur?" Asa tidak melihat keberadaan asisten dari Ariel itu dari karpet tempatnya duduk. Suara dari kamar mandi pun tidak ada sehingga ia yakin tidak ada orang di sana.

"Enggak. Semalam dia pulang karena kerjaan dia sudah beres. Perlu istirahat juga, sih."

"Kayaknya lo juga perlu pulang dan tidur."

Ariel datang dengan segelas jus dan camilan di tangan kanannya. Air mukanya masam. "Pulang apaan? Ini kan rumah gue. Itu kamar gue." Ariel menunjuk dengan ibu jari pada pintu di sebelah kanan karpet.

"Sampai kita resmi bercerai, rumah lo kan sama gue, Ri."

"Tapi itu bukan tempat gue. Ini tempat gue pulang. Gue bisa nyaman dan leluasa di sini. Barang-barang gue juga semuanya di sini. Apartemen lo juga nggak punya bathtub, gue lebih suka berendam sewaktu mandi. Plus, kerjaan gue juga lebih kepegang."

"Kerjaan lo masih banyak?"

Ariel mengesah. Kakinya diselonjorkan dan yang satu menindih lainnya. "Nggak berhenti sampai akhir tahun. Kadang gue juga suka ambil proyek dadakan yang bayarannya gede."

"Kapan lo istirahatnya kalau sampai akhir tahun kerjaan banyak gitu. Gue kira dengan jadi freelance, nggak sepadat kerjaan kantor."

Kekehan menyelip keluar dari bibir Ariel. "Gue juga pikir gitu dulu. Ternyata malah jadi kerja 24 jam seminggu tujuh hari. Sebenarnya bisa aja, tapi gue mau bikin studio dan mulai bayar Fanny dengan gaji instead of per project. Dia sudah lulus kuliah dan perlu kerja yang tetap dan punya benefit. Gue juga nggak mau berhenti di apartemen satu kamar begini. Gue kepengin punya kantor dan bekerja sama dengan ilustrator lainnya. Dan buat itu semua, perlu dana yang nggak kecil."

Love Or Whatnot (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang